PEKANBARU (CAKAPLAH) -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengambil alih penanganan dua perkara dugaan korupsi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Kebijakan itu dilakukan atas perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Perkara tersebut adalah dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Enok tahun 2013 dan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) PT Gemilang Citra Mandiri (GCM) tahun 2004 hingga 2006 sebanyak Rp4,2 miliar.
Sebelumnya kedua perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Inhil. Sejumlah tersangka bahkan telah ditetapkan oleh jaksa penyidik di Seksi Pidana Khusus Kejari Inhil.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Inhil, Haza Putra, membenarkan telah diambil alihnya penanganan kasus tersebut. "Benar. Penyertaan modal, termasuk Jembatan Enok " ujar Haza, Rabu (28/9/2022).
Terpisah, Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Khusus Kejati Riau, Rizky Rahmatullah, menyebut diambilalihnya penanganan dugaan korupsi itu berdasarkan perintah Jaksa JAM Pidsus Kejagung. "Iya dua perkara itu kami ambil alih, ini perintah dari JAM Pidsus," kata dia.
Rizky mengatakan, pihaknya akan kembali melakukan penyidikan ulang untuk menguatkan terjadinya dugaan korupsi tersebut. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani oleh Kajati Riau, Dr Supardi. "Kami sidik ulang," tegasnya.
Pada perkara korupsi pembangunan Jembatan Enok, sebelumnya Kejari Inhil telah menetapkan tiga orang tersangka, Katiran, Muhammad Hatta, dan Erianto P Sianturi. Mereka adalah pegawai di Unit Layanan Pengadaan.
Tidak terima, ketiga tersangka mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tembilahan. Hakim tunggal Pengadilan Negeri Tembilahan, menerima permohonan para tersangka dan menyatakan status tersangka mereka tidak sah.
Begitu juga dalam perkara dugaan korupsi penyertaan modal pada BUMD Inhil PT GCM. Kejari Inhil sebelumnya telah menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan dan Direktur PT GCM Zainul Ikhwan.
Pasca diperiksa, tersangka Zainul Ikhwan langsung ditahan dan dititipkan di Lapas Kelas IIA Tembilahan. Selang beberapa hari kemudian, giliran Indra Muchlis dijebloskan ke penjara usai diperiksa sebagai tersangka.
Tidak terima, Indra Muchlis mengajukan gugatan praoeradilan ke Pengadilan Negeri Tembilahan. Gugatan itu didaftarkan pada 21 Juni 2022 dengan nomor perkara nomor Pid.Pra/2022/PN Tbh.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Tembilahan Janner Christiadi Sinaga yang mengadili, mengabulkan permohonan Indra Muchlis, serta menyatakan penetapan tersangka itu tidak sah.
Saat tahap penyidikan umum perkara ini, jaksa telah memeriksa sebanyak 40 saksi dan 2 orang ahli. Jaksa juga melakukan penyitaan terhadap beberapa dokumen terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini.
Penyidik menemukan ada indikasi kuat perbuatan melawan hukum terkait dengan pendirian dan penggunaan uang di PT GCM. Ini dinilai telah melanggar ketentuan Undang-undang sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi di PT GCM sebesar Rp4,2 miliar ini telah diusut sejak 2011. Barulah pada tahun 2022 ini, jaksa mendapati siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
PT GCM didirikan melalui akte notaris nomor 20 tanggal 27-12-2004 yang bergerak di bidang usaha perdagangan, pertanian, perindustrian, pemberian jasa dan pembangunan dengan tahapan modal awal yang dialokasikan melalui APBD Inhil sebesar Rp4,2 miliar.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Indragiri Hilir |