PEKANBARU (CAKAPLAH) - Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Didik Agung Widjanarko, mengingatkan gubernur Riau serta 12 kepala daerah se-Riau untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Ia mengatakan pentingnya integritas kepala daerah, mengingat ancaman hukuman yang akan mendera.
Menariknya, ia mencontohkan kasus yang saat ini viral yakni dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo.
"Korupsi ini hukumannya berat. Contoh lain seperti Ferdy Sambo, yang diduga melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, yang akan dikenakan hukuman mati, dan atau hukuman seumur hidup, dan atau hukuman paling lama 20 tahun," kata Didik dalam rapat koordinasi program pemberantasan korupsi berintegrasi pimpinan KPK - Kepala daerah se Riau, Selasa (30/8/2022).
"Sama dengan korupsi ini. Hukuman mati ini orang harus mati, dengan cara ditembak mati. Hukuman seumur hidup, itu orang dihukum sampai mati," kata Didik lagi.
Ia juga mengingatkan, hal itu akan terjadi jika kepala daerah korupsi. Belum lagi ketika hal itu harus dihadapi anak dan istri dari pelaku korupsi tersebut.
"Andai kata si pelaku siap. Tapi bagaimana dengan anak-anak, istri. Bahkan 15 tahun yang akan datang jejak masih terus menghantui kita. Jadi saya selaku bagian dari KPK, mengimbau untuk tidak melakukan tindakan korupsi," katanya lagi.
Caranya adalah, dengan mensyukuri apa yang ada. Ia yakin dengan mensyukuri, kepala daerah di Riau serta jajaran bisa terhindar dari korupsi.
Pantauan CAKAPLAH.com, rapat tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Riau Syamsuar, dan tampak hadir hampir seluruh Bupati dan Walikota di Riau. Hanya Bupati Indragiri Hulu, Rezita Meilani yang tak tampak hadir dan diwakili.
Untuk diketahui, DPR mengusulkan pemberian hukuman mati untuk koruptor yang merugikan keuangan negara Rp100 miliar lebih. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setuju dengan pemberian hukuman berat bagi tikus berdasi.
"Para pelaku korupsi dihukum berat sebagai efek jera tentu kami sepakat," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 28 Maret 2022 lalu.
Ali mengatakan hukuman mati sudah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Penuntutan hukuman mati bisa diterapkan oleh KPK dengan beberapa alasan tertentu sesuai aturan tersebut.
"Jaksa dalam menuntut terdakwa maupun hakim ketika memutus harus ada landasan normatifnya," ujar Ali.
Tapi KPK tidak mau terfokus dengan wacana hukuman mati untuk koruptor di atas Rp100 miliar. KPK punya cara tersendiri untuk membuat pelaku korupsi jera.
"Kebijakan pemidanaan KPK saat ini tidak hanya memenjarakan pelaku korupsi namun juga lebih fokus terkait bagaimana aset hasil korupsi dapat kembali pada negara sebagai bagian efek jera," tutur Ali.