Pj Bupati Kampar meresmikan penggunaan Gedung Pustaka Hj Khamsiah di depan samping Balai Pemuda Pulau Gadang bersamaan seremonial Festival Mangonang Kampuong Lamo.
|
PULAU GADANG (CAKAPLAH) - Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang menenggelamkan delapan desa di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dan dua desa di Provinsi Sumatera Barat masih menyisakan banyak cerita.
Hari ini, Senin (29/8/2022) bertepatan dengan 30 tahun pindahnya masyarakat Desa Pulau Gadang, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar ke pemukiman baru yang berada di sebelah utara perkampungan lama. Berbagai acara kembali digelar Pemerintah Desa Pulau Gadang sejak Jum'at (26/8/2022) kemarin. Dimulai dengan jalan santai, Festival "Mangonang Kampuong Lamo" dengan berbagai atraksi budaya, pameran hingga pelaksanaan upacara dan seremonial puncak hari ulang tahun pemindahan Desa Pulau Gadang pada Senin (29/8/2022) yang dirangkai dengan peresmian Pustaka Desa Hj Khamsiah yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Kampar pokok pikiran Wakil Ketua DPRD Kampar H Fahmil.
Acara seremonial HUT Pemindahan Desa Pulau Gadang dihadiri Staf Ahli Gubernur Riau Bidang SDM, Hukum dan Pemerintahan Yurnalis, Penjabat Bupati Kampar H Kamsol, Wakil Ketua DPRD Kampar H Fahmil Datuk Sati Nan Tuo, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kampar Hj Nurhasani dan sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Kampar, Camat XIII Koto Kampar Zulfikar, Camat Kuok Herman, Pucuk Adat Kenagarian Pulau Gadang H Sawir Datuk Tandiko, para ulama, ninik mamak, tokoh masyarakat dan undangan lainnya.
Pada kesempatan ini banyak hal dan harapan yang disampaikan oleh Kepala Desa Pulau Gadang Syofian, SH, MH Datuk Majo Sati maupun oleh Pucuk Adat Kenagarian Pulau Gadang H Sawir, SP, M.Si Datuk Tandiko.
Salah satu harapan yang sangat diinginkan masyarakat adalah mengenai pengelolaan hutan ulayat Kenagarian Pulau Gadang yang luasnya sekitar 20.000 hektare yang terletak di sebelah selatan Danau PLTA Koto Panjang yang berbatasan dengan tanah ulayat Kenagarian Kuok, Kampar Kiri dan Balung.
Pucuk Adat Kenagarian Pulau Gadang H Sawir Datuk Tandiko dalam sambutannya di hadapan Staf Ahli Gubernur Riau dan Pj Bupati Kampar dan ratusan tamu undangan serta masyarakat menyampaikan bahwa jika tidak ada lagi penambahan lahan untuk masyarakat di pemukiman yang baru saat ini maka masyarakat Kenagarian Pulau Gadang ingin menawarkan kepada Pj Bupati Kampar agar bersedia membantu mengurus dan melobi pemerintah agar izin pengelolaan tanah ulayat yang terbentang luas di sebelah perkampungan lama bisa didapatkan masyarakat.
"Kami punya ulayat Hutan Bagan yang luasnya 20 ribu hektare namun sayang kami punya ulayat masuk peta kawasan hutan lindung, sebagian cagar alam dan sebagian HPT (hutan produksi terbatas red)," cakap Sawir.
Ia menambahkan, jika hutan lindung maupun cagar alam tidak bisa didapatkan izin pengelolaannya maka masyarakat Kenagarian Pulau Gadang sangat berharap agar pemerintah memberikan izin pengelolaan lahan yang berstatus HPT.
Dikatakan, masyarakat Pulau Gadang mau dan rela berkorban 30 tahun yang lalu demi mendukung pembangunan PLTA dan memilih pindah di sebelah waduk demi menjaga hutan ulayat yang ada.
"Kenapa kami pindah ke sini, karena kami ingin menjaga hutan ulayat kami. Kami tak ingin meninggalkan ulayat kami. Untuk menjaga kemaslahatan anak kemenakan," tegas Kepala Bidang Penegakan Perda Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kampar ini.
Dengan banyaknya jaringan Pj Bupati Kampar di tingkat pusat maka Datuk Tandiko berharap keinginan masyarakat Pulau Gadang bisa mengelola hutan ulayatnya bisa terkabul.
Sementara itu, Kepala Desa Pulau Gadang Syofian Datuk Majo Sati dalam sambutannya menyampaikan bahwa masyarakat Pulau Gadang dan sembilan desa lainnya baik di Riau maupun di Sumbar telah banyak berkorban dengan rela meninggalkan kampung tercinta demi mega proyek pembangkit listrik 114 megawatt. "Jangan ditanya apa yang diberikan oleh masyarakat Pulau Gadang untuk negara," ujar Syofian.
Acara yang digelar selama lima tahun terakhir dalam bentuk Festival "Mangonang Kampuong Lamo" adalah suatu bentuk kerinduan masyarakat terhadap kampung lama yang telah ditenggelamkan demi proyek PLTA. Dengan adanya festival ini, masyarakat menampilkan cara berpakaian puluhan tahun yang lalu, atraksi budaya, pertunjukan drama kehidupan di kampung lama, hingga makanan dan jajanan khas "kampuong lamo" diharapkan bisa mengobati kerinduan akan kampung tercinta.
Banyak sekali tanah dan makam para leluhur yang ditinggalkan di kampung lama. Ia berharap pemerintah semakin memberikan perhatian kepada desa-desa yang telah mau berkorban untuk mendukung pembangunan ini.
Menanggapi permintaan masyarakat Pulau Gadang, Pj Bupati Kampar Kamsol ketika diwawancara CAKAPLAH.COM menyampaikan, hutan bisa mendukung sumber ekonomi masyarakat tempat namun ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. "Dengan catatan diajukan proposalnya," beber Kamsol.
Diakui Kamsol bahwa tidak semua wilayah hutan bisa diajukan pengelolaannya seperti hutan lindung dan suaka marga satwa namun untuk HPT bisa diajukan. "Kan ada beberapa tanaman yang tak merusak hutan seperti porang, itu bisa," terang Kamsol.
Selanjutnya Kamsol mengatakan, pelepasan kawasan hutan yang bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan juga bisa perjuangkan ke Kementerian Kehutanan RI. Saat ini ia juga memiliki rencana dan tim yang akan menggarap perhutanan sosial dan itu akan dibiayai oleh pemerintah.***
Penulis | : | Akhir Yani |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Kampar |