Polisi Israel dikerahkan di Kota Tua Yerusalem setelah terjadi penembakan di kompleks Masjid al-Aqsha, Sabtu (1/4/2023). | AP Photo/ Mahmoud Illean
|
(CAKAPLAH) - Polisi Israel menembak mati seorang warga Palestina di pintu masuk menuju Masjid al-Aqsha, Sabtu (1/4). Kejadian itu membuat situasi di kompleks yang jadi tujuan utama ibadah umat Islam Palestina selama Ramadhan itu kembali memanas.
Saksi mata warga Palestina menuturkan, pada Sabtu pagi bahwa polisi menembak pria itu setidaknya 10 kali. Hal itu dilakukan setelah dia mencoba mencegah polisi melecehkan seorang wanita yang sedang dalam perjalanan ke kompleks suci di jantung Kota Tua Yerusalem itu.
Polisi mengatakan pria yang terbunuh itu adalah Mohammed Alasibi, berusia 26 tahun dari Hura, sebuah desa Arab Badui di Israel selatan. Beberapa jam setelah kejadian, gang batu berlumpur menuju Masjid al-Aqsha masih berlumuran darah.
Keluarga Alasibi mengatakan dia adalah seorang dokter yang baru saja lulus ujian dan mendapatkan gelar di Rumania. Dia kembali ke kampung halamannya sebulan yang lalu, kata sepupunya, dan merawat ayahnya yang sakit saat dia bekerja untuk mendapatkan sertifikasi di Israel.
“Dia pria yang sopan dan baik hati dari keluarga dokter yang pergi ke Al-Aqsa karena alasan spiritual,” kata sepupunya Fahad Alasibi. "Jika Anda ingin kami percaya bahwa dia mencoba menyerang polisi, tunjukkan rekaman keamanannya kepada kami." Pihak Israel berulang kali mengklaim bahwa pembunuhan yang mereka lakukan terhadap warga Palestina adalah tindakan membela diri. Namun kerap kali bukti-bukti menyangkal pembelaan tersebut.
Noureddine (17 tahun) yang tinggal di lingkungan itu mengatakan dia melihat Alasibi menghadapi polisi yang menghentikan seorang jamaah wanita dalam perjalanannya ke Masjid al-Aqsha. Hubungan Alasibi dengan perempuan itu tidak jelas. Noureddine mengatakan semacam perselisihan terjadi antara Alasibi dan petugas sebelum dia mendengar selusin tembakan menyalak.
“Tidak ada yang bisa membenarkan tembakan sebanyak itu,” katanya, menunjuk ke video yang dia rekam menunjukkan pedagang dan jamaah Palestina berteriak mendengar suara peluru yang ditembakkan secara berurutan. Peluru-peluru itu ditembakkan dari jarak dekat.”
Sepupunya Fahad mengatakan Alasibi khawatir melakukan perjalanan dari gurun Negev Israel ke Masjid al-Aqsha karena ayahnya yang sakit bergantung padanya. “Tapi dia pergi karena shalat di sana selama Ramadhan sangat berarti baginya,” katanya.
Noureddine mengatakan polisi memaksa pedagang Palestina dan jamaah keluar dari daerah itu setelah insiden tersebut, memukulinya dan yang lainnya dengan pentungan. Polisi Israel sempat menutup situs tersebut sebelum membukanya kembali untuk shalat subuh.
Sedangkan juru bicara kepolisian Israel mengatakan Alasibi pertama kali menimbulkan kecurigaan saat berjalan menuju kompleks yang ditutup. Setelah dihentikan untuk diinterogasi, juru bicara tersebut mengatakan Alasibi melompat ke salah satu petugas dan mengambil senjatanya, berhasil menembakkan dua peluru ke arah polisi saat petugas tersebut berjuang untuk menahannya.
Polisi menggambarkan insiden itu sebagai upaya serangan teroris dan mengatakan mereka menembak dan membunuhnya untuk membela diri. Tidak ada petugas yang terluka. Juru bicara itu mengatakan tidak ada kamera di dinding bagian dalam kompleks yang bisa merekam kejadian tersebut.
Kompleks Masjid al-Aqsha telah menjadi fokus bentrokan di masa lalu, terutama pada saat terjadi kekacauan di Israel dan Tepi Barat. Tahun ini, ketika kekerasan melonjak di wilayah pendudukan di bawah pemerintahan paling kanan dalam sejarah Israel, ketakutan akan eskalasi di Yerusalem meningkat dengan dimulainya bulan suci Ramadhan. Polisi Israel telah meningkatkan pasukan mereka ketika puluhan ribu jamaah Muslim berduyun-duyun ke Masjid al-Aqsha untuk shalat.
Konfrontasi di kompleks itu telah memicu kekerasan yang lebih luas di masa lalu. Serangan aparat Israel ke Masjid al-Aqsha pada Mei 2021, misalnya, memicu serangan selama 11 hari oleh Israel ke Jalur Gaza.
Kelindan Ramadhan tahun ini dengan hari raya Paskah Yahudi dapat meningkatkan kemungkinan gesekan karena Kota Tua menampung gelombang besar peziarah.
Selama setahun terakhir, kekerasan telah melonjak di Tepi Barat yang diduduki. Setidaknya 86 warga Palestina telah gugur oleh tembakan Israel atau pemukim Yahudi tahun ini, menurut penghitungan Associated Press. Serangan Palestina terhadap Israel telah menewaskan 15 orang pada periode yang sama. Israel mengatakan sebagian besar dari warga Palestina yang gugur adalah militan. Namun para pemuda pelempar batu yang memprotes serbuan polisi dan orang-orang yang tidak terlibat dalam konfrontasi juga meninggal.
Sementara, ratusan ribu warga Palestina dari wilayah pendudukan Tepi Barat berbaris ke Masjid al-Aqsha untuk shalat Jumat kedua di bulan suci Ramadhan. Mereka menentang pembatasan yang diberlakukan oleh Israel. "Sekitar 250 ribu jamaah solat Jumat di Masjid al-Aqsha,” kata kepala Departemen Wakaf Islam di Yerusalem Sheikh Azzam al-Khatib dikutip dari Anadolu Agency.
Angka tersebut secara signifikan lebih tinggi dari jumlah shalat Jumat pekan pertama yang mencapai 100 ribu orang. Kali ini kerumunan mulai berkumpul sejak dini hari, sementara otoritas Israel mengatakan 2.000 personel keamanan dikerahkan di Yerusalem Timur.
Mufti agung Yerusalem Mohammad Ahmad Hussein memperingatkan dalam khotbah, bahwa rencana Israel untuk menargetkan Masjid Al Aqsa selama Paskah Yahudi. Acara itu akan diperingati antara 5-12 April.
Pasukan Israel melarang laki-laki dari Tepi Barat di bawah usia 55 tahun memasuki Masjid al-Aqsha. Tel Aviv mengumumkan hanya akan mengizinkan perempuan, anak-anak, dan laki-laki berusia di atas 55 tahun untuk memasuki Masjid al-Aqsha tanpa izin selama Ramadhan. Sejumlah kecil orang dari Jalur Gaza telah memperoleh izin untuk memasuki Yerusalem Timur selama Ramadhan.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Republika.co.id |
Kategori | : | Internasional |