H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Untuk sekian kali insiden di tempat kerja yang menyebabkan kehilangan nyawa pekerja kembali terjadi di area operasi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Dikutip dari situs berita CAKAPLAH.com Jumat (24/2/2023), tiga pekerja tewas setelah terjatuh ke dalam kontainer limbah yang dikelola oleh PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Central Mud Treating Facility (CMTF) Balam Selatan, Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir, Riau. Pihak perusahaan membenarkan peristiwa tadi dan berkata sedang menginvestigasi lebih jauh.
Namun sangat disayangkan, pernyataan yang disampaikan pihak perusahaan ke media terkesan sudah membuat pembelaan lebih dulu dengan mempertanyakan motif ketiga karyawan yang meninggal bekerja tanpa ada jadwal. "Jadi begini, kami belum tahu ini motif (penyebab, red) meninggalnya apa. Jadi kejadiannya pas jam istirahat siang, jadi sebetulnya memang tidak ada kegiatan yang seharusnya berada di area tersebut, karena semua orang sedang istirahat. Dan tidak ada arahan khusus untuk bekerja di area itu," ujar Humas perusahaan.
Di sisi lain patut diapresiasi gerak cepat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau yang telah menurunkan tim pengawas ke lokasi guna melakukan penelusuran kronologis peristiwa yang menewaskan tiga pekerja. Saat tulisan ini dibuat, baru sebatas hasil sementara laporan penyelidikan. Sebagaimana disampaikan Kepala Disnakertrans Riau Imron Rosyadi, bahwa memang didapati unsur kecelakaan kerja berupa pelanggaran penerapan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pelanggaran terbukti saat pekerja pertama masuk ke dalam kontainer limbah tanpa dilengkapi alat pelindung diri (body harness) dan masker pelindung racun. Akibatnya pekerja pertama lemas dan terjatuh ke dalam air limbah. Lalu pekerja kedua yang berinisiatif membantu nahasnya ikut terjatuh. Disusul pekerja ketiga yang merupakan supervisor. "Laporan dari tim pengawas, memang itu ada pelanggaran norma K3. Untuk hasil lengkapnya nanti hari Senin kami akan lakukan penyidikan, sebab pelanggar norma K3 itu memang nyata," ujar Kadis pada hari Sabtu (25/2/2023).
Peringatan Keras
Ini lampu merah. Catatan penting bagi setiap pemangku kepentingan. Khususnya sangat ditekankan ke pihak PHR, bahwa keselamatan pekerja harga mati. Cukup sudah korban jiwa. Jangan dianggap biasa. Kegeraman banyak pihak ke PHR sangat wajar. Sejak kabar kecelakaan kerja pertama, tak terlihat upaya evaluasi total. Tak pelak Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar sampai meradang. Asbab sudah berulangkali mengingatkan PHR agar serius tegakkan K3. Insiden kecelakaan sungguh ironi sekaligus mencoreng marwah Riau. Berhubung belum lama berselang (12/2/2023) berlangsung peringatan Hari Bulan K3 Nasional tahun 2023 di PT Kawasan Industri Dumai Kota Dumai.
Dalam momen itu, Gubri selaku pembina K3 di Provinsi Riau berpidato panjang lebar soal urgensi masalah keselamatan kerja. Ironi lain, tentu saja penghargaan K3 yang diterima Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Ida Fauziyah. Penghargaan tersebut mengundang pertanyaan. Apalagi mengacu ke Permenaker, harusnya penganugerahan kepada Kepala Daerah yang berhasil melaksanakan program pembinaan ke perusahaan-perusahaan. Kok bisa mengganjar penghargaan kala insiden kerja berulang kali terjadi?
Kami di Komisi V yang membidangi urusan Ketenagakerjaan berikut kelembagaan DPRD Povinsi Riau juga geram mendengar kabar terulangnya kecelakaan kerja di wilayah kerja PHR. Sejak awal, DPRD Riau sudah mengundang Pimpinan PHR untuk hadir dalam agenda hearing atau dengar pendapat. Namun, berkali-kali undangan dilayangkan tak pernah hadir dengan berbagai alasan. Puncak kekecewaan, DPRD Riau sudah mengarah kepada pembentukan Panitia Khusus (Pansus).
Ketidakhadiran pimpinan PHR dimaknai sebagai bentuk ketiadaan itikad baik. Sikap tadi bertolak belakang dengan program revolusi mental yang digadangkan Pemerintah Joko Widodo. Sikap pimpinan PHR yang tertutup secara tak langsung sama seperti mencoreng arang ke muka Presiden. Idealnya perusahaan yang notabene plat merah teladan bagi kalangan swasta. Role model keselamatan kerja, menjalin komunikasi dengan stakeholder di daerah dan transparan. Sekarang malah sebaliknya. Bagaimana mau berkompetisi secara global kalau tak punya mentalitas kesatria dan berani mempertanggungjawabkan ke hadapan publik?
Merugikan
Perusahaan sebesar Pertamina mestinya lebih paham, dampak kecelakaan kerja sangat merugikan. Selain kurangi pekerja produktif juga kerugian bagi negara. Perihal data, menurut BPJS Ketenagakerjaan wilayah Sumbar Riau sepanjang tahun lalu tercatat sebanyak 31.801 kasus kecelakaan kerja terjadi. Dari sebagian besar kecelakaan atau sebanyak 31.113 kasus kecelakaan dialami oleh Pekerja Penerima Upah (PPU), disusul 472 kasus pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dan 216 kasus kecelakaan pekerja jasa konstruksi.
Sebagian besar kecelakaan kerja terjadi di tempat kerja sebesar 74 persen. Dari data BPJS barusan, mayoritas kasus terjadi akibat kelalaian penegakan aturan keselamatan kerja. Oleh karena itu, aksi preventif secara ketat kuncinya. Di atas kertas sebenarnya semua sudah sangat bagus. Secara peraturan perundang-undangan hingga standar K3. Tapi sudah rahasia umum di negara ini, aturan dibikin bukan untuk dijalankan untuk dilanggar. Percuma sesempurna apapun regulasi dan SOP. Kemudian Peran Pengawas Ketenagakerjaan dan Penguji K3 pun turut dipertanyakan.
Kita perlu belajar ke negara maju dan perusahaan multi nasionalnya. Nyawa manusia dan pekerja dianggap aset berharga. Sementara di negeri sendiri disuguhi fenomena miris. Nyawa pekerja tak lebih penting dibanding produksi. Utamanya Migas. Pertamina dalam hal ini PHR selalu membanggakan potensi minyak bumi Riau beserta target-target sensasional. Akan tetapi target semata menjadi patokan dan tujuan bukan bagaimana prosesnya. Tak salah Gubri sampai membandingkan saat wilayah kerja Blok Rokan dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Memang kita bisa rasakan, puluhan tahun nyaris tak terdengar kecelakaan kerja menelan korban jiwa. Artinya ini murni kelalaian. Cari untung dan menetapkan target boleh saja. Tapi jangan sampai keselamatan dan nyawa pekerja dinomorsekiankan. Satu lagi, paradigma keselamatan kerja harus diluruskan. Bahwa ini proses edukasi sepanjang waktu. Bukan sekedar sosialisasi di masa mula kerja lantas melepaskan para pekerja begitu saja. Manusia itu penuh kealpaan. Maka mesti selalu diingatkan. Di sinilah ada tugas dan fungsi manajemen perusahaan, mengawasi dan mengingatkan pekerja. Kalau tak dijalankan berarti yang bermasalah manajerial perusahaan. Ikhtiar keselamatan kerja perlu disempurnakan. Karena urusan nyawa bukan perkara sederhana. Bakal dihantui selama hidup di dunia dan ditagih di akhirat.
Penulis | : | H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |