

![]() |
Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Melihat masih lambatnya serapan peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga Bulan Maret di tahun 2023 ini, Gubernur Riau (Gubri) menyurati Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
Surat bernomor 526/DISBUN1537 tanggal 7 Maret 2023 terebut meminta agar dilakukan revisi terhadap Surat Edaran (SE) di bidang pertanahan dalam program PSR.
Alasan kuat yang mendasari permintaan ini, sebagaimana tertuang dalam poin kedua dalam surat Gubri adalah sulitnya mendapatkan keterangan tidak berada dalam kawasan HGU yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan setempat. Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran nomor 396/SE-300.UK/X/2022 tanggal 20 Oktober 2022 tentang permohonan dukungan fasilitasi kepada unit kerja di bidang pertanahan daerah dalam program PSR.
Disebutkan bahwa hal ini pun telah menjadi jeritan petani sawit kepada pemerintah daerah dan bahkan sudah disampaikan secara langsung hingga menjadi salah satu pokok pembahasan dalam Rakornas Kelapa Sawit nasional beberapa hari lalu.
Menariknya, surat ini masih dilayangkan oleh Gubri tidak lama sesudah Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang( SPPR), Virgo Arista Jaya berkunjung ke Pekanbaru untuk membuka Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Kelapa Sawit Rakyat pada tanggal 21-23 Februari lalu.
Di hadapan 450 peserta FGD tersebut, Virgo berjanji akan segera merevisi surat edaran tersebut dan akan berkordinasi dengan Dirjen Perkebunan.
“Surat Gubri ke Dirjend SPPR langsung dibayar tunai. Dan tiak sia-sia FGD Percepatan PSR di Riau," ujar Ketua Umum DPP Apkasindo, Dr Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA, Jumat (10/9/2023).
Gulat mengatakan, kemarin Kamis (9/3/2023), revisi atas Surat Edaran (SE) nomor 396/SE-300.UK/X/2022 langsung terbit dengan Nomor 2/SE-300.UK.05/III/2023 tentang pemberian keterangan tidak berada di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Dalam Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tertanggal 9 Maret 2023.
“Saya sangat mengapresiasi surat Gubernur Riau ke Dirjend ATR-BPN, ini menandakan betapa prihatinnya Gubri kepada kami petani sawit, karena tahun lalu tidak satu hektar pun petani sawit Riau mendapat dana PSR, alias nol persen. Keprihatinan ini juga ditunjukkan oleh Dirjen Perkebunan Andi Nur Alamsyah, yang pantang menyerah untuk berkordinasi lintas Kementerian dan Kelembagaan Negara. Semua pihak terkait keberhasilan PSR ini harus paduserasi memperbaiki persyaratan yang menjadi penyebab perlambatan. Cepatnya revisi Surat Edaran Dirjen SPPR tersebut patut kami apresisasi dan ini bukan hanya untuk petani sawit Riau saja, tetapi se Indonesiaia menerima manfaatnya” ujar Gulat kepada CAKAPLAH.com.
Adapun poin utama SE yang baru tersebut adalah persyaratan PSR dari Kementerian ATR BPN cukup menunjukan surat keterangan tidak berada dalam kawasan HGU yang dikeluarkan Kantor Pertanahan, dengan melampirkan peta cetak yang ada koordinat polygon lahan atau kelembagaan pekebun pengusul dapat melakukan sendiri pengecekan status letak posisi lahan perkebunan pada website http://bhumi/atrbpn.go.id.
Langkah turbo Kementerian ATR BPN ini, kata Gulat, seharusnya menjadi contoh bagi Kementerian LHK, dimana hambatan percepatan PSR juga ada di Kementerian LHK yaitu terkait klaim kawasan jutan perkebunan sawit rakyat.
“Sebenarnya cukup sederhana jika KLHK mau dengan sungguh-sungguh membantu mensukseskan program strategis Presiden Jokowi dibidang PSR ini. Cukup mengeluarkan surat bahwa calon lahan PSR yang luasnya 4 hektar kebawah merujuk ke UUCK bisa langsung mengikuti PSR. Jadi surat penegasan dalam konteks PSR cukup dalam bentuk surat edaran saja," ujar Gulat.
Itu sederhana, karena UUCK melalui turunannnya menggariskan bahwa untuk perkebunan sawit rakyat (petani) yang luasnya lima hektar ke bawah dan sudah diusahakan selama minimum 20 tahun, langsung dilakukan perubahan peta kawasan menjadi bukan Kawasan hutan.
“PSR itu maksimum 4 hektar per KK dan PSR itu identik dengan umur sawit di atas 20 tahun, clear," cakap Gulat lagi.
Cepatnya revisi persyaratan PSR, kata Gulat lagi, adalah hasil hasil kordinasi yang tidak biasa dari seorang Dirjen Perkebunan, Andi Nur Alamsyah dan Direktur Tanaman Tahunan, Rizal. Dimana biasanya kordinasi lintas kementerian/lembaga sangat ribet dan ego sectoral, tapi mitos tersebut berhasil dipatahkan oleh keduanya.
"Petani sawit dari Aceh sampai Papua menaruh rasa hormat atas kinerjanya," tutur Gulat.
Dengan direvisinya pasal-pasal yang memberatkan calon peserta PSR seperti harus bebas gambut dan direvisinya Surat Edaran dari Dirjen SPPR, Gulat berharap capaian PSR tahun ini 180 ribu hektar tercapai, terkhusus di Riau yang tahun ini ditarget 10.550 hektar.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi, Pemerintahan, Riau |











































01
02
03
04
05








