JAKARTA (CAKAPLAH) - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Sudarsono Soedomo mengungkap sejumlah fakta baru di persidangan dugaan korupsi alih fungsi hutan dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Surya Darmadi selaku pemilik PT Duta Palma Group/Darmex Group.
Adapun fakta-fakta yang diungkapkannya antara lain, terkait legalitas kegiatan perkebunan yang dilakukan setelah badan usaha atau perusahaan memiliki izin lokasi (Ilog) Perkebunan dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).
"Suatu perusahaan yang telah memiliki Ilog dan IUP dapat melakukan aktivitas perkebunan, ketentuan itu dinyatakan di Undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan tepatnya di pasal 17 ayat 5 dan 6," ujar Sudarsono Soedomo dalam keterangannya sebagai saksi ahli di persidangan Tipikor Jakarta, Senin (16/1/2023).
Mendengar kesaksian itu, Ketua Majelis Hakim Fazal Hendri yang memimpin persidangan langsung mempertanyakan terkait keberadaan izin lainnya seperti Hak Guna Usaha (HGU) yang juga harusnya dimiliki, sebagai dasar legalitas bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan perkebunan.
"Cukup mendapat izin lokasi dan IUP saja Pak, bukan menurut saya, tapi berdasarkan Undang-undang itu," ungkap Sudarsono menjawab Fazal.
Selain itu, dirinya juga menegaskan sejauh ini di Provinsi Riau khususnya, belum ada penetapan kawasan hutan yang sah dilakukan oleh Pemerintah. Melainkan hanya sebatas kawasan hutan berdasarkan penunjukan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan semata.
"Di Riau belum ada penetapan atas kawasan hutan yang sah. Memang banyak SK Menteri Kehutanan yang menunjuk suatu wilayah menjadi kawasan hutan, tetapi tidak pernah ada yang menjelaskan tata batas atas kawasan hutan yang ditunjuk. Sehingga SK itu layak disebut sebagai SK bodong, karena penetapan kawasan hutan itu harus ada tahap satu penunjukan kawasan, pengukuran dan tata batasnya," ujar Sudarsono.
Menanggapi pernyatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI, Ruri Febrianto mempertanyakan keabsahan dari SK Menteri Kehutanan terkait penunjukan kawasan hutan yang dijadikan sebagai dasar penyidikan dan dakwaan pada sebuah kasus pidana.
"Kalau tidak ada (pengukuran dan tata batas hutan) omong kosong semua itu SK, dari zaman dulu Menteri Kehutanan itu sudah biasa mengeluarkan SK bodong, banyak SK Menteri Kehutanan SK bodong," tegas Sudarsono.
Sementara terkait badan usaha yang terlanjur mengusahai daerah yang telah ditunjuk melalui SK Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan, Sudarsono mengatakan badan usaha tersebut saat ini hingga November 2023 mendatang tidak dapat dipidana, melainkan hanya perlu diberi sanksi administrasi dan denda berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Di dalam UU Cipta kerja yang sekarang sedang diproses menjadi Perpu Cipta Kerja, hukum bidang pertanian, kehutanan dan pertanahan tidak ada yang berubah dari isi pada UU Ciptaker sebelumnya. Jadi untuk keterlanjuran itu sifatnya saksi penyelesaian secara administrasi, jadi yang ada denda, denda itu namanya denda PNBP. Sampai November 2023 jika tidak juga dilakukan pengurusan izin barulah dapat dikenakan saksi pidana sebagai Ultimum Remedium," jelasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang saat dikonfirmasi wartawan usai persidangan menyatakan berdasarkan fakta ahli di persidangan, dakwaan dari JPU selama ini telah dipatahkan.
"Menurut saya apa yang menjadi dakwaan dari JPU dalam kasus ini, sudah terbantahkan. Mulai dari masalah izin perkebunan, lalu terkait kawasan hutan juga sudah dua ahli yang tegas mengatakan tidak ada penetapan kawasan hutan di atas perkebunan kelapa sawit yang diusahai klien kami," kata Juniver.
Selain itu dirinya juga menyinggung, perihal keberadaan dari Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memerintahkan perusahaan di dalam kawasan hutan untuk segera melengkapi perizinan usahanya.
"Setelah terbitnya surat Mentri KLHK yang menyatakan bahwa 312 perusahaan yang telah terlanjur memasuki kawasan hutan untuk segera mengurus perizinannya sesuai dengan UU Cipta kerja. Maka dalam perkara ini JPU terkesan terburu-buru menjadikannya pidana," terangnya.
Sebelumnya JPU pada kejaksaan Agung mendakwa bos PT Duta Palma Group/ Darmex Group Surya Darmadi merugikan negara dalam dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, hingga triliunan rupiah.
Dalam surat dakwaan disebutkan Surya Darmadi merugikan Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan US$7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun).