Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Tahun ini, Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77. Berbagai persoalan, khusus di Provinsi Riau masih dirasakan oleh masyarakat, terutama masalah pendidikan.
Anggota Komisi V DPRD Riau Ade Hartati mengatakan, pada pembukaan UUD 1945
Alinea IV ada berbunyi 'Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.'
"Makna dari semua itu adalah pemerintah memiliki tanggungjawab penuh terkait hak dasar rakyat untuk mendapatkan pendidikan demi terwujudnya bangsa yang cerdas dan generasi emas Indonesia," kata Ade, Rabu (17/8/2022).
Lanjut Ade, pendidikan dasar 12 tahun yang diamanatkan di dalam UU Nomor 14 thn 2003 tentang pemerintahan daerah, secara tegas sudah mengatur pembagian kewenangan masing-masing pemerintahan otonom sesuai jenjang pendidikan.
Seperti Pendidikan Dasar (SD) dan SMP merupakan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara Pendidikan Menengah (SMA dan SMK) merupakan tanggungjawab Pemerintah Provinsi .
"Pendidikan diamanatkan juga merupakan urusan wajib dari pemerintah. Dengan alokasi anggaran yang diberikan sebesar 20 persen dari APBD, pendidikan di Riau saat ini butuh pendulum atau daya dorong yang kuat agar pendidikan di Riau bisa menghasilkan siswa-siswa yang berkompeten minimal sesuai dengan kelulusannya," jelas Ade.
Ia memaparkan, hal pertama yang menjadi kendala saat ini adalah jabatan Kepala Dinas Pendidikan yang masih dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt), tidak memungkinkan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang terorganisir dan berkelanjutan.
Belum lagi ketika Riau dihadapkan oleh tidak seimbangnya rasio jumlah sekolah dibanding jumlah siswa atau daya tampung. Sehingga hampir setiap awal tahun masuk sekolah masih menyisakan kericuhan dan kegaduhan.
"Kewajiban pemerintah tidak hanya dalam mempersiapkan ketersediaan sekolah ataupun ruang kelas saja. Lebih dari itu, Pemrov harus memastikan bahwa anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri, tetap bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah swasta dengan dibantu oleh BOSDA yang mencukupi tentunya," paparnya.
Sehingga, sambung Ade, urusan wajib pemerintah tersebut dapat terpenuhi. Artinya, perlu kerjasama konkret antara pemerintah dan swasta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, selain untuk menekan angka putus sekolah pada anak usia sekolah.
"Dalam hal alokasi anggaran, ke depan Pemprov harus lebih fokus kepada pemenuhan akses pendidikan seperti pembangunan sekolah-sekolah baru dan menyiapkan ketersediaan tenaga pendidik," jelasnya.
Strategi dan perencanaan anggaran harus dipastikan memiliki ukuran yang jelas dalam hal program dan kegiatan yang langsung manfaatnya bisa dirasakan masyarakat. Contohnya, anggaran yang berasal dari DAK tidak lagi digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya by project.
Begitu juga anggaran yang bersumber dari APBD, harus dipastikan bisa menyentuh kebutuhan dasar yang perlukan seperti sarana prasarana, peningkatan kompetensi guru, dan pengembangan bakat dan minat siswa.
"Provinsi Riau dengan APBD hampir Rp10 triliun, dan 20 persennya dialokasikan bagi urusan wajib pendidikan idealnya mampu menghasilkan siswa-siswa yang memiliki daya saing dan berkompeten dengan dunia kerja dan tantangan global ke depan," jelasnya.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Pendidikan, Riau |