Dr. H. Biryanto
|
Pemerintahan Desa merupakan unit pemerintahan terkecil dalam hierarki pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, definisi desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Lebih lanjut dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa seiring perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan berkelanjutan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Di sisi lain, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa masih terdapat berbagai permasalahan yang salah satunya adalah belum optimalnya pengelolaan keuangan desa.
Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, kasus penyelewengan dalam pemanfaatan dan penggunaan dana desa di Indonesia dari tahun 2012 hingga tahun 2021 mencapai 601 kasus dan melibatkan 686 oknum kepala desa (republika.co.id, 26/9). Angka ini tentu sangat memprihatinkan di tengah gencarnya usaha Pemerintah Pusat dalam mewujudkan Good Governance dan Clean Government dalam penyelenggaraan pemerintahan di semua tingkatan.
Beberapa kasus terbaru terkait penyalahgunaan dana desa telah banyak diberitakan di berbagai media massa. Melansir berita dari mediaindonesia.com (24/11), disebutkan bahwa mantan kepala desa dan sekretaris desa di Desa Sukasetia, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana desa. Kasus yang terjadi berkaitan dengan pekerjaan pengaspalan jalan dan pembangunan gedung olah raga desa yang dalam pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
Kasus baru lainnya juga terjadi di salah satu desa yang ada di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Sumber dari kompas.com (20/9) menyebutkan, berdasarkan perhitungan kerugian dari Kejaksaan Negeri Blora, oknum kepala desa tersebut diduga melakukan korupsi dana desa tahun anggaran 2019 sampai dengan tahun 2021 sebesar Rp 648.422.394. Menindaklanjuti dari kasus dimaksud, Pemerintah Kabupaten Blora, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan proses pemberhentian jabatan oknum kepala desa yang terjerat kasus korupsi tersebut.
Selanjutnya mengutip berita dari detik.com (13/9) diketahui pula bahwa seorang mantan Kepala Desa Lukit di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyimpangan dana desa sebesar Rp 341 juta. Awal kasus tersebut bermula ketika diketahui bahwa oknum mantan kepala desa tersebut diduga tidak melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan dalam pelaksanaan belanja desa yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Berdasarkan hasil audit, diketahui terdapat mark up belanja, kelebihan bayar, dan tagihan pajak yang tidak dibayar, hingga realisasi pertanggungjawaban belanja pun tidak dilakukan.
Berbagai kasus penyalahgunaan dana desa yang telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia tersebut, menjadi warning bagi kita semua, khususnya bagi penyelenggara pemerintahan desa agar dapat mengelola keuangan desa dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah sendiri sebenarnya telah berupaya untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan dana desa dengan mengeluarkan berbagai peraturan dalam pengelolaan keuangan desa. Salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang digunakan sebagai dasar hukum dalam pembahasan kebijakan dan pengelolaan keuangan desa pada tulisan ini.
Asas Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan keuangan desa didasarkan pada tiga asas, yaitu: transparan, akuntabel, dan partisipatif. Asas transparan menunjukkan bahwa keuangan desa harus dikelola secara terbuka sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak masyarakat. Penerapan asas ini akan mempermudah penyelenggara pemerintahan desa dalam mengelola keuangan desa karena adanya kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Asas akuntabel mengindikasikan bahwa pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggungjawabkan, baik dari sisi anggaran, maupun kemanfaatannya. Sedangkan asas partisipatif memberikan petunjuk bahwa dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan keterlibatan dan partisipasi dari masyarakat, terutama pada proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Ketiga asas pengelolaan keuangan desa tersebut haruslah menjadi pedoman bagi kepala desa beserta perangkat desa dalam memanajemen keuangan desa. Kepala desa tidak dapat sesuka hati dalam mengelola keuangan desa, walaupun ia dipilih secara langsung dan diberi mandat untuk memimpin pemerintahan desa. Kepala desa beserta perangkatnya hendaknya mengambil peran sebagai tokoh masyarakat yang bisa memberikan keteladanan bagi masyarakatnya, sehingga dapat menjalankan tugas dengan berintegritas dan penuh tanggung jawab. Hal yang mesti diingat bahwa keuangan desa bukanlah milik kepala desa dan perangkatnya, namun milik masyarakat yang dipergunakan untuk melaksanakan pembangunan desa guna mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera.
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) adalah kepala desa sebagai orang yang dipilih dan diberikan mandat oleh masyarakat untuk mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan desa, kepala desa memberikan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa selaku Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD). Pelimpahan sebagian kekuasaan PKPKD kepada PPKD tersebut ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Sebagai pembantu kepala desa dalam mengelola keuangan desa, PPKD terdiri dari sekretaris desa; kepala urusan dan kepala seksi; dan kepala urusan keuangan.
Memaknai peran kepala desa sebagai PKPKD dimaksudkan bahwa kepala desa adalah orang yang dipercaya memegang amanah sebagai pemimpin yang memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan desa, dan bukan untuk mengusai keuangan desa. Dalam menjalankan tugasnya sebagai PKPKD, kepala desa harus tunduk pada peraturan dan perundangan yang berlaku, dan bukan dilaksanakan dengan semaunya saja. Beberapa contoh kasus hukum pengelolaan dana desa yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa selain integritas dan moral sebagai pemimpin, seorang kepala desa juga harus mau belajar dan meningkatkan kompetensi dirinya dalam mengelola keuangan desa. Hal ini sangat penting agar kepala desa mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak terjebak oleh kepentingan diri sendiri dan pihak lain.
Selain kepala desa, peran perangkat desa sebagai PPKD pun tidak dapat dianggap ringan. Perangkat desa adalah pembantu kepala desa dalam mengelola keuangan desa dan menyelenggarakan pemerintahan desa sehari-hari. Keberhasilan kepala desa dalam mengelola keuangan desa tentunya sangat dipengaruhi dari peran perangkat desa. Oleh karenanya, perangkat desa juga harus memiliki integritas dan moral sebagai PPKD dan pelayan masyarakat desa. Di sisi yang lain, perangkat desa juga harus senantiasa mengembangkan kompetensinya terutama dalam hal-hal teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Terdapat tiga unsur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yaitu: pendapatan desa, belanja desa, dan pembiayaan desa. Pendapatan desa adalah semua penerimaan desa dalam satu tahun anggaran yang menjadi hak desa dan tidak perlu dikembalikan oleh desa, yang terdiri dari: pendapatan asli desa, transfer; dan pendapatan lain. Belanja desa adalah semua pengeluaran yang merupakan kewajiban desa dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dapat diklasifikasikan atas empat bidang yaitu: penyelenggaraan pemerintahan desa; pelaksanaan pembangunan desa; pembinaan kemasyarakatan desa; pemberdayaan masyarakat desa; dan penanggulangan bencana, keadaan darurat dan mendesak desa. Selanjutnya, pembiayaan desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya, yang terdiri dari: penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Pada pasal 39 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 menyebutkan bahwa kepala desa menyampaikan informasi mengenai APB Desa kepada masyarakat melalui media informasi, paling sedikit memuat tentang APB Desa, pelaksana kegiatan anggaran dan tim yang melaksanakan kegiatan, dan alamat pengaduan. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi saat ini, maka kepala desa tentunya memiliki banyak pilihan untuk menggunakan berbagai media informasi untuk menginformasikan tentang APB Desa. Selain media cetak yang biasanya ditempelkan di kantor desa, kepala desa juga dapat memanfaatkan media elektronik atau digital sehingga informasi dapat diterima dengan cepat dan luas oleh masyarakat. Hal ini tentunya mendorong terlaksananya asas transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Pengelolaan dan Sistem Informasi Keuangan Desa
Pengelolaan keuangan desa memiliki lima tahapan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan desa dilakukan dengan basis kas, yaitu pencatatan transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan dari rekening kas desa. Menurut Pasal 29 Ayat 3 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, pengelolaan keuangan desa dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi yang dikelola Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2015 Kemendagri bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah mengembangkan aplikasi tata kelola pengelolaan keuangan desa melalui Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Selain itu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan sinergi dengan BPKP juga dalam mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Akuntansi Badan Usaha Milik Desa (SIA BUMDes) yang dimulai sejak tahun 2016.
Aplikasi dan sistem yang dikembangkan tersebut bertujuan untuk memperkuat pengawasan internal dalam pengelolaan keuangan desa dan mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Selain itu dengan adanya aplikasi dalam pengelolaan keuangan desa diharapkan dapat mempermudah kepala desa dan perangkat desa dalam melaksanakan pengelolaan desa, mulai dari proses perencanaan hingga ke tahap pertanggungjawaban. Untuk itu aplikasi Siskeudes maupun SIA BUMDes ini didesain sesederhana mungkin dan user friendly untuk mengantisipasi keberagaman kondisi dari setiap desa.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa dan Inspektur Jenderal Kemendagri. Pembinaan dan pengawasan juga dilakukan oleh pemerintah provinsi terhadap pemberian dan penyaluran dana desa, alokasi dana desa, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, dan bantuan keuangan kepada desa. Sedangkan bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yang dikoordinasikan dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Daerah kabupaten/kota. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan secara berlapis ini diharapkan dapat terlaksana dengan efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam pengelolaan keuangan desa.
Beberapa kebijakan dan pengelolaan keuangan desa yang telah diuraikan sebelumnya hendaknya dapat dipahami oleh setiap kepala desa dan perangkat desa agar pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dapat dijalankan dengan optimal. Peran kepala desa sebagai pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa yang bersih dan baik, serta pengelolaan keuangan desa yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Begitu pula dengan peran perangkat desa sebagai penopang dan pelaksana pemerintahan desa, harus memiliki karakteristik sebagai aparatur yang berjiwa melayani dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Berikutnya adalah masyarakat yang memiliki peran strategis yaitu sebagai garda terdepan dalam melakukan pengawasan secara langsung terhadap pengelolaan keuangan desa. Peran aktif, partisipasi, dan dukungan dari semua pihak tentunya diharapkan dapat menjamin terlaksananya pengelolaan keuangan desa yang berkualitas.
Penulis | : | Dr. H. Biryanto (Senior Trainer BPSDM Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |