
![]() |
Markarius Anwar
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Komisi III DPRD Riau mengungkap ada kesalahan di dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK) tenaga ahli Komisaris Utama (Komut) PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau.
Hal itu diungkap Ketua Komisi III DPRD Riau Markarius Anwar usai rapat dengar pendapat (RDP), Senin (20/03/2023).
Markarius mengungkap, nomenklatur untuk tenaga ahli tidak sesuai dengan aturan, serta penandatanganan di dalam surat kontrak seharusnya dilakukan oleh Direksi, bukan Komisaris.
Baca: Komisi III Rapat Tertutup dengan PT PIR Bahas Pengangkatan Tenaga Ahli, Jonli Sebut Tak Ada Masalah
"Terkait polemik yang bergulir di media. Terkait posisi pak Jonli sebagai Komisaris Utama. Sementara beliau sudah tidak pejabat daerah lagi. Intinya kita mengklarifikasi ke Biro Ekonomi terkait aturan yang berlaku. Ternyata memang yang dipegang Biro Ekonomi itu memang sewaktu beliau (Jonli) ikut fit and proper test, pakta integritas dan segala macam, waktu itu beliau masih pejabat daerah, sebagai Kepala Disnaker," cakap Markarius.
Cuma, kata dia, tidak juga disebutkan dalam aturan itu, sampai kapan. Yang jelas kata dia, jabatan periodenya selama 4 tahun. Nanti setelah 4 tahun tentu ada evaluasi, pemegang saham, dalam hal ini oleh gubernur.
Kemudian kata dia, terkait tata kelola di PT PIR. Terutama terkait pengangkatan tenaga ahli yang kemarin heboh. Di dalam Permendagri ataupun aturan lain, memang tidak ada nomenklatur Komisaris memiliki tenaga ahli. Yang ada, kata dia, komite audit dan komite lainnya.
"Setelah kami bahas lebih jauh nomenklatur sebagai tenaga ahli itu tidak ada," kata Markarius.
Kemudian, lanjut dia, ada semacam kekeliruan mereka di dalam membuat surat perjanjian kerja (SPK) dengan tenaga ahli yang bersangkutan. Sebab, yang meneken langsung Komisaris. Dalam aturan yang ada, baik komite audit maupun komite lainnya, SPK-nya tidak dengan Komisaris, tapi perjanjian kerjanya dengan direksi.
"Ini ada kekeliruan. Kita minta itu diperbaiki. Nanti disesuaikan lagi. Artinya segala konsekuensi dari kesalahan itu mesti ditanggung. Apapun itu. Termasuk pengembalian gaji dan sebagainya. Sampai ada kontrak baru. Artinya SKP baru, nomenklatur yang tadi. Nomenklatur salah, yang menandatangani salah," jelasnya.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |










































01
02
03
04
05







