Perusahaan China Beli Tanah di Dekat Pangkalan Militer, AS dan Jepang Ketar-ketir Pangkalan militer Jepang di Hokkaido/Net
|
(CAKAPLAH) - Amerika Serikat (AS) dan Jepang menyatakan keprihatinannya atas tindakan perusahaan China yang membeli tanah di dekat area pangkalan pertahanan.
Sebuah laporan dari Nikkei Asia baru-baru ini menyebut perusahaan China, Fufeng Group, telah mengakuisisi sebidang tanah di Hokkaido, dekat situs radar Angkatan Udara Bela Diri Jepang. Perusahaan itu juga membeli 300 hektar lahan pertanian di dekat Grand Forks, North Dakota, Amerika Serikat (AS).
Pada Januari, Kepala Kebijakan Partai Demokrat Liberal Jepang Sanae Takaichi menyoroti pembelian tanah oleh perusahaan China ini. Lantaran tanah di Hokkaido itu hanya berjarak 35 km dari situs radar Angkatan Udara Bela Diri Jepang. Takaichi kemudian mempertanyakan apakah hal itu tidak menjadi perhatian dari keamanan nasional.
Menurut Badan Kehutanan Jepang, kepemilikan dan investasi di kawasan hutan Jepang telah meningkat 4,7 kali lipat dari 2010. Pada 2021, pembeli yang berasal dari Hong Kong, Makau, Australia, Singapura, dan AS membeli tanah di Hokkaido. Tercatat ada 19 kasus.
Bulan lalu, Ryan Ashley dan Alec Rice, perwira aktif di militer AS menggambarkan Hokkaido sebagai "sarang sejarah persaingan kekuatan besar".
"China telah lama mengakui Hokkaido sebagai permata berharga dari rantai pulau Pasifik Utara, telah memperkuat pengaruh ekonominya di kawasan itu selama beberapa dekade dan hari ini meningkatkan kerja sama militernya dengan Rusia," tulis Ashley dan Rice di Nikkei Asia.
Pada Juli, komite Kantor Kabinet mengadakan dengar pendapat dengan para ahli terkait masalah penggunaan lahan di sekitar infrastruktur yang dianggap vital bagi keamanan nasional, seperti pangkalan Pasukan Bela Diri dan pembangkit nuklir.
Namun seorang ahli mencatat bahwa wajar bagi militer asing untuk mencoba mengumpulkan informasi tentang militer lawan.
"Dalam keadaan darurat, ada kemungkinan bahwa tujuan beralih ke sabotase, terutama mengenai pembangkit nuklir," kata ahli.
Seiring dengan melemahnya perekonomian Jepang, juga semakin meningkatkan kekhawatiran akuisisi tanah oleh pihak asing.
Selain di Jepang, perusahaan China Fufeng Group juga membeli 300 hektar lahan pertanian di dekat Grand Forks, North Dakota. Baru-baru ini, kepemilikan dan investasi asing di lahan pertanian AS hampir dua kali lipat dari 2010 hingga 2020 dan juga mengkhawatirkan anggota parlemen.
Dalam surat kepada Government Accountability Office (GAO), 130 anggota parlemen AS meminta badan tersebut untuk mengetahui sejauh mana dan tren investasi asing di lahan pertanian.
Departemen Pertanian AS, pada Desember 2020, 15,2 juta hektar lahan pertanian AS dipegang oleh individu dan entitas asing, yang mewakili 2,9 persen dari semua lahan pertanian swasta.
Kanada menduduki puncak daftar dengan 12,4 juta hektar, atau 32 persen dari total, diikuti oleh Belanda, Italia, Inggris dan Jerman. China menguasai 352.140 hektar, atau kurang dari 1 persen tanah milik asing.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | RMOL.id |
Kategori | : | Internasional |