Muji Basuki
|
Hakikatnya, setiap waktu dan setiap saat kemuliaan seorang ibu harus selalu dirayakan dan diperingati. Tapi sebagai upaya menguatkan memori kolektif, bangsa Indonesia secara formal memperingati Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember.
Tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu setelah Presiden Soekarno melalui melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga saat ini. Penetapan ini didasarkan pada peristiwa penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22 s/d 25 Desember 1928 bertempat di Yogyakarta. Para pejuang wanita Indonesia dari Jawa dan Sumatera pada saat itu berkumpul di Gedung Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta. Mereka menjadi saksi sejarah berkumpulnya 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera yang kemudian melahirkan terbentuknya Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Siapakah "Ibu"?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu didefinisikan sebagai wanita yang telah melahirkan seseorang, dan atau wanita yang sudah bersuami, dan atau panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.
Dalam rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang sedang dalam tahap pembahasan di DPR, ibu didefinisikan sebagai perempuan yang mengandung, melahirkan, menyusui anaknya dan/atau mengangkat, memelihara, dan/atau mengasuh anak.
Begitulah ibu didefinisikan oleh masyarakat. Dia adalah manusia yang identik dengan kelemahlembutan, penuh kasih sayang tanpa batas dan selalu memberikan kehangatan kepada orang di sekitarnya. Wajar apabila dengan karakter ini lahir sebuah bait syair: "kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa".
Di saat yang sama, dia juga merupakan sosok manusia yang kuat dan tangguh, penyabar, memiliki komitmen dan kesabaran yang tinggi. Dengan karakter seperti ini, bisa dipahami ada kalimat hikmah yang menyebutkan: "Di balik kesuksesan seorang lelaki pasti ada wanita (baca: ibu dan atau istri) yang hebat"
Angka Kematian Ibu
Salah satu indikator kesehatan yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan untuk kaum wanita adalah indikator angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya perempuan yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan, bunuh diri atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, terdapat 7.389 kematian ibu di Indonesia pada 2021. Jumlah tersebut melonjak 56,69% dibanding jumlah kematian tahun sebelumnya sebanyak 4.627 jiwa.
Tingginya jumlah kematian ibu saat melahirkan pada tahun 2021 disebabkan oleh tertular virus COVID-19 yang mencapai 2.982 jiwa. Terdapat pula 1.320 ibu meninggal karena pendarahan, sebanyak 1.077meninggal karena hipertensi dalam kehamilan, sebanyak 335 meninggal karena penyakit jantung.
Disamping itu, juga ada 207 ibu meninggal ketika melahirkan karena infeksi, sebanyak 80 meninggal akibat gangguan metabolik, sebanyak 65 meninggal karena gangguan sistem peredaran darah, sebanyak 14 meninggal karena abortus, dan ada 1.309 ibu meninggal karena lain-lain.
Upaya pemerintah dalam mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) adalah dengan menjamin agar setiap ibu memperoleh akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, seperti layanan kesehatan ibu hamil, pertolongna persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi. Kemudian perawaan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, serta pelayanan keluarga berencana (KB) termasuk KB pasca persalinan.
Angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan tren turun sepanjang periode 1991-2015. Pada 1991, angka kematian mencapai 390 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka tersebut turun menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup.
Namun, pada 2012 angka kematian bayi kembali meningkat menjadi 359 pada 2012 dan kemudian turun menjadi 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Meskipun menunjukkan penurunan, AKI di Indonesia masih tergolong tinggi serta masih di atas target MDGS sebesar 102 pe 100 ribu kelahiran hidup.
Sekalipun demikian, di tengah upaya-upaya pemerintah untuk menekan angka kematian ibu di Indonesia, masih ada fakta yang memprihatinkan, dimana jika dibandingkan dengan angka kematian ibu negara-negara di ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke-3 negara dengan angka kematian ibu tertinggi di ASEAN, dibawah Myanmar dan Laos.
Perempuan Yang Memikul Beban Sebagai "Kepala Rumahtangga"
Dahulu, mayoritas peradaban manusia memandang kiprah kaum wanita hanyalah pada sektor domestik, yaitu berkhidmat kepada suami dan anak-anak di rumahnya masing-masing. Seiring dengan revolusi industri di Eropa, perlahan semakin banyak kaum wanita yang masuk ke lapangan kerja untuk bersaing dengan kaum lelaki.
Awalnya banyak polemik dan kontroversi dalam proses transisi sosial ini, akan tetapi secara perlahan masyarakat menemukan formula sosial yang relatif seimbang dalam menerima kehadiran kaum wanita di sektor publik. Saat ini masyarakat relatif memaklumi kaum wanita berkiprah di sektor publik, dengan catatan bahwa kaum wanita tetap dapat menjaga keseimbangan perannya antara kiprah publik dan kiprah domestik di rumah.
Secara ekonomi keluarga, tentu kiprah para ibu ikut membantu mencari nafkah akan sangat membantu kaum lelaki dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Upaya untuk saling bersinergi dan saling memahami peran dan tanggung jawab masing-masing, menjadi kunci terciptanya harmoni di tengah tuntutan peran domestik dan peran publik yang dijalaninya.
Akan tetapi, tidak sedikit kaum wanita yang karena berbagai alasan harus bekerja mencari nafkah tanpa dapat bersinergi dengan kaum lelaki, bahkan tidak sedikit kaum wanita yang bekerja mencari nafkah karena dirinya harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
Survei Sosial Ekonomi Nasional yang diselenggarakan pada Tahun 2022 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan fakta masih cukup banyak rumahtangga Indonesia dengan kepala rumahtangga perempuan.
Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, rumahtangga dengan kepala rumahtangga perempuan berada pada kisaran persentase 12 - 16 persen. Pada tahun 2012, ada 14,42% rumahtangga Indonesia dengan kepala rumah tangganya perempuan. % tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2017 ada 15,17% rumahtangga Indonesia dengan kepala rumah tangga perempuan. Dan pada tahun 2022 ini, ada 12,72% rumahtangga Indonesia dengan kepala rumahtangga perempuan. Jika ada 66 jutaan rumahtangga di Indonesia, berarti ada sekitar 8 jutaan rumah tangga di Indonesia yang di"pimpin" oleh perempuan sebagai kepala rumah tangganya.
Perempuan Pekerja
Fenomena perempuan bekerja memang menjadi topik diskusi yang hangat diperbincangkan oleh berbagai pihak, dari berbagai sudut pandang, baik sudut pandang agama maupun sudut pandang sosial ekonomi. Di tengah perbedaan sudut pandang yang berlangsung, faktanya dalam 3 tahun terakhir persentase perempuan bekerja mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), persentase perempuan yang bekerja pada bulan Agustus 2020 sebesar 49,70% dari total perempuan berusia 15 tahun ke atas, kemudian meningkat menjadi 50,08% pada bulan Agustus 2021, selanjutnya meningkat lagi pada bulan Agustus 2022 menjadi 50,33%.
Peningkatan persentase perempuan bekerja selama 3 tahun ini tentu membutuhkan analisis dan penelitian lebih dalam mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakanginya, akan tetapi disinyalir fenomena ini disebabkan karena perekonomian keluarga yang terpukul akibat krisis kesehatan dan ekonomi selama beberapa tahun terakhir, sehingga menuntut kaum perempuan untuk ikut membantu perekonomian keluarga. Tapi apapun motif seorang perempuan bekerja mencari nafkah, sepanjang mereka tetap dapat seimbang antara peran domestik keluarga dengan peran publiknya di dunia kerja, maka para lelaki yang menjadi pasangan hidup mereka wajib memberikan respek dan apresiasi yang tinggi kepada para perempuan tersebut.
Penguatan "Rahim Peradaban", Sebuah Keniscayaan
Demikian besar peran ibu dalam kehidupan manusia, wajar apabila secara teologis ibu disebut sebagai "Sang Sekolah Pertama". Ya, ibu adalah "madrasah" (baca: sekolah) untuk anak-anaknya, karena bahkan semenjak manusia masih berupa janin, sang ibu sudah memberikan pendidikan dan pengasuhan terbaik bagi janin yang ada di dalam rahimnya. Selanjutnya ketika sang anak lahir, kemudian beranjak menjadi remaja dan dewasa, sang ibu tidak pernah absen memberikan sentuhan pengasuhan, pendidikan dan doa kepada anaknya. Itulah mengapa ketika Nabi SAW ditanya seseorang tentang kepada siapa dia harus berbakti, maka 3 kali berturut turut dijawab: "ibumu, ibumu, ibumu", baru kemudian yang keempat: "ayahmu".
Di dalam tubuh seorang wanita diletakkan rahim oleh Sang Pencipta. Secara medis, terminologi rahim didefinisikan sebagai organ reproduksi wanita yang berbentuk seperti buah pir dan terletak di panggul. Organ ini bertanggung jawab untuk berbagai fungsi, seperti menstruasi, kehamilan, dan persalinan. Di rahim inilah seorang perempuan kelak akan mengandung janin anaknya selama kurang lebih 9 bulan, miracle!!
Sachiko Murata, seorang professor Studi Agama dan Budaya Timur di Universitas Stony Brook, Amerika Serikat, menyatakan bahwa sifat-sifat Tuhan Yang Maha Pencipta terhimpun dalam satu sifat utama, yaitu sifat rahim (kasih sayang). Dan Tuhan Sang Pencipta meletakkan janin manusia di sebuah tempat yang bernama rahim.
Mengacu kepada pandangan-pandangan medis maupun teologis diatas, tidak berlebihan jika ibu disebut sebagai rahim peradaban, karena dari rahimnya lah kelak akan lahir manusia yang akan mengisi dan mewarnai kehidupan umat manusia di atas bumi.
Oleh karena itu, menjadi tugas semua pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas, untuk membuat bersama-sama bersinergi melakukan pemberdayaan "para ibu" dari waktu ke waktu, baik di bidang kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi maupun keluarga, karena berdayanya seorang ibu berarti berdayanya sebuah peradaban bangsa.
Akhirnya, selamat memperingati Hari Ibu, Selamat Memperingati Hari "RAHIM PERADABAN". Ibu kuat, bangsa maju...
Penulis | : | Muji Basuki (Statistisi BPS Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |