PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kinerja DPRD Riau pada 2016 lalu cukup mengecewakan. Hal ini tidak terlepas dari target pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Celakanya, ditengah kondisi itu, DPRD Riau justru banyak melakukan kegiatan diluar DPRD, termasuk ke Luar Negeri.
Ya, tahun lalu DPRD Riau hanya mampu mengesahkan Lima Ranperda dari 32 proyeksi yang dimasukkan kedalam program legislasi DPRD. Ditengah dalam sorotan, sejumlah anggota DPRD malah melakukan "pelesiran" keluar negeri.
Peneliti kebijakan publik Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi mengatakan, harusnya DPRD Riau harus berkaca dari buruknya kinerja mereka tahun lalu.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Pada APBD 2017 terdapat beberapa kegiatan DPRD Provinsi Riau juga berpotensi memboroskan keuangan daerah sebesar Rp 174,7 miliar. Di antaranya, untuk kunjungan kerja dewan dalam/ luar negeri sebesar Rp 56,8 milyar, kunker AKD sebesar Rp 58,5 miliar, dan kegiatan reses sebesar Rp 30,4 miliar.
Lebih parah lagi, tambah Triono, terdapat biaya kunjungan kerja luar negeri pimpinan dan anggota DPRD Riau sebesar Rp28,8 miliar yang naik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2016, dana tersebut sebesar Rp 12,7 miliar dan pada 2015 sebesar Rp 7,4 miliar.
"Dari total biaya tersebut yang mencapai Rp 49 miliar selama tiga tahun terakhir, tidak terlihat sama sekali hasil yang dibawa pulang oleh anggota DPRD selain dari kegiatan foya-foya di luar negeri," ujar Triono.
Dia menerangkan, secara rinci kunker luar negeri anggota DPRD akan dilakukan untuk satu kali kunjungan. Dari 65 orang anggota, masing-masing akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 444 juta untuk satu kali kunker ke luar negeri.
"Ini jelas merupakan bentuk pemborosan yang dilakukan dewan, bahkan kunjungan luar negeri dewan akhir tahun 2016 lalu sama sekali tidak membawa dampak perbaikan terhadap kinerja dewan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar Triono.
Triono juga menyorot prilaku boros dalam belanja kebutuhan pada Gubernur dan Wakil Gubernur Riau yang dianggarkan sekitar Rp 13,5 miliar tahun 2017 ini.
Di antaranya akan digunakan untuk membiayai perjalanan dinas sebesar Rp 3,6 miliar, makan minum Rp 7,1 miliar, pelayanan rumah tangga Rp 2,2 miliar, dan pakaian dinas Rp 622 juta. "Padahal, Wakil Gubernur Riau saja belum ada sampai sekarang," kata Triono.
Triono menilai, kondisi-kondisi tersebut menunjukkan semangat efisiensi anggaran pemerintah belum tercermin dalam perencanaan anggaran daerah tahun ini.
Dia menyebut masih banyaknya anggaran yang dialokasi secara berlebihan juga sangat berpotensi menjadi ruang korupsi. Apalagi, anggaran-anggaran tersebut merupakan anggaran habis pakai yang sangat mudah untuk diselewengkan.
"Fitra Riau juga menilai Kementerian Dalam Negeri yang bertugas melakukan verifikasi atas rancanangan APBD pemerintah Provinsi Riau tidak serius dalam melakukan evaluasi. Faktanya, masih banyak anggaran yang dialokasikan secara berlebihan lolos dalam evaluasi tersebut," ucap dia.
Maka itu, dikarenakan belum terlambat, Fitra menyarankan kepada Gubenur Riau untuk mengevaluasi kembali perencanaan anggaran APBD 2017, memperketat anggaran perjalanan dinas serta anggaran–anggaran lain yang tidak perlu dilaksanakan pada tahun ini.
"Gubenur Riau harus melakukan realokasi anggaran yang syarat dengan pemborosan tersebut dan dialihkan untuk anggaran-anggaran yang lebih dibutuhkan publik," kata Triono.