Irfarial, SE
|
(CAKAPLAH)-Kota Pekanbaru saat ini sangat jauh berbeda di banding Pekanbaru satu dasawarsa yang lalu. Dahulu, jembatan layang atau jalan layang yang disebut dengan Fly Over hanya ada di dalam mimpi, sekarang terlihat kokoh di beberapa tempat, dan kemungkinan akan terus bertambah.
Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang masuk ke Pekanbaru, menjadikan jalan-jalan semakin hari semakin padat merayap oleh kendaraan pada waktu-waktu tertentu dan bahkan mungkin seluruh waktu. Disamping itu, pembangunan Jalan Toll Trans Sumatera (JTTS) yang melewati Kota Pekanbaru, semakin menampakkan sosok jati diri Kota Pekanbaru sebagai Kota Besar Kota Metropolitan. Kota yang merupakan salah satu sentra ekonomi terbesar di pulau Sumatra dan termasuk kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi, dan urbanisasi yang tinggi.
Dengan luas wilayah hanya sekitar 632,26 km², penduduk Kota Pekanbaru terus bertambah kian padat. Pertambahan penduduk baik secara alami maupun migrasi yang berdatangan dari berbagai negeri baik dari wilayah sekitar maupun dari wilayah yang jauh seperti dari pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Mereka berdatangan ke Pekanbaru ibarat semut mengerumuni gula. Pembangunan Pekanbaru yang begitu pesat, menjadikannya sebagai tempat tujuan bagi berbagai kalangan untuk mencari rezeki mencari pekerjaan. Maka tak heran jika rata-rata setiap kilometer di Pekanbaru dihuni kurang lebih dua ribuan penduduk. Kalau menurut hasil sensus penduduk 2020 yang lalu kepadatan penduduk kota Pekanbaru mencapai 1.555,28 jiwa/km².
Sebagai kota besar yang berkembang baik pembangunannya maupun pertambahan penduduknya, tentu akan memunculkan banyak persoalan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh pemangku kebijakan khususnya pemerintah kota. Diantaranya yang sangat vital adalah menjamin ketersediaan barang-barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari dengan harga yang relatif terjangkau. Lebih khusus lagi menjamin ketersediaan berbagai kelompok pangan yang tergolong Volatile foods atau komoditas yang harganya kerap berfluktuasi (bergejolak). Sebab pada umumnya komoditas Volatile foods kerap memicu terjadinya inflasi, seperti beras, minyak goreng, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, berbagai bumbu masak seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, dan lain sebagainya. Sebagian besar komoditas tersebut didatangkan dari luar pekanbaru.
Tentunya Pemerintah Kota Pekanbaru bersama TPID atau Tim Pengendali Inflasi Daerah harus bekerja keras mengupayakan ketersediaan berbagai komoditas kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Bukan saja sekedar mengupayakan ketersediaannya, akan tetapi juga mengupayakan komoditas tersebut dapat diperoleh masyarakat dengan harga yang murah atau harga yang dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga tingkat kenaikan harga atau inflasi dapat terjaga atau terkendali. Terlebih pada momen-momen tertentu seperti bagi umat muslim dalam menyambut bulan puasa bulan Suci Ramadhan dan hari raya idul fitri. Juga momen akhir tahun dimana ada perayaan hari Natal dan Tahun Baru.
Turun naiknya harga suatu komoditas adalah hal yang biasa terjadi. Jika ketersediaan barang melebihi permintaan, maka harga barang akan cenderung turun. Sebaliknya jika ketersediaan barang lebih sedikit dari permintaan ke atas barang tersebut maka harga akan cenderung naik. Jadi yang paling utama dan penting adalah menjaga ketersediaan barang dengan tingkat harga yang tidak memberatkan bagi konsumen. Artinya baik konsumen maupun produsen atau pedagang sama-sama senang untuk bertransaksi. Disinilah letak peran pemerintah sebagai pengendali harga atau pengendali tingkat inflasi.
Di Indonesia sebagai acuan apakah inflasi terkendali atau tidak dalam suatu wilayah dalam waktu tertentu mengacu pada sasaran inflasi nasional yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan sebagai target atau sasaran inflasi nasional pada tahun tertentu. Sehingga dengan adanya batas atau target inflasi yang di tetapkan, menjadi acuan bagi TPID dalam mengendalikan kenaikan harga di daerahnya.
Berdasarkan PMK No.93/PMK.011/2014 tanggal 21 Mei 2014 tentang Sasaran Inflasi tahun 2016, tahun 2017, dan tahun 2018, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2016 – 2018, masing-masing sebesar 4,0%, 4,0%, dan 3,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%. Begitu juga untuk tahun sebelumnya berdasarkan PMK No.124/PMK.010/2017 tanggal 18 September 2017 tentang Sasaran Inflasi tahun 2019, tahun 2020, dan tahun 2021, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2019 – 2021, masing-masing sebesar 3,5%, 3,0%, dan 3,0%, dengan deviasi masing-masing ±1%. Berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2022 – 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.
Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan diatas, sebenarnyalah Kota Pekanbaru selama ini sudah dapat mengendalikan tingkat inflasi di daerahnya. Misalnya dari tahun 2016 sampai tahun 2021, kecuali tahun 2022. Rata-rata tingkat inflasi tahunan Kota Pekanbaru 2016-2021 masih dibawah rata-rata tingkat inflasi sasaran inflasi nasional atau target inflasi nasional. Hal ini terlihat dari angka inflasi Kota Pekanbaru yang telah di rilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Pada tahun 2016 angka inflasi Kota Pekanbaru sebesar 4,19 %, berada dibawah sasasran inflasi nasional tahun 2016 yaitu sebesar 4,0% dengan deviasi masing-masing ±1%. Artinya pada tahun 2016 pemerintah menetapkan sasaran inflasi nasional berkisar 3,0% - 5,0%.
Begitu juga dengan rata-rata tingkat inflasi Kota Pekanbaru tahun 2017 hingga tahun 2021. Yaitu berturut-turut tahun 2017 sebesar 4,07%, kemudian turun cukup tajam pada tahun 2018 menjadi sebesar 2,54%, tahun 2019 sebesar 2,56%, tahun 2020 turun menjadi sebesar 2,24%, dan tahun 2021 turun lagi menjadi sebesar 1,55%.
Namun entah kenapa pada tahun 2022, pemerintah Kota Pekanbaru sedikit lengah hingga tingkat inflasinya pada tahun 2022 cukup tinggi mencapai 7,04% sangat jauh dari target atau sasaran inflasi nasional yang ditetapkan pemerintah sebesar 3,0%, dengan deviasi masing-masing ±1%.
Sedangkan komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi di kota Pekanbaru berbeda-beda setiap tahunnya. Tidak melulu disebabkan oleh cabai merah ataupun bawang merah. Memang kalau dilihat dari tahun 2016 hingga 2022, andil cabai merah sebagai pemicu inflasi cukup besar. Andilnya terlihat di tahun 2016, 2019, 2020, dan tahun 2022, seperti berikut yang dikutip dari Berita Rilis Statistik (BRS) BPS Provinsi Riau.
Selama tahun 2016 komoditas yang memberikan andil terjadinya inflasi di Kota Pekanbaru adalah cabai merah dengan andil sebesar 1,27 persen, nasi dengan lauk sebesar 0,19 persen, tarif pulsa ponsel dan bawang merah masing-masing sebesar 0,16 persen, dan lain sebagainya.
Berikutnya selama tahun 2019 adalah cabai merah dengan andil sebesar 1,40 persen, emas perhiasan dengan andil sebesar 0,11 persen, tarif rumah sakit dengan andil sebesar 0,10 persen, lontong sayur dan telur ayam ras dengan andil masing-masing sebesar 0,08 persen, dan lain sebagainya.
Selanjutnya selama tahun 2020 adalah cabai merah dengan andil sebesar 0,58 persen, emas perhiasan dengan andil sebesar 0,27 persen, minyak goreng dengan andil sebesar 0,14 persen, ayam hidup dengan andil sebesar 0,13 persen, rokok kretek filter dengan andil sebesar 0,12 persen, rokok putih dengan andil sebesar 0,11 persen, nasi dengan lauk dengan andil sebesar 0,08 persen, telepon seluler dan cabai rawit dengan andil masing-masing sebesar 0,07 persen, dan lain sebagainya.
Dan terakhir selama tahun 2022 adalah bensin dengan andil sebesar 1,15 persen, beras dengan andil sebesar 0,62 persen, tarif angkutan udara dengan andil sebesar 0,33 persen, rokok kretek filter dengan andil sebesar 0,30 persen, telur ayam ras dengan andil sebesar 0,23 persen, cabai merah dengan andil sebesar 0,21 persen, nasi dengan lauk dengan andil sebesar 0,16 persen, daging ayam ras dengan andil sebesar 0,15 persen, mobil dengan andil sebesar 0,13 persen, dan lain sebagainya.
Semoga pada tahun 2023 dan tahun-tahun berikutnya pemerintah Kota Pekanbaru dengan TPID kembali dapat mengendalikan harga-harga barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat di Kota Pekanbaru seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga tingkat inflasi di Kota Pekanbaru kembali berada di bawah sasaran inflasi nasional.
Penulis | : | Irfarial, SE (Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Riau). |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |