
![]() |
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Setelah 4 tahun berjalan, program Sustainable Management Of Peatland Ecosystems In Indonesia (SMPEI) atau Manajemen Pengelolaan Ekosistem Gambut di Provinsi Riau resmi ditutup.
Program SMPEI dinilai berhasil dalam menjaga gambut dari kebakaran, dan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat.
Program SMPEI merupakan suatu perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan dengan metode pembahasan melalui pembangunan sekat kanal, kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan lembaga Dunia Internasional Fund For Agricultural Development (IFAD).
Sedangkan IFAD sendiri merupakan organisasi internasional yang menaruh perhatian pada masalah pertanian di negara berkembang dengan memberikan soft loans dagrants untuk proyek-proyek lingkungan hidup dan pertanian.
Program SMPEI di Provinsi Riau sendiri dilaksanakan di tiga kabupaten, yakni Pelalawan, Indragiri Hulu (Inhu), dan Indragiri Hilir (Inhil). Dimana program ini tersebar di 14 desa di tiga kebupaten tersebut.
Penutupan program tersebut ditandai dengan Closing Ceremony SMPEI Project, Kamis (1/12/2022) di Hotel The Preimere Pekanbaru.
Closing Ceremony SMPEI di Riau ditutup Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Ir Sigit Reliantoro MSC dan dihadiri oleh Gubernur Riau Syamsuar dihadiri Staf Ahli Gubernur Fauzan Tambusai.
Dirjen Sigit Reliantoro mengatakan, program SMPEI merupakan kerjasama Indonesia dengan Global Environmental Facility (GEF) dan dilaksanakan oleh IFAD itu sudah berjalan 4 tahun di Provinsi Riau.
"Tujuan dari program ini melakukan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan, baik mulai dari kegiatan di lapangan, sistem monitoring sampai dengan pembuatan kebijakan. Tadi sudah disampaikan kegiatan fisik ada 331 sekat kanal yang dibangun oleh masyarakat, dan ada penghidupan masyarakat. Kemudian ada juga fasilitas pompa air minum, dan pompa pemadam kebakaran yang dibangun di sana," katanya.
Lebih lanjut Sigit menjelaskan, program SMPEI bermaksud agar masyarakat bisa menyelesaikan persoalannya sendiri, dengan membentuk kelompok - kelompok masyarakat.
"Jadi mereka menyusun rencana apa yang akan dilakukan untuk pencegahan terjadinya kebakaran. Seperti tadi mereka menanam nanas, membangun budidaya perikanan dan lainnya. Itu semua tujuannya adalah menjaga tingginya permukaan air tanah agar tetap terjaga kebasahannya. Sehingga tidak terjadi kekeringan dan tidak terjadi kebakaran di lahan gambut," terangnya.
Disinggung program SMPEI dinilai berhasil dan ada permintaan dari masyarakat agar dilanjutkan, Budi menyatakan, memang program ini sangat diapresiasi di leve GEF dan internasional, bahwa program ini salah best practice restorasi lingkungan yang bisa menyelesaikan persoalan ekonomi dan juga konflik di tingkat tapak.
"Memang ada keinginan agar kami tetap melanjutkan, tapi tentu nanti bentuknya yang berbeda, karena level kesadaran masyarakat sudah meningkat. Yang perlu ditingkatkan mungkin bagaimana memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh kegiatan SMPEI ini. Karena semakin luas pemasaran, maka akan semakin mudah akses ke finansial, dan masyarakat semakin mandiri. Kalau memang program ini dilanjutkan, mungkin strateginya akan berbeda," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Ir Sri Parwati Murwani Budisusanti MSC menambahkan, jika program SMPEI di Riau yang dibiayai oleh GEF itu dilaksanakan di tiga kabupaten, dan tersebar di 14 desa.
Sri mengatakan, kegiatan SMPEI ini adalah untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Riau. Setidaknya ada tiga komponen kegiatan, yaitu peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat tapak, pemantauan perhitungan penurunan gas rumah kaca dari kegiatan pemulihan ekosistem gambut, dan terkahir desa mandiri peduli gambut.
"Itu adalah meningkatkan peran aktif masyarakat dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Jadi desa mandiri gambut ini terdapat beberapa kegiatan, pertama Rewetting pembasahan gambut dengan pembangunan sekat kanal, sarana pemantauan tinggi air permukaan tanah," katanya.
Kedua, rehabilitasi dan revitalisasi dengan penanaman, yang terdapat tiga sisa tanaman berdasarkan umur. Yaitu tanaman jangka pendek seperti cabai, bayar dan lainnya. Tanaman jangka menengah, seperti nanas, pisang, ubi. Sedangkan jangka panjang tanaman pohon, seperti petai, jengkol, durian dan lainnya yang pohonnya tidak ditumbang namun buahnya yang dipanen.
"Kegiatan penanaman ini digabungkan dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Makanya ada tanaman jangka pendek, menengah, dan panjang. Jadi menunggu tanaman yang besar, masyarakat bisa menghasilkan cabai dan lainnya," terangnya.
Kemudian kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat dilakukan dengan budidaya ikan, ternak ayam, dan penyediaan air bersih dan air minum kemasan. Dimana ada tiga desa yang membangun instansi air minum.
"Jadi yang dulu mencair air bersih itu susah, sekarang sudah lebih dekat dan murah. Itu yang dialoh air gambut menjadi air minum yang layak konsumsi," ujarnya.
Lebih lanjut Sri menyampaikan, jika kegiatan SMPEI di Riau berjalan lancar, bahkan GEF selaku pemberi pendaan mengakui bahwa kegiatan ini project yang terbaik.
"Karena kegiatan ini banyak melibatkan pemangku kepentingan bisa dirangkul bersama, yang hasilnya bisa kita lihat seperti saat ini. Namun tantangannya bagaimana bisa menjaga keberlanjutan kedepannya. Artinya jangan ketika program selesai, terus kegiatannya tutup. Itu tantangan yang harus kita hadapi bersama," tukasnya.
Keberhasilan SMPEI Project ini juga diakui Gubernur Riau Syamsuar yang diwakili Staf Ahli Gubernur, Fauzan Tambusai saat menghadiri acara Closing Ceremony SMPEI. Dia mengatakan, bahwa Pemerintah Provinsi Riau berterima kasih pada KLHK dan pihak terlibat dalam program tersebut selama empat tahun terakhir.
''Terima kasih atas penyelenggarakan SMPEI di Riau. Ini merupakan momen kita untuk sama-sama untuk menyelamatkan ekosistem gambut. Usaha pertanian yang berwawasan lingkungan selama ini yang telah dilaksanakan selama empat tahun terakhir sudah berhasil,'' kata Fauzan membacakan sambutan Gubernur Riau
SMPEI ini, menurut Fauzan, juga menjadi momen untuk mempersiapkan SDM mengadapi isu lingkungan. Hingga ke depannya ada sinergi untuk terus menjaga lingkungan hidup, khususnya gambut, yang dari hari ke hari semakin kompleks.
Sementara itu, Kepala DLHK Provinsi Riau Makmur Murod yang hadir kesempatan itu mengapresiasi program tersebut. Bahkan dirinya berharap program ini dapat dilanjutkan, karena memang layak.
''Kami berharap program ini dapat berlanjut. Program ini sekarang membuat gambut bukan lagi masalah seperti dulu, tapi adalah ruang hidup yang menghasilkan dan sudah dirasakan masyarakat desa. Walaupun SMPEI berakhir, program ini kami harapkan dapat terus berlanjut,'' kata Murod.
Sementara itu Kepala Desa Rambaian Hasbiardi yang desanya masuk program ini menyebutkan, sekat kanal tersebut ternyata mampu meningkatan hasil produksi perkebunan warga. Awalnya, kata dia, sebelum sekat kanal dibangun, kebun kepala warga di Indragiri Hilir (Inhil) sudah sangat tidak produktif.
''Sebelum project ini turun, ada perkebunan warga yang berdekatan dengan sekat kanal. Alhamdulillah kebun kelapa itu meningkat produktivitasnya, karena tanah kembali basah karena kanal membuat ketinggian air di lahan gambut naik,'' kata Hasbiardi.
"Tidak hanya itu, kebakaran hebat yang biasa sering terjadi sulit dipadamkan. Namun sejak ada sekat kanal, api besar yang sempat terjadi di kawasan gambut tebal tersebut dapat dengan mudah dipadamkan," tukasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Riau |

















01
02
03
04
05


