PEKANBARU (CAKAPLAH) - Penuntutan perkara Kekerasaan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dengan terdakwa Albert Sibarani alias Pak Desi dihentikan melalui restorative justice. Terdakwa berjanji tak mengulangi perbuatannya.
Penghentian penuntutan itu dikabulkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI, Dr Fadil Zumhana SH dalam ekspos, Selasa (23/8/2022). Ekspos tersebut dihadiri oleh Wakil Kajati Riau, Akmal Abbas, dan Asisten Tindak Pidana Umum, Martinus.
"Ekspos dihadiri Wakil Kajati dan Asisten Pidana Umum melalui video conference. Pengajuan penghentian penuntut berdasarkan restorative justice Kejaksaan Negeri Rokan Hulu," ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto.
Dengan penghentian penuntutan itu, Albert terbebas dari jeratan Pasal 44 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Bambang menjelaskan KDRT terjadi pada Kamis, 16 Juni 2022 sekira pukul 18.00 WIB, di kediaman terdakwa Albert, Jalan Durian Harapan RT.05 RW.10 Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu.
Ketika itu, terjadi pertengkaran mulut antara Albert dan istrinya Medina Ambarita. Pemicunya, terdakwa mendapat kabar dari kerabatnya kalau istrinya sudah berkoar-koar di pasar menyebut "tidak ada artinya punya suami".
Mendengar hal itu, Albert langsung menjumpai korban yang berada di depan rumah. “Kau kalau gak suka punya suami jangan bilang-bilang di pasar," kata Albert kepada korban ketika itu.
Namun korban mengaku tidak ada mengatakan hal itu sambil masuk ke rumah. Terdakwa mengikuti korban dan mendengar korban menelpon anak mereka, Desi. Korban menghidupkan speaker handphone tersebut
Dari seberang, terdengar anak korban dan terdakwa melontarkan kata-kata kotor. Mendengar itu, terdakwa langsung emosi dan melayangkan tinju ke arah wajah korban sehingga menyebabkan lebam. "Setelah itu terdakwa meninggalkan korban," kata Bambang.
Tidak terima, korban melapor ke polisi dan divisum di IGD Puskesmas Ujung Batu. Hasil pemeriksaan oleh dr Toto Marzuki diketahui terdapat luka memar 1 cm dari sudut mata korban sebelah kanan bagian dalam dengan bentuk melintang berukuran 5 cm dengan dasar kebiruan akibat kekerasan benda tumpul.
Berdasarkan kutipan akta perkawinan antara terdakwa dan korban adalah pasangan suami istri yang telah menikah pada tanggal 03 Februari 1994, maka diajukan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice.
Bambang menjelaskan, usulan itu disetujui JAM Pidum Kejagung dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 Tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
"Alasannya telah dilaksanakan proses perdamaian, di mana terdakwa telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maafnya," tutur Bambang.
Alasan lain adalah, terdakwa belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
"Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat) dan kedua belah pihak sudah saling memaafkan. Korban juga tak ingin perkaranya ke persidangan," jelas Bambang.
Selajutnya Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hulu akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum.
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Rokan Hulu |