Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting perkebunan kelapa sawit di Riau pada tahun 2022 terkendala karena ada penambahan syarat, yakni harus bebas dari kawasan lindung gambut.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, Zulfadli mengatakan, berdasarkan informasi terbaru yang pihaknya terima, salah satu syarat kebun yang akan dapat PSR harus bebas dari kawasan lindung gambut akhirnya dicabut.
Dengan demikian, pihaknya optimis program PSR tahun ini bisa berjalan di kabupaten/kota karena tidak ada lagi syarat yang memberatkan petani.
"Memang salah satu syarat PSR yakni bebas dari kawasan lindung gambut, dan itu informasi sudah dicabut," kata Zulfadli, Kamis (19/1/2023).
Sementara itu, Kabid Produksi Dinas Perkebunan Riau Vera Virgianti mengatakan, memang penambahan syarat baru yakni lahan yang yang akan diajukan mendapatkan program PSR harus berada di kawasan yang tidak lahan gambut cukup memberatkan usulan kabupaten/kota di Riau.
Dengan adanya syarat tersebut, lanjut Vera, membuat para petani menjadi semakin sulit untuk mendapatkan program PSR dari pemerintah pusat itu.
Sementara itu, untuk regulasi lainnya memang ada keringanan, yakni tidak perlu lagi verifikasi di tingkat provinsi, hanya sampai tingkat kabupaten/kota saja.
"Hanya saja persyaratannya ada ditambah, yang mengeluarkan itu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Padahal di Riau lahan gambutnya cukup banyak, sehingga permohonannya tidak bisa dilanjutkan," ujarnya.
Vera menjelaskan, tujuan PSR adalah penggantian tanaman kelapa sawit yang sudah tidak lagi produktif, dan bukan membuat perkebunan sawit baru.
"Untuk PSR ini pemerintah pusat menganggarkan Rp30 juta per hektare yang sebelumnya Rp25 juta, dimana satu petani maksimal mendapatkan bantuan empat hektare. Dana itu dari BPDPKS yang sumber dananya berasal dari pungutan ekspor," tukasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Riau |