

![]() |
(CAKAPLAH) - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 memenangkan secara menyeluruh gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Banyak pihak memberikan pandangan bahwa putusan tersebut menyalahi kompetensi absolut PN Jakarta Pusat yang tidak berwenang mengadili perkara. Bahkan, seorang Komisioner Idham Holik mengutip pasal pasal dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur tentang penanganan sengketa Pemilu.
Dalam pasal 470 UU No. 7/2107 disebutkan bahwa;
- Sengketa proses Pemilu melalui pengadilan tata usaha negara meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik caton Peserta Pemilu, atau bakal Pasangan Calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU lhbupaten/Kota.
- Sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sengketa yang timbul antara:
- KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173;
- KPU dan Pasangan Calon yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235; dan
- KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Calon Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 dan Pasal 266.
Pasal 1 dan 2 ayat (a), sebagaimana yang dikutip diatas jelas dan tegas bahwa yang disebutkan sebagai sengketa pemilu diantaranya adalah KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173. Dan dalam pasal 173 disebutkan bahwa partai politik yang dimaksud merupakan partai politik yang lulus verifikasi. Hal ini yang kurang berhasil digaungkan kepada khalayak ramai. Bahkan, penyelenggara pemilu pun dapat dikatakan gagal memahami Undang-Undang Pemilu.
Dominggus Oktavianus, selak Sekretaris Jendral Partai PRIMA pada tanggal 19 Desember 2022 menerbitkan postingan yang berbunyi “PKPU jelas mengatur bahwa @KPU_ID wajib mengeluarkan ketetapan ini. Tapi sampai sekarang @prima_or_id tidak menerimanya. Niat jahat hilangkan hak politik kami untuk majukan ke jalur hukum? Kami tetap maju! #AuditKPU”. Postingan itu disertai dengan capture Sublampiran XLVI.1. Model BA. Penetapan KPU-Parpol. Artinya, saat Partai PRIMA menyampaikan gugatan PMH tanggal 8 Desember 2022 tersebut, kondisi partai PRIMA tidak masuk ke dalam kriteria sengketa Pemilu yang melibatkan KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173. Karena Partai PRIMA saat mengajukan gugatan PMH, Partai PRIMA belum menerima Putusan KPU seperti yang disebutkan dalam pasal diatas.
Inilah yang menurut hemat kami, mengapa putusan sela PN Jakarta Pusat terhadap kompetensi absolut pengadilan ditegaskan bahwa pengadilan negeri berhak mengadili perkara a quo.
Dalam resume putusan sela Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang kami terima disebutkan bahwa, para pihak yang terkait dalam perkara ini terdiri dari Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU RI sebagai Tergugat. OBJEK GUGATAN Berita Acara No: 275/PL.01.1-Ba/05/2022 tanggal 18 November 2022 beserta seluruh lampirannya III. Dengan pokok gugatan:
- Penggugat merasa perbuatan atau Tindakan Tergugat dalam Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu 2024 kepada Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat;
- Bahwa atas Perbuatan Melawan Hukum tersebut menimbulkan kerugian materiil bagi Penggugat berupa pengeluaran biaya yang telah dikeluarkan Penggugat dalam rangkaian pendaftaran hingga verifikasi Partai politik sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
Menurut majelis hakim pokok perselisihan yang di permasalahkan oleh Para Penggugat adalah diluar dari substansi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Menimbang, oleh karena pokok perselisihan yang di permasalahkan Para Penggugat adalah diluar dari substansi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, sedangkan Para Penggugat Sebagai pencari keadilan ingin mendapatkan kepastian hukum dalam memperjuangkan hak haknya tersebut telah memilih lembaga Peradilan Umun- untuk memperjuangkan hak haknya tersebut. Bahwa oleh karena Lembaga yang diatur dalam UU 7/2017 tidak mengatur substansi permasalahan yang disampaikan Penggugat, maka tidak ada Lembaga lain yg lebih tepat untuk Penggugat memeperjuangkan hak politik selain ke Peradilan Umum. Dari pertimbangan inilah kemudian hakim memutus putusan sela sebagai berikut:
- Menolak Eksepsi Tentang Kewenangan Absolut dari Tergugat;
- Menyatakan Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan memutus perkara ini;
- Memerintahkan Para Penggugat dan Tergugat untuk melanjutkan. pemeriksaan perkara ini; dan
- Menangguhkan biaya perkara yang timbul sampai dengan putusan akhir.
Apakah kemudian Berita Acara No: 275/PL.01.1-Ba/05/2022 tanggal 18 November 2022 beserta seluruh lampirannya III yang diajukan sebagai objek gugatan serta perbuatan tidak patuhnya para tergugat terhadap keputusan Bawaslu RI dapat dikategorikan ke dalam Onrechmatige Overheidsdaad sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad)? Tentulah bukan, karena berita acara bukan merupakan sebuah keputusan atau tindakan yang diatur dalam pasal 17 – 21 UU. Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menjadi maksud diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad).
Jadi, saya sependapat dengan pertimbangan hakim yang menilai dalam putusan selanya bahwa pokok perselisihan yang di permasalahkan Para Penggugat adalah di luar dari substansi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Eksaminasi Putusan adalah langkah terbaik untuk menilai putusan ini. Bukan malah membegalnya di jalanan.
Penulis | : | Rinaldi Sutan Sati, Ketua DPW Partai Prima Provinsi Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Politik, Cakap Rakyat |




















































01
02
03
04
05

















