

![]() |
H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.
|
Sebagaimana diberitakan www.cakaplah.com (11/2/2023), Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) Provinsi Riau tahun 2022 naik signifikan. Nilai IDSD Riau tahun 2022 menjadi 3,16 dari sebelumnya 2,98. Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar bersyukur atas raihan dan menyatakan capaian tadi memberi motivasi. "Alhamdulillah bersyukur, jadi motivasi kita untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Ini sesuai visi meningkatkan daya saing daerah," Cakap orang nomor satu Riau itu.
Sekadar informasi, IDSD merupakan alat mengukur daya saing di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dirilis oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tujuannya supaya diperoleh gambaran objektif daya saing daerah sekaligus merefleksikan tingkat produktivitas daerah. Konsep dan metode pengukuran mengalami pembaharuan dengan mengadopsi kerangka pengukuran Global Competitiveness Index (GCI) 2019 dari World Economic Forum, yang disesuaikan konteks daerah di Indonesia.
Adapun empat komponen pembentuk daya saing yaitu lingkungan pendukung, Sumber Daya Manusia (SDM), pasar dan ekosistem inovasi. IDSD juga punya 12 pilar: Institusi; Infrastruktur; Adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi; Stabilitas ekonomi makro; Kesehatan; Keterampilan; Pasar produk; Pasar tenaga kerja; Sistem keuangan; Ukuran pasar; Dinamisme bisnis; terakhir Kapasitas inovasi. Seiring selarasnya IDSD dan GCI, maka pemangku kepentingan dapat menjadikannya sebagai parameter menilai capaian Indonesia.
Kami selaku lembaga DPRD Provinsi Riau tentu ikut bangga atas kenaikan IDSD Provinsi Riau tahun 2022. Akan tetapi capaian belum bisa berbicara banyak. Kendati IDSD Riau tahun 2022 melonjak menjadi 3,16 tetapi di bawah rata-rata skor IDSD 2022 nasional yakni 3,26. Apalagi bicara banding-membandingkan, skor IDSD 2022 provinsi tetangga kayak Sumatera Utara 3,24 dan Sumatera Barat 3,41.
Komparasi barusan menyimpulkan masih banyak pekerjaan rumah Pemprov Riau untuk menggenjot daya saing daerah. Terlebih mengacu ke cetak biru atau dokumen perencanaan daerah. Seperti dijabarkan dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau 2019-2024, misi kesatu “mewujudkan SDM yang beriman, berkualitas dan berdaya saing global melalui pembangunan manusia seutuhnya.”
Menengok skor IDSD Riau tahun 2022 wajar muncul pertanyaan, bagaimana mungkin mau berdaya saing di lingkup global sedangkan di lingkup nasional belum bisa unjuk gigi? Memang beberapa pilar IDSD tahun 2022, skor Riau berada di atas rata-rata nasional dan ini perlu diapresiasi. Tapi Kami di Komisi V memandang penting unsur SDM dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia terutama aspek pendidikan dan keterampilan tenaga kerja lebih baik.
Tak Sesuai Ekspektasi
Mengulas lebih detail IDSD dan SDM, sejumlah pilar relevan untuk diangkat. Diantaranya pilar tentang Pasar Tenaga Kerja, yang mengungkap fleksibilitas tenaga kerja dan besarnya upah yang turut dipengaruhi tingkat keterampilan. Dengan begitu tenaga kerja dapat mempertimbangkan upah yang akan diterima dan kesejahteraan sosial lainnya dalam memutuskan untuk bekerja. Skor Riau pada pilar ini 3,26 di bawah rata-rata skor IDSD 2022 nasional yaitu 3,73.
Berikutnya pilar Keterampilan mengukur tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga kerja di suatu wilayah. Keterampilan tenaga kerja merupakan salah satu keunggulan kompetitif bagi sektor bisnis karena menjadi penyeimbang antara integrasi teknologi dan investasi; modal dan manusia. Perihal pilar ini, skor Provinsi Riau 3,85, di atas rata-rata IDSD 2022 nasional yakni 3,73. Namun ada yang mengganjal. Provinsi terdekat Sumatera Barat justru mencatatkan skor 4,15 dan Sumatera Utara 3,99. Perolehan Riau dirasa tak sepadan. Mengingat kaya hasil alam.
Tak hanya itu, realisasi investasi Riau terbilang fenomenal. Kali pertama dalam sejarah realisasi investasi Bumi Lancang Kuning di tahun 2022 menempati urutan tiga terbesar nasional. Menurut Kementerian Investasi/BKPM RI, realisasi investasi Riau triwulan III 2022 sebesar Rp 27,5 triliun. Di bawah Jawa Barat sebesar Rp 44,9 triliun dan DKI Jakarta Rp 28,4 triliun. Bahkan kurun 10 tahun terakhir Riau pemuncak di pulau Sumatera. Pola pikir Kami sederhana. Idealnya peningkatan investasi dalam jangka pendek dapat mengoptimalkan pertumbuhan mulai ekonomi hingga kesejahteraan. Jangka panjang berpotensi meningkatkan kualitas hidup manusianya. Sebab investasi identik hadirnya dunia usaha. Kebutuhan tenaga kerja perlahan akan memacu sektor pendidikan mencetak SDM lebih berkualitas dan terampil. Atau investasi membawa transfer teknologi, pengetahuan dan skill ke SDM lokal. Meski begitu kok malah tak sesuai ekspektasi?
Inilah kenapa investasi harus dikelola dan didukung kebijakan berkelanjutan yang berpihak pada peningkatan kehidupan dan kesejahteraan manusia daerah. Bukan semata gelar karpet merah dan menawarkan segalanya ke investor. Jika begini, Pemerintah dianggap tak ubahnya seperti babu di mata pemodal. Mengedepankan investasi tanpa berpikir jauh dan mendalam mengenai daya saing. Imbasnya memicu masalah baru. Paling nyata tergadainya martabat dan marwah bangsa.
Secara sosial dan ekonomi akan meningkatkan kesenjangan pendapatan penduduk dan menggerus daya saing itu sendiri. Karena kegiatan investasi yang tumbuh bukan andalkan inovasi dan produktivitas, hanya melahirkan pelaku usaha yang bergantung fasilitas Pemerintah. Itupun kebijakan dikeluarkan tergesa-gesa demi kejar target investasi. Oleh karena itu, “durian runtuh” investasi Provinsi Riau harus disertai kesiapan secara paripurna. Sangat disayangkan upaya penguatan daya saing utamanya SDM belum maksimal.
Riau masih berkutat tingginya Angka Putus Sekolah (APK). Ini ancaman nyata. Ke depan akan menghasilkan tenaga kerja skill rendah dan ujungnya korban eksploitasi pelaku usaha culas. Kami selalu meminta keseriusan Pemprov memprioritaskan pembangunan RKB atau menambah sekolah baru. Stop proyek mercusuar. Selain mengentaskan APK, pembangunan sarana pendidikan juga menyiasati penerimaan siswa baru yang selalu kisruh tiap tahun asbab kurangnya sekolah.
Disamping itu, kami menyesalkan tindakan Pemprov Riau yang menghibahkan gedung Balai Latihan Kerja (BLK) daerah ke Pemerintah Pusat. Keputusan mengundang protes keras kelembagaan DPRD Riau karena dilakukan sepihak tanpa melibatkan legislatif. Aset itu dibangun dari duit masyarakat Riau dan kekayaan daerah. Terlebih paska diserahkan sampai kini tak tampak progres ataupun kegiatan. Janji-janji Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan berbagai rencana program di BLK tak kunjung terwujud. Padahal, keinginan dibalik penyerahan BLK agar dikelola lebih profesional dari sisi menajerial dan finansial.
Terakhir, perlunya inovasi. Kembali ke IDSD, tercantum pula pilar Kapabilitas inovasi yang menjabarkan kuantitas dan kualitas penelitian serta pengembangan formal. Mengukur sejauh mana lingkungan suatu daerah mendorong kolaborasi, konektivitas, kreativitas, keragaman, konfrontasi lintas visi, dan sudut pandang yang berbeda; dan kapasitas daerah mengubah ide menjadi barang dan jasa baru. Mirisnya, skor pilar kapabilitas inovasi Provinsi Riau 2,17, terpaut jauh dari skor IDSD 2022 nasional (2,62). Berkaca ke Provinsi Sumatera Barat skornya 3,38 dan Sumatera Utara 3,37. Rendahnya inovasi jelas sinyelemen negatif dan dapat menghambat munculnya berbagai terobosan yang bermanfaat bagi penguatan daya saing daerah. Hal-hal tadi semoga dapat menjadi perhatian dan ditindaklanjuti.
Penulis | : | H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |











































01
02
03
04
05








