Menkeu Kwasi Kwarteng (kiri) dan PM Inggris Liz Truss (kanan). Ekonomi Inggris makin kacau karena inflasi dan kenaikan bahan pokok. Foto: AFP/OLI SCARFF
|
(CAKAPLAH) - Ekonomi Inggris kian merosot imbas tingginya harga bahan pokok hingga imbas perang Rusia-Ukraina. Kondisi itu membuat ekonomi Britania Raya di ambang resesi. Ada sejumlah fakta-fakta menjelang Inggris krisis.
Inggris diketahui tengah berhadapan dengan krisis biaya hidup. Banyak warga memilih untuk mengurangi makan hingga menjadi pekerja seks demi bisa membeli bahan bakar minyak (BBM) dan membayar tagihan listrik yang terus meroket.
Kantor Statistik Nasional (ONS) mencatat laju ekonomi Inggris turun 0,3 persen pada Agustus 2022 atau di bawah ekspektasi pasar. Angka pertumbuhan Juli juga direvisi ke bawah dari 0,2 persen menjadi 0,1 persen.
Inflasi pada Agustus mencapai 9,9 persen, mendekati puncak 40 tahun karena tagihan energi meroket imbas perang Ukraina.
ONS menambahkan produksi minyak dan gas turun karena lebih banyak pemeliharaan musim panas di Laut Utara dari biasanya pada Agustus lalu. Pada saat yang sama, sektor manufaktur juga menyusut.
Berikut fakta-fakta kondisi ekonomi Inggris di tengah krisis yang melanda negara yang berlambang bendera Union Jack itu.
PM Inggris Pecat Menkeu Baru Jabat 38 Hari
Di tengah situasi ekonomi Inggris yang belum membaik, Perdana Menteri Inggris Liz Truss memecat Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng, pada Jumat (14/10). Kwarteng mengkonfirmasi sendiri pemecatannya itu di media sosialnya.
Pemecatan terjadi kala pemerintahan Truss terus menghadapi tekanan dalam menangani kenaikan biaya hidup, inflasi, dan ancaman resesi yang semakin di depan mata.
Baru-baru ini, Truss menerapkan sejumlah kebijakan ekonomi yang cukup kontroversial bagi para elit Inggris, terutama soal rencana memotong tarif pajak penghasilan.
Pada 23 September lalu, Truss dan Kwarteng mengumumkan strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan selama beberapa tahun terakhir.
Strategi itu mencakup pemangkasan tarif pajak hingga 45 persen dan meningkatkan pinjaman pemerintah.
115 Ribu Karyawan Pos Tuntut Naik Upah
Sebanyak 115 ribu pekerja pos Royal Mail di Inggris menggelar aksi mogok kerja mulai Kamis (13/10), menuntut kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik di tengah lonjakan biaya hidup.
Mogok kerja berlangsung selama 19 hari atau bertepatan dengan puncak musim belanja liburan, termasuk Black Friday, dan Cyber Monday.
Pemogokan adalah yang terbaru dalam gelombang aksi industri di Inggris tahun ini. Staf kereta api, sopir bus, dan pengacara termasuk di antara kelompok pekerja yang mogok untuk menuntut kenaikan upah karena inflasi yang membumbung tinggi merusak standar hidup.
Ancaman PHK 6 Ribu Karyawan Inggris
Royal Mail, layanan pos Inggris mewanti-wanti akan memangkas (PHK) 5.000 sampai 6.000 orang karyawan pada Agustus tahun depan, akibat perselisihan dengan serikat pekerja.
Royal Mail diketahui mengalami kerugian operasional sebesar 219 juta poundsterling pada semester pertama 2022 dan kerugian untuk tahun ini diperkirakan sekitar 350 juta poundsterling.
Kerugian itu bisa melonjak hingga 450 juta poundsterling tahun ini jika pelanggan terus beralih ke layanan perusahaan lain.
Krisis Gas Akibat Perang Rusia-Ukraina
Krisis biaya hidup di Inggris makin menjadi-jadi menjelang masuk musim dingin, namun terjadi pembatasan ekspor gas alam cair yang dilakukan Rusia terhadap negara-negara di Eropa.
Krisis gas yang terjadi di negara ini benar-benar membuat warganya menderita.
Biaya hidup dan tagihan listrik melambung naik, akibatnya banyak warga yang kalang kabut mencari uang untuk membayar kebutuhan hidup yang makin meroket.
Warga Inggris Alih Profesi Jadi Pekerja Seks
Juru bicara organisasi English Collective of Prostitutes, Niki Adams mengungkapkan hal ekstrim lain yang dilakukan warga Inggris adalah alih profesi menjadi pekerja seks komersial.
Adams menyebut bahwa, "Harga biaya hidup yang tinggi memaksa perempuan melakukan pekerjaan seks dengan berbagai cara, entah di jalan ataupun secara virtual," dikutip dari situs resmi lembaga itu.
"Apa yang kami lihat saat ini adalah orang-orang bekerja di sana karena putus asa," kata Niki.
Krisis di sejumlah negara Eropa kian parah imbas perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai. Rusia juga telah membatasi ekspor gas alam cair mereka ke negara-negara di Eropa.
Kondisi ini membuat pemerintah di zona Eropa menghabiskan miliaran euro untuk melindungi bisnis dan konsumen dari lonjakan tagihan.
Berdasarkan estimasi Institut Ekonomi dan Penelitian Sosial Nasional Inggris, sebanyak 1,5 juta rumah tangga Inggris bakal kesulitan membeli makanan dan membayar tagihan energi kala krisis biaya hidup ini terjadi.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional |