PEKANBARU (CAKAPLAH) - Eks Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Hendra AP, batal pengikuti persidangan perdana kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tahun anggaran 2019 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (28/3/2023). Hendra beralasan tak bisa ikut sidang karena sakit.
Alasan sakit disampaikan Hendra AP yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andre Antonius melalui video teleconference di hadapan majelis hakim yang diketuai Iwan Irawan, dengan hakim anggota Yuli Artha Pujoyotama dan Yanuar Anadi. Hakim sempat mempertanyakan surat sakit tapi Hendra AP menyatakan tidak ada.
Perkara pokok ini digelar bersamaan sidang praperadilan yang diajukan Hendra AP ke Pengadilan Teluk Kuantan atas sah atau tidaknya penetapan tersangka dirinya oleh Kejaksaan Negeri Kuansing. Saat ini, persidangan tersebut sudah memasuki agenda pembuktian dari termohon.
Majelis hakim yang mengetahui adanya sidang tersebut menyebut sidang praperadilan itu otomatis gugur karena perkara pokok sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. "Ini sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 5 tahun 2021," tegas Iwan.
Karena Hendra AP tidak bisa ikut sidang, akhirnya majelis hakim meminta JPU membacakan dakwaan terhadap Yeni Maryati yang merupakan Bendahara di BPKAD Kuansing. Terdakwa Yeni Maryati ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Kuansing bersama Hendra AP pada Jumat, 10 Maret 2023.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, tindak pidana dilakukam Yeni Maryati bersama-sama dengan Hendra AP selaku Pengguna Anggaran pada Januari-Desember 2019. Dana ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuansing Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp 4.376.003.000 dan setelah perubahan menjadi sebesar Rp3.771.428.000.
Anggaran digunakan untuk kegiatan Perjalanan Dinas Dalam Daerah dan Perjalanan Dinas Luar Daerah sebanyak 42 perjalanan dinas. Rinciannya, perjalanan Dinas Luar Daerah sebanyak 31 kegiatan dengan anggaran sebesar Rp.3.467.856.000 dan perjalanan Dinas Dalam Daerah sebanyak 11 kegiatan dengan anggaran sebesar Rp303.572.000.
"Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yakni mempergunakan bukti-bukti pertanggungjawaban yang tidak sah atau tidak lengkap. Hal ini untuk melakukan pencairan guna memperoleh selisih dari biaya yang dikeluarkan sebenarnya pada saat melaksanakan Kegiatan Perjalanan Dinas pada BPKAD Kuansing 2019," kata JPU.
Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara mencurangi kelengkapan dan keabsahan dokumen Surat Pertanggungjawaban. "Pertanggungjawaban keuangan tidak dilengkapi bukti dukung," jelas JPU.
Selanjutnya perjalanan Dinas Luar Daerah (Fiktif), Bill Hotel/Penginapan (Fiktif), Bill Hotel/Penginapan (Mark-up), Penerimaan biaya Transportasi 75% Rangkap (Kegiatan Tumpang Tindih). Penerimaan biaya Hotel/Penginapan 30% Rangkap (Kegiatan Tumpang Tindih), Penerimaan biaya Representasi Rangkap (Kegiatan Tumpang Tindih), Penerimaan Uang Harian Rangkap (Kegiatan Tumpang Tindih), Hotel/ Penginapan 30% (Kelebihan Pembayaran), Hotel /Penginapan (Kelebihan Pembayaran) dan Tiket Pesawat (Kelebihan Pembayaran).
"Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebesar Rp 576.831.838. Hal ini berdasarkan Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Auditor Kejaksaan Tinggi Riau," tegas JPU.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan JPU itu, Yeni Maryani menyatakan tidak mengajukan keberatan. Majelis hakim memerintahkan JPU menghadirkan saksi untuk dimintai keterangannya pada persidangan pekan depan.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Kabupaten Kuantan Singingi, Hukum |