Tan Seri Syahril Abubakar.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau versi Mubes Dumai di bawah komando Ketua Dewan Pimpinan Agung (DPA) Tan Seri Syahril Abubakar menyampaikan beberapa catatannya terhadap kinerja Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau sepanjang tahun 2022.
Syahril mengatakan, Jumat (30/12/2022), bahwa pihaknya melihat penyelenggaraan pemerintahan dari kaca mata LAM terhadap Syamsuar sebenarnya tidak ada masalah. Rutinitas berjalan, namun ada persoalan dalam pembinaan.
"Yang menjadi masalah, dalam pembinaan organisasi kemasyarakatan. Kan gubernur sebagai pembina, ini yang kita pandang bermasalah, terjadinya gonjang-ganjing organisasi masyarakat, apakah ada campur tangan gubernur. Harusnya kan gubermur sebagai pembina kita, kalau ada yang salah jangan pula gubernur yang melanggar aturan," kata Syahril sembari mencontohkan terjadinya dualisme LAM saat ini.
Kata Syahril, Syamsuar belum berbuat apa - apa bagi masyarakat adat. Terkait temuan pansus DPRD Provinsi Riau 1,2 juta lahan ilegal di Riau, sampai hari ini kemajuan progresnya dipandang Syahril sangat kecil.
"Tak selesai - selesai," kata Syahril.
Lahan ini, kata Syahril, sangat menyangkut dengan masyarakat adat. Dimana ia mengaku pihaknya telah menggesanya. Pada tahun 2018 pihaknya meminta kepada presiden, sehingga presiden mengeluarkan Inpres nomor 8 tahun 2018, tentang penataan kembali perkebunan kelapa sawit.
"Kami beranggapan, di lahan yang 1,2 juta hektar itu, kan banyak terletak di tanah ulayat. Kalau kita mau luruskan aturan mainnya, pemerintah bisa dapat pajak dari 1,2 juta hektar ini, yang hari ini pajaknya tak jelas ujung pangkal. Kami menduga, dari total itu, ada sekitar 500 ribu hektar lahan milik masyarakat adat. Kalau dikembalikan ke masyarakat adat sebagai penyertaan modalnya kepada perusahaan - perusahaan, setidaknya ada 250 ribu keluarga masyarakat adat di Riau tertolong, dapat menikmati bagi hasil dari perkebunan kelapa sawit yang tumbuh di atas tanah ulayatnya," ujarnya.
Seperti yang dilakukan presiden di Sinamanenek. Dimana, 2.800 hektar masyarakat adat yang dijadikan kebun oleh perusahaan, dikembalikan ke masyarakat.
Saat ini, kata Syahril, ada lebih kurang 1.400 kepala keluarga yang dapat menikmati semacam gaji lebih kurang Rp 8 miliar per bulan.
"Maka kita berharap gubernur ke depan bisa mengurus ini. Karena ini nyata, tak perlu bangun proyek, jembatan, sudah ada depan mata. Perusahaan tetap jadi bapak angkat, cuma bagi hasilnya lah, wajar lah kan tanah adat dipakai kok, kan harus ada bagian untuk masyarakat," cakapnya.
"Kita berharap di 2023 ini bisa diurus, kalau mau jadi gubermur lagi, ini la urus, kalau ini tak diurus bagaimana mau jadi gubernur lagi," tukasnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |