Raja Thamsir Rachman mengikuti persidangan melalui video teleconference dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH)- Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa Raja Thamsir Rachman terkait dugaan korupsi pengelolaan kebun sawit ilegal oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, Senin (26/9/2022). JPU meminta hakim menolak semua keberatan terdakwa.
Persidangan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Raja Thamsir Rachman mengikuti persidangan melalui video teleconference dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru.
Saat persidangan, mantan Bupati Inhu tersebut didampingi tim penasehat hukum yang terdiri dari S Marbun SH MS, Agus Chrisman Manurung SH, dan Dr Zulkarnain SH MH. Sementara di pengadilan hadir langsung Jufri Effendi SH.
JPU dalam tanggapannya menyebutkan pokok-pokok keberatan tim penasehat hukum Raja Thamsir Rachman. Terutama terkait tempat kejadian atau locus perkara dan kaburnya dakwaan JPU.
Tim penasehat hukum Raja Thamsir Rachman menyebut jika Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara. Pasalnya, tindakan dugaan korupsi terjadi di Kabupaten Inhu.
"Kami Penuntut Umum tidak sependapat dengan keberatan yang disampaikan oleh tim penasihat hukum tersebut, sebagaimana yang telah kami uraikan di atas bahwa kewenangan mengadili perkara diatur dalam Pasal 84, 85, 86, 147 dan 148 KUHAP," kata JPU.
Dijelaskan, berdasarkan Pasal 85 KUHAP, dibuka peluang untuk dilakukan pemindahan lokasi persidangan. Untuk itu, JPU akan membuktikan perbuatan Raja Thamsir Rachman dan Surya Darmadi selaku pemilik PT Duta Palma Group.
Terkait JPU tidak cermat menyusun dakwaan, disebut Raja Thamsir Rachman selaku Bupati Inhu periode 1999 sampai Juli 2008. JPU juga mendakwa Raja Thamsir Rachman melakukan perbuatan pada 2008 hingga 2021, padahal di waktu itu terdakwa tidak lagi menjabat sebagai bupati.
Menanggapi hal itu, JPU menyebut tim penasehat hukum Raja Thamsir Rachman kurang teliti membaca surat dakwaan yang disusun JPU. Dalam dakwaan JPU, baik secara primair maupun subsidair disebutkan tempus delicti yakni pada hari dan tanggal yang tidak dipastikan lagi sejak 2004 sampai 2008 dan seterusnya.
Untuk memecahkan persoalan tentang berlakunya peraturan hukum pidana atau kewenangan instansi untuk menuntut dan mengadili (bersama dengan locus delicti). memiliki arti penting bagi lex temporis delicti maupun hukum transitor, dan mengenai keadaan jiwa atau umur dari terdakwa, serta berlakunya tenggang daluwarsa.
Surat dakwaan dalam perkara a quo telah menyebutkan tempus delicti sebagaimana maksud dari ketentuan Pasal 143 KUHAP. Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam surat dakwaan harus mencantumkan selain tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti), juga harus mencantumkan juga waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti).
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, JPU memohon kepada majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Menyatakan surat dakwaan telah disusun secara cermat dan lengkap serta telah memenuhi syaraf formil maupun materil sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP.
"Menyatakan keberatan Terdakwa Drs H Raja Thamsir Rachman melalui Tim Penasihat Hukum-nya tidak dapat diterima atau ditolak untuk seluruhnya.
Melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan materi pokok perkara," ujar JPU.
Setelah mendengar tanggapan JPU, majelis hakim menunda sidang pada Senin (3/10/2022) dengan agenda pembacaan putusan sela.
Sementara itu, anggota tim penasehat hukum Raja Thamsir Rachman, Dr Zulkarnain Kadir meminta majelis hakim memberikan putusan yang sebaik- baiknya untuk kliennya.
"Kami minta majelis hakim memberikan hukuman yang sebaik-baiknya, seadil-adilnya sesuai peraturan hukum yang berlaku," tutur Zulkarnain.
Sebelumnya diberitakan, tim penasehat hukum Raja Thamsir Rachman dalam eksepsinya meminta persidangan dilakukan di Pekanbaru sesuai lotus delicti. Pasalnya kejadian peristiwa dan saksi 70 persen ada di Pekanbaru.
Selain locus, keberatan lain adalah nomor register surat dakwaan Raja Thamsir Rachman dan terdakwa Surya Darmadi itu berbeda. "Tapi kok disatukan peradilannya karena di Pekanbaru kan juga ada Pengadilan Tipikor," kata Zulkarnain usai persidangan, Senin (19/9/2022).
Zulkarnain menyebut, jika persidangan digelar di Pekanbaru, maka bisa dilakukan secara offline. Hal ini juga mempertimbangkan usai Raja Thamsir Rachman yang sudah berusia 72 tahun dan sedang menjalankan hukuman di Pekanbaru.
"Selain itu beliau itu kurang sehat dan pendengaran beliau sudah sangat berkurang. Makanya kalau online itu sangat terbatas kita, untuk menjalani sidang," kata pria yang akrab disapa ZK.
Eksepsi kedua, adalah pihaknya menilai bahwa dakwaan jaksa dalam kasus ini terhadap Raja Thamsir Rachman adalah kabur. Menurutnya, masa jabatan Raja Thamsir Rachman sebagai Bupati Inhu berakhir pada 2008 silam.
Saat itu, Raja Thamsir Rachman mengundurkan diri dari jabatan bupati karena mengajukan diri sebagai calon gubernur. Selanjutnya, jabatan Bupati Inhu dilanjutkan oleh Mujtahid Thalib dan diteruskan dengan Yopi Arianto selama dua periode.
"Nah, dalam surat dakwaan jaksa itu, ada beberapa surat, surat keputusan yang ditandatangani oleh bupati setelah Pak Thamsir, baik itu Pak Mujtahid Thalib maupun Pak Yopi Arianto. Ada izin lahan, izin usaha yang ditandatangani setelah masa Pak Thamsir. Tapi dalam surat dakwaan itu, kesalahan semua ditujukan ke Pak Thamsir. Padahal Pak Thamsir sudah habis masa jabatannya pada 2008," tutur Zulkarnain.
Dengan ketidakcermatan dakwaan jaksa, kata Zulkarnain, pihaknya memohon kepada hakim untuk dapat membatalkan dakwaan tersebut batal demi hukum. "Kami berharap ada putusan sela yang adil dari Pak Hakim nantinya. Kami harapkan dari eksepsi ini Pak Thamsir Rachman bebas," kata dia.
Dalam surat dakwaan JPU disebutkan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Surya Darmadi dan Raja Thamsir Rachman, dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Inhu yang diperkirakan menyebabkan kerugian sebesar Rp86,547.386.723.891.
JPU menyatakan usaha perkebunan sawit yang dilakukan PT Duta Palma memperkaya terdakwa Surya Darmadi sebesar Rp 7.593.068.204.327 dan USD 7.885.857,36 atau bila dikurskan Rp 117.460.633.962,94). Totalnya Rp 7.710.528.838.289.
Kerugian keuangan negara Rp 4.798.706.951.640 dan USD 7.885.857,36 atau bila dikurskan saat ini adalah Rp 117.460.633.962,94). Totalnya adalah Rp 4.916.167.585.602. Sementara, kerugian perekonomian yang ditimbulkan adalah Rp 73.920.690.300.000.
Atas perbuatan itu, JPU menjerat Terdakwa Surya Darmadi dengan pasal berlapis. Yakni pasal Kesatu, Primair : Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UUU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dan Kedua, Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Ketiga, Primair : Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Subsidair : Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Terdakwa Raja Thamsir Rachman didakwa oleh JPU dengan Pasal : Primair : Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.