PEKANBARU (CAKAPLAH) - Gugatan soal Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sempat dikaitkan dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Sebab salah satu nama yang ikut uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah Yuwono Pintadi.
Yuwono Pintadi pernah memiliki kartu keanggotaan Partai Nasdem. Hal itu dibenarkan Wakil Ketua DPP Willy Aditya yang juga ketua DPW Partai Nasdem Riau. Namun, status keanggotaannya di Nasdem telah berakhir sejak 2019.
Kata Willy, gugatan tersebut sifatnya pribadi bukan atas nama Partai Nasdem. "Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kita menolak sistem pemilu proporsional tertutup," kata Willy Aditya dalam keterangannya.
Oleh karenanya, sambung Willy, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan tertentu jelas ini melanggar kebijakan partai. Dia menjelaskan, pasca-kongres Partai Nasdem ke II tahun 2019, kebijakan DPP terkait keanggotaan partai sudah semua terdigitalisasi.
Hal ini menurutnya sudah tertuang dalam surat edaran DPP Partai Nasdem terkait migrasi keanggotaan Partai Nasdem ke E-KTA. Dalam surat edaran tersebut diperintahkan semua kader melakukan registrasi ulang di tahun 2019 pada sistem digital keanggotaan Partai NasDem atau E-KTA.
Bagi kader yang tidak melakukan registrasi ulang tersebut dianggap mengundurkan diri dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai. Artinya Yuwono Pintadi bukan lagi kader Nasdem karena tidak patuh terhadap surat edaran tersebut.
Oleh karena itu Yuwono tidak punya hak mengklaim Partai Nasdem dalam gugatan uji materiil ke MK terkait sistem Pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup. Willy menjelaskan sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi.
Sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem yang sebelumnya yakni sistem proporsional tertutup. "Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral," kata anggota DPR RI tersebut.
"Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," tambah Willy Aditya.