(CAKAPLAH) - Dari berbagai literatur yang bisa kita temukan dijelaskan bahwa secara etimologi, kata hedonisme diambil dari bahasa Yunani yaitu hedonismos yang berasal dari akar kata hedone yang artinya kesenangan. Paham ini berusaha menjelaskan tentang hal baik apa yang bisa memuaskan keinginan manusia dan hal apa pula yang mampu meningkatkan kuantitas kesenangan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, secara sederhana kita bisa memahami bahwa hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dari tindakan manusia. Pemahaman ini sangat filosofis sekali, sehingga kemungkinan terjadinya beragam pendapat sangat memungkinkan.
Pada hakikatnya, hedonisme telah ada sejak zaman Yunani kuno, tokoh pertama yang mengajarkan hedonis adalah seorang filsuf yang bernama Democritus. Menurut Democritus, kesenangan sebagai tujuan pokok didalam kehidupan kehidupan ini.
Nah, masih dalam konteks filsafat barat, berbicara hedonisme bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Hal ini dikarenakan, kalau kita memahami hedonism dalam konsepsi filsafat maka kita tidak bisa meninggalkan sosok filsuf Aristippos dan Epikuros. Mereka berdua merupakan filsuf yang mengajarkan paham hedonisme dengan model dan konsep yang berbeda.
Aristippos menyebutkan bahwa hal yang terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Pemahaman Aristippus ini sangat didasari pada pemahaman Socrates yang menanyakan hal apa yang menjadi baik oleh manusia? Dan apa sebenarnya yang menjadi tujuan akhir manusia.
Menurut Aristippos, kesenangan didapat langsung dari panca indra, menurutnya orang yang bijaksana selalu mengusahakan kesenangan sebanyak-banyaknya, sebab kesakitan adalah suatu pengalaman yang tidak menyenangkan, sehingga hal ini menyebabkan individu berperilaku konsumtif. Ia berpandangan bahwa individu yang hedonis cenderung senang berbelanja hal-hal yang tidak dibutuhkan dan menghambur-hamburkan uang hanya untuk berfoya-foya mencari kesenangan. Gaya hidup seperti itulah yang merupakan fenomena perilaku khas negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lalu bagaimana pemahaman dan konsepsi hedonisme dalam pandangan Epikuros? Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Selain mencari kesenangan badani (jasmani), manusia juga senang mencari kesenangan rohani. Inilah yang membedakan pandangan Epikuros dan Aristippos terhadap hedonisme.
Dari kedua pandangan filsuf tadi, kita juga tidak bisa meninggalkan pandangan Sigmund Freud dalam konteks psikoanalisis tentang konsepsi dasar perilaku manusia. Sigmund Freud menyebutkan bahwa terdapat tiga konsepsi dasar perilaku manusia yaitu Id, Ego dan Super Ego. Freud memandang bahwa Id merupakan tabiat hewani manusia. Menurutnya manusia memiliki nafsu biologis dan nafsu jiwa. Akan tetapi manusia itu dibekali oleh Ego yang diartikan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir. Dengan akal yang dimilikinya, manusia bisa berfikir mengendalikan tabiat hewaninya (id). Untuk mengendalikan id dan ego, perilaku manusia juga didasari oleh Super Ego yaitu manusia yang punya perasaan atau hati nurani. Ketiga konsepsi inilah yang pada dasarnya membentuk perilaku manusia dalam konteks filsafat.
Muncul pertanyaan, bagaimanakah sikap hedonisme ini jika dilihat dari konteks pembentukan perilaku manusia versi Sigmund Freud? Hedonisme menurut Aristippos dalam perspektif konsepsi dasar perilaku manusia cenderung mengedepankan nafsu (id) saja tanpa mengendalikannya dengan hati (super ego). Sedangkan hedonisme menurut Epikuros dalam konteks konsepsi dasar perilaku manusia lebih menitikberatkan pada keseimbangan hidup yang butuh kendali hati nurani. Artinya, nafsu manusia yang berpikir dikendalikan oleh super ego.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa hedonisme merupakan kodrat alamiah manusia. Manusia pada hakiatnya menginginkan kesenangan. Selain mencari kesenangan badani, manusia juga ingin mendapatkan kesenangan rohani. Lalu, bagaimana dengan sikap hedonisme para pejabat daerah dan pejabat negara di Indonesia? Kecenderungannya masih banyak yang menganut sikap hedonisme ala Aristippos. Mereka lebih banyak mengedepankan kesenangan badani. Akan tetapi, kita masih bisa menemukan pejabat daerah dan pejabat negara yang menganut hedonisme ala Epikuros yang cenderung berupaya mendapatkan kesenangan rohani tanpa memungkiri bahwa kesenangan badani juga dibutuhkannya sebagai kodrat alamiah manusia.***
Penulis | : | Dr. Aidil Haris, S.Sos., M.Si: Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau. |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |