![]() |
Kebakaran lahan di area TNTN.
|
PELALAWAN (CAKAPLAH) - Kepala Balai Heru Sutmantoro, S.Hut, MM sebelumnya, blak-blakan terkait kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang hanya menyisakan 13 ribu hektar dari luas total kawasan 81 ribu hektar.
Berbagai tantangan di lapangan dihadapi guna menyelamatkan hutan yang disebut-sebut sebagai penyangga paru-paru dunia itu.
Diantaranya, tantangan yang dihadapi Balai TNTN harus berhadapan dengan para cukong, orang-orang berduit, pengusaha bahkan orang penting yang memiliki kekuasaan. Selain itu pula, fakta lain terkuak soal ada oknum Kepala Desa (Kades) tepatnya, Kades Air Hitam Kecamatan Ukui, yang menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang posisinya berada di kawasan TNTN.
Kades Air Hitam Tensi Sitorus, ketika dikonfirmasi CAKAPLAH.com, melalui telepon genggamnya, tidak membantah telah menerbitkan surat keterangan tanah. Surat keterangan tanah ini katanya diterbitkan lebih 1.500 lembar, yang memang masuk di kawasan TNTN, yang berada di wilayah Desa Air Hitam.
Katanya, ribuan surat tanah yang diterbitkan itu hanya bersifat untuk melegalkan sebagai syarat diusulkan sebagai pemohon undang-undang cipta kerja (UUCK). SKT ini bukan bertujuan dasar mengusulkan pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Nah tujuan penerbitan SKT ini hanya bersifat surat keterangan saja, dasar kita sebagai pemohon diusulkan UUCK, tidak untuk syarat SHM dan surat ini lebih 1.500 lebih kita terbitkan," tegasnya.
Dengan begitu, jika legal terkait kepemilikan lahan dengan menerbitkan surat keterangan, Kades Tensi Sitorus memudahkan pihaknya melakukan identifikasi lahan, jika terjadi kebakaran hutan dan lahan.
"Jadi apabila sudah diketahui kepemilikan lahan lewat surat keterangan yang kita terbitkan, pemilik lahan memiliki tanggung jawab menjaga lahan, apalagi terjadi Karhutla," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Heru Sutmantoro, S.Hut, MM mengungkapkan secara blak-blakan terkait kondisi terkini dialami oleh kawasan TNTN yang berada di Kabupaten Pelalawan. Ia menjelaskan bahwa saat ini hutan primer di kawasan ini hanya menyisakan 13 ribu hektar dari luas total 81 ribu hektar.
Hal ini disampaikan Heru Sutmantoro, ketika CAKAPLAH.com sempat mewawancarai dirinya kemarin, terkait kondisi kawasan TNTN. Menurut dia berdasarkan data satelit yang dilakukan pada akhir tahun 2021 lalu, hutan alam atau hutan primer di kawasan TNTN terpantau hanya menyisakan 13 ribu hektar.
"Yang pasti luas total kawasan TNTN itu 81 ribu hektar dan berdasarkan identifikasi kita, kros cek ke lapangan dan berdasarkan peta satelit terbaru yakni pada akhir tahun 2021, itu memang menunjukkan ada perubahan dimana 41 ribu sudah ditanami sawit atau lebih separuh dan 28 ribu kondisi terbuka ditumbuhi semak belukar, 13 ribu hutan alam primer. Jadi jika dikatakan memang hutan alam betul 13 ribu hektar. Kondisinya, memang seperti itu saya masuk satu tahun dan lakukan identifikasi," terang Heru.
Balai TNTN, cakap Heru Sutmantoro sudah berusaha melakukan penyelamatan kawasan ini di lapangan.
Saat ini upaya yang dilakukan adalah, sebagai pengelola kawasan yakni mengindentifikasi penguasaan kebun sawit.
"Kita sudah berhasil mengidentifikasi dari 41 ribu kebun sawit 23 ribu hektar. Kita sudah mengindentifikasi atas nama siapa luasnya berapa, lokasinya dimana. Kita kita akan usulkan data yang sudah diidentifikasi ke pusat, disana nanti menggodok dan memutuskan. Dipusat ini ada satuan yang bertugas pengendali UUCK," beber Heru.
Heru Sutmantoro menambah dari kebun sawit yang sudah diidentifikasi, memiliki luas lahan bervariasi, ada yang 5 hektar, 10 hektar bahkan lebih. Tidak itu saja, bahkan hasil identifikasi yang sudah dilakukan ada juga dikuasai perusahaan, pengusaha orang-orang berduit. Bahkan katanya, data-data ini sudah banyak beredar, dikuasai si-A, si-C.
"Apalagi kemarin itu saya diteriakin, dituduh macam-macam. Kita itu menghadapi TNTN bukan menghadapi masyarakat miskin, saya itu menghadapi orang-orang kaya, orang-orang berduit, orang-orang berpengaruh yang punya kekuasaan, itulah TNTN yang dihadapi. Makanya, berat, makanya jika Pak Bupati mendukung saya susah juga," harapnya.
Apalagi di lapangan kemarin itu, kata Heru ada oknum salah satu kepala desa di lahan tersisa 13 ribu hektar ini, ternyata kepada desa tersebut menerbitkan surat tanah.
"Kemarin sudah saya surati, agar oknum kades mencabut SKT yang sudah terlanjur diterbitkan," tandasnya.
Penulis | : | Febri Sugiono |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Kabupaten Pelalawan |










































01
02
03
04
05




