ilustrasi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menemukan ada dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) Bawah Tanah 150 kV Gas Insulated Substation (GIS), Gardu Garuda Sakti Kota Pekanbaru. Proyek itu dianggarkan pada 2019 dengan nilai Rp300.020.484.638.
Jaksa penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau telah meningkatkan penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Peningkatan status tersebut dilakukan setelah tim jaksa penyidik menggelar perkara, Selasa (10/1/2023).
"Kemarin sudah gelar perkara hasil penyelidikan antara tim penyelidik dengan beberapa unsur, termasuk pimpinan. Hasil ekspos disimpulkan penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan," ujar Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Riau, Rizky Rahmatullah, Rabu (11/1/2023).
Rizky menjelaskan, penyelidikan sudah dilakukan sejak Oktober 2022 lalu. Dari hasil gelar perkara ditemukan adanya tindak pidana. "Ditemukan dugaan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara," tutur Rizky.
Rizky memaparkan, pada tahun 2019, Unit Induk Pembangunan (IUP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau - Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah 150 kV GIS Kota Pekanbaru sampai Gardu Induk Garuda Sakti. Anggaran bersumber dari PLN dengan nilai pagu Rp300.020.484.638.
"Dari nilai itu disepakati berdasarkan hasil proses lelang terbatas dimenangkan PT inisial T dengan nilai kontrak Rp 276.350.608.665," jelas Rizky.
Dalam perjalanannya dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak Rp 306.758.014.769. Kemudian adendum kedua perubahan nilai kontrak Rp 309.604.828. 258.
Sesuai kontrak, harusnya proyek tersebut selesai dikerjakan pada Januari 2021. Namun hingga tahun kontrak berakhir, pekerjaan belum selesai.
"Terdapat beberapa dugaan melawan hukum yang mengindikasi kerugian keuangan negara karena sampai saat ini pekerjaan belum selesai," tutur Rizky.
Pekerjaan pun tidak dilakukan pemutusan, tidak ada amandemen waktu. Hal itu diduga baru dilakukan setelah jaksa memanggil para pihak untuk diklarifikasi.
"Setelah dilakukan pemanggilan oleh penyelidik, kita diduga ada dibuat dokumen untuk perpanjangan waktu. Amandemen 3 sampai amandemen 5,. Kalau pertama dan kedua terkait perubahan nilai kontrak, tiga empat dan lima itu terkait perpanjangan waktu," ulasnya.
Rizky memaparkan, berdasarkan informasi yang pihaknya terima, pekerjaan proyek ini sudah mencapai 96 persen.
"Tapi berdasarkan hasil BAP yang mereka sampaikan, itu jaringan pernah berfungsi. Ada dua line, dua jalur. Line satu dan dua. Keduanya sampai saat ini itu belum difungsikan," terang Rizky.
Dalam proses penyidikan, mantan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Pekanbaru itu menyebut, pihaknya masih melakukan pengumpulan alat bukti. "Hingga akhirnya kita temukan tersangka," ucap Rizky.
Terkait pendalaman kasus ini diungkapkan Rizky, pihaknya sudah memeriksa belasan orang saksi, khususnya dari pihak PLN. Pemeriksaan sudah menyasar para pejabat UIP PLN, pelaksana. Termasuk dari produsen material juga dimintai keterangan.
"Pencairannya belum 100 persen. Karena ada pekerjaan untuk termin ketiga, itu belum dibayarkan pihak PT PLN. Dari 96 persen pekerjaan itu, yang baru dibayarkan sekitar 86 persen. Termasuk ada juga retensi yang untuk pemeliharaan yang juga belum diproses," papar Rizky.
Ia menambahkan, kerugian keuangan negara berdasarkan hitungan penyidik saat ini berkisar belasan miliar. Untuk lebih validnya, nanti jaksa akan melibatkan ahli dalam perhitungannya.
"Untuk persisnya kita nanti akan lihat, apakah tidak fungsionalnya jaringan itu karena tidak sesuai spek. Kalau ada fakta yang demikian tentu akan menimbulkan nilai kerugian negara yang lebih besar lagi," pungkas Rizky.