

![]() |
Menurut Peneliti Indef, kenaikan bantuan Kartu Prakerja 2023 hanya menguntungkan platform karena insentif uang yang diterima peserta berkurang. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra).
|
(CAKAPLAH) - Ekonom Indef Nailul Huda mengkritik kebijakan program Kartu Prakerja 2023 yang menaikkan bantuan untuk pelatihan, namun mengurangi insentif uang tunai yang diterima peserta.
Ia menegaskan program bantuan yang ditujukan untuk pekerja yang terkena PHK tersebut jelas merugikan peserta.
Hal ini dikarenakan, meski nilai bantuan tahun depan naik menjadi Rp4,2 juta, namun insentif yang bakal masuk kantong peserta makin kecil dibandingkan tahun ini.
"Insentif langsung buat peserta yang berkurang menjadi catatan. Cukup merugikan bagi peserta yang (skema) sekarang ini," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/10).
Nilai bantuan Kartu Prakerja 2023 memang naik menjadi Rp4,2 juta, dengan rincian biaya pelatihan sebesar Rp3,5 juta, insentif pasca pelatihan Rp600 ribu yang akan diberikan sebanyak 1 kali, serta insentif survei sebesar Rp100 ribu untuk dua kali pengisian survei.
Sementara, nilai bantuan tahun ini sebesar Rp3,55 juta per peserta terdiri dari biaya pelatihan Rp1 juta, insentif pasca pelatihan Rp2,4 juta yang diberikan sebanyak empat kali selama empat bulan (Rp600 ribu per bulan), dan insentif survei Rp150 ribu.
"Jadi, sangat menyayangkan pengurangan ini. Ditambah badai PHK tengah dan akan terjadi ke depan," imbuhnya.
Selain itu, ia juga memberikan catatan untuk biaya pelatihan yang naik lebih dari tiga kali lipat dari Rp1 juta menjadi Rp3,5 juta. Padahal, pelatihan dilakukan secara hybrid.
Menurutnya, jika biaya pelatihan sudah diberikan sangat besar seharusnya pelatihan dilakukan secara offline/luring. Sebab, jika dilakukan dengan online, maka sama saja memberikan keuntungan tersembunyi bagi platform pelatihan kerja.
"Kalau pelatihannya masih online, dengan biaya pelatihan Rp3,5 juta ya menguntungkan platform pemberi pelatihan secara online. Karena biaya pembuatan pelatihan cukup murah kalau untuk online. Makanya, seharusnya sih offline atau tatap muka pelatihannya," jelasnya.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet punya pendapat berbeda. Ia menilai kenaikan biaya pelatihan yang ditetapkan pada tahun depan sudah tepat.
Sebab, dia menilai kebijakan ini sebagai langkah pemerintah untuk menyelesaikan kondisi ketenagakerjaan yang selama ini menjadi 'PR' besarnya.
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dinilai memang perlu lebih ditingkatkan lagi skill atawa keahliannya. Tengoklah, selama ini banyak pekerjaan yang membuka peluang tapi kemampuan SDM kurang.
"Di tahun depan, pemerintah berupaya untuk dapat mengembalikan kondisi ketenagakerjaan ke posisi yang lebih baik. Salah satu bentuknya dengan mendorong tingkat pengangguran ke level yang lebih rendah. Tentu untuk mendorong angkatan kerja bisa kembali masuk ke lapangan kerja, diperlukan skill yang memang cocok untuk lapangan kerja yang tersedia," jelas Rendy.
"Sehingga, saya kira dalam upaya menuju kesana, alasan pemerintah dalam menaikkan anggaran Kartu Prakerja menjadi masuk akal," lanjut dia.
Meski demikian, Rendy memberikan catatan bahwa program ini harus dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja oleh pemerintah. Dengan begitu, tujuannya guna mengurangi pengangguran melalui program ini bisa terlaksana.
Selain itu, ia juga berharap pelatihan yang tersedia di program Kartu Prakerja lebih beragam dan bisa disesuaikan dengan lapangan pekerjaan yang memiliki peluang besar.
"Pemerintah juga perlu sigap dalam program penciptaan lapangan kerja, sehingga nantinya lulusan dari program ini bisa terserap ke lapangan kerja yg tersedia. Lalu beberapa pelatihan juga perlu tersedia untuk beragam skill yang dibutuhkan dari beragam industri," tandasnya.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Ekonomi |





































01
02
03
04
05





