PEKANBARU (CAKAPLAH) - Mahkamah Agung (MA) RI menolak permohonan kasasi perkara investasi bodong Rp 84,9 miliar yang diajukan empat bos Fikasa Group, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). MA tetap menghukum Salim bersaudara tersebut dengan pidana 14 tahun penjara.
Keempat terdakwa adalah Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP serta Christian Salim selaku Direktur PT TGP.
"Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Terdakwa I, Bhakti Salim alias Bhakti, Terdakwa II. Agung Salim SH alias Agung, Terdakwa III, Elly Salim alias Elly dan Terdakwa IV. Christian Salim alias Christian," kata MA dalam putusannya.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Andry Simbolon, mengatakan pihaknya sudah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Kini, Pengadilan Negeri Pekanbaru menunggu salinan putusan dari MA.
"Sudah turun putusan dari MA. Bunyinya, mengadili, menolak kasasi terdakwa," ujar Andry, Selasa (1/11/2022).
Andry menyebut putusan dibacakan hakim tunggal H. Eddy Armi SH MH dengan Panitera Pengganti Kasasi, Tenri Muslinda SH MH. Putusan kasasi dibacakan Rabu, 21 September 2022, dengan nomor putusan 5136 K/Pid.Sus/2022.
Putusan MA ini menguatkan putusan PN Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi Riau. Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama dan banding menghukum Agung Salim Cs dengan pidana penjara selama 14 tahun serta denda Rp20 miliar.
Hakim juga mengabulkan permohonan ganti rugi yang diajukan saksi Archenius Napitupulu yang mengajukan permohonan ganti rugi atas nama saksi sendiri, Pormian Simanungkalit, Meli Novriyanti, Agus Yanto Manaek Pardede, Elida Sumarni Siagian, Pandapotan Lumbantoruan, Oki Yunus Gea,Timbul S Pardede dan Darto Jonson Marulianto Siagian, dengan lampirannya yang digabung dengan perkara pidana dengan total Rp84.916.000.000.
Hakim dalam putusan menyatakan sejumlah barang bukti dalam perkara ini, diserahkan kepada JPU untuk dipergunakan dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan Berkas Perkara nomor :008/I/RES.1.11/2022/Dittipideksus atas nama Agung Salim Cs.
Andry menyebut, jika salinan outusan telah diterima, maka akan diberitahukan kepada JPU serta terdakwa. "Kalau berkasnya sudah sampai sini (PN Pekanbaru) segera diberitahukan ke Penuntut Umum, terdakwa di LP (Lapas) sedangkan barang bukti dikembalikan ke Penuntut Umum," tutur Andry.
Terkait apakah nantinya, barang bukti itu bisa dieksekusi, Andry menjelaskan masih menunggu perkembangan. Apalagi Agung Cs yang kini sudah berstatus terpidana masih bisa melakukan upaya PK (Peninjauan Kembali).
"Kalau sudah kasasi sudah inkrah. Kalau PK itu kan upaya hukum luar biasa. Dalam upaya hukum luar biasa, karena mereka (para terpidana) melakukan upaya hukum yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap," imbuh Andry.
Dengan demikian, sudah bisa dilakukan eksekusi. "Namun biasanya ada yang menunggu upaya PK dulu untuk eksekusi.Takutnya putusannya PK nya berubah dan sebagainya. Tapi biasanya itu jarang. Dilihat dulu dinamisasinya. Kita tunggu saja," pungkas Andry.
Terkait putusan MA, salah satu korban, Archenius Napitupulu mengungkap rasa syukurnya. Putusan hakim sudah mewakili nilai keadilan para korban.
"Kita bersyukur dengan ditolaknya kasasi para terdakwa. Harapan kita juga agar kerugian kami para korban bisa dikembalikan," harap Archenius.
Untuk mengingatkan, Perbuatan itu berawal ketika itu PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak di bidang properti serta perhotelan sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan. Pada saat itu terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.
Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT WBN dan PT TGP. Kemudian Agung menyuruh Maryani (berkas perkara terpisah) menjadi Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (Fikasa Group).
Dengan menggunakan company profil Fikasa Grup yaitu PT WBN dan PT TGP, Maryani pada sekitar bulan Oktober 2016 mendatangi korban Archenius Napitupulu, warga Pekanbaru. Ia menawarkan investasi dengan bunga 9 persen sampai 12 persen per tahun dengan cara menjadi pemegang Promissory Note PT WBN dan PT TGP.
Saat menawarkan Promissory Note atas nama PT WBN dan PT TGP kepada masyarakat di Pekanbaru, Maryani menyampaikan Fikasa Grup menghimpun dana dengan menerbitkan Produk Tabungan berbentuk Promissory Note dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga bank pada umumnya.
Maryani menjelaskan, bahwa produk tabungan berbentuk Promissory Note ini sama dengan produk deposito bank pada umumnya. Di mana, nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu, kemudian nasabah mendapatkan bunga dalam rate yang tetap (fixed rate) sebagaimana telah disepakati dan pokok dijamin kembali pada waktu jatuh tempo," jelasnya.
Maryati menyebut, jika bunga deposito pada bank umumnya berkisar 5 persen per tahun, maka Fikasa Group bisa memberikan bunga 6 sampai 12 persen per tahun, sehingga tabungan berbentuk Promissory Note ini lebih menguntungkan.
Selain tabungan berbentuk deposito promissory note, Fikasa Group menawarkan penempatan dana dalam jangka waktu tertentu. Korban juga dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin.
Maryani menjelaskan, Fikasa Group dimiliki oleh konglomerat keluarga Salim (terdakwa Agung Salim, terdakwa Bhakti Salim, terdakwa Elly Salim, dan terdawka Christian Salim). Disebutkan, tabungan berbentuk deposito Promissory note Fikasa Group mempunyai izin dari Bank Indonesia/OJK
Dengan kepiawaiannya selaku Marketing Freelance Fikasa Group, Maryani dari tahun 2016 sampai 2019, berhasil mendapatkan nasabah dari masyarakat dan menempatkan dana di PT WBN dan PT TGP dengan menyetorkan dana dengan cara transfer ke rekening PT WBN. Ada 3 nomor rekening, masing-masing ke BCA, CIMB Niaga, serta Bank Mandiri.
Pada beberapa Promissory Note PT WBN dari para korban, ternyata dana yang ditransfer bukan ke PT WBN melainkan ke rekening PT Inti Putra Fikasa pada ketiga bank itu. Setelah itu, para nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa perjanjian promissory note dan certificate yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan, dan tanggal jatuh tempo.
Dokumen itu ditandatangani terdakwa Bhakti Salim, juga terdakwa Agung Salim, terdakwa Elly Salim, serta terdakwa Christian Salim. Sebanyak 10 nasabah yang menempatkan dananya di PT WBN dan PT TGP juga diminta menandatangani bukti perjanjian itu.
Seharusnya dana digunakan untuk operasional dan modal pengembangan usaha dari PT WBN dan PT TGP,, justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group. Di antaranya, untuk usaha air minum dan perhotelan dengan badan hukum berbeda tanpa ada persetujuan nasabah.
"Hasil keuntungan dari usaha tersebut masuk ke perusahaan group Fikasa, juga ke rekening pribadi terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan Maryani. Hal ini dapat dilihat dari aliran uang keluar dan masuk atas nama PT WBN Bulan Oktober tahun 2016 sampai dengan bulan September 2020," papar JPU.
Sementara para nasabah yang sudah menanamkan modal tidak mendapatkan keuntungan. Mereka meminta uang dikembalikan dan dijanjikan para terdakwa dibayar pada 25 Maret 2020 tapi hingga kini uang tersebut belum dikembangkan.