PEKANBARU (CAKAPLAH) - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau mendukung penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pegawainya, M Fahmi Aressa.
Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau itu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) karena diduga menerima suap dari Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil.
M Fahmi Aressa menerima suap dari M Adil dengan tujuan agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga
nantinya memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WPN) dari BPK Riau. Uang suap yang diterima sebesar Rp1,1 miliar.
Selain M Adil, dan M Fahmi Aressa, tim KPK juga mengamankan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih. Kini, M Adil dan
Fitria Nengsih ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Menanggapi peristiwa OTT Oknum ASN BPK tersebut, instansi itu menyiarkan siaran persnya di website resmi riau.bpk.go.id. Ada empat poin yang ditekankan di dalam siaran pers itu.
Pertama, BPK mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, Kedua, BPK sangat prihatin dengan kejadian yang melibatkan oknum pegawai BPK yang mempunyai kewajiban menegakkan Nilai-Nilai Dasar BPK, yaitu Integritas, Independensi, dan Profesionalisme, serta tidak terlibat dari tindak pidana korupsi.
Ketiga, atas dugaan tindak pidana korupsi, pelanggaran Nilai-Nilai Dasar BPK, dan pelanggaran disiplin PNS yang dilakukan oleh oknum pegawai, maka BPK mendukung proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sesuai ketentuan perundang-undangan, BPK memiliki Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) yang memproses pelanggaran kode etik tersebut, BPK memproses pelanggaran disiplin PNS sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, BPK mengharapkan komitmen dan upaya bersama dengan seluruh pimpinan dan pejabat entitas yang diperiksa untuk membangun penegakan Nilai-Nilai Dasar BPK, dalam mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang bebas korupsi, berkualitas dan bermanfaat untuk mencapai tujuan negara.
"BPK mendukung proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sesuai ketentuan
perundang-undangan," ujar Kepala Sub Bagian Humas dan TU BPK Perwakilan Riau, Solikhin, dalam keterangan pers, Rabu (12/4/2023).
Diberitakan sebelumnya, KPK melakukan OTT di empat tempat yakni Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru dan Jakarta, pada Kamis (6/4/2023). Dalam OTT itu diamankan 20 orang yang terdiri dari Bupati Meranti, Sekda, kepala dinas, kepala badan,
dan swasta.
Setelah dilakukan pemeriksaan, akhirnya tim KPK menetapkan tiga orang tersangka, yakni M Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK
perwakilan Riau.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, M Adil yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 2021. M Adil terjerat tiga kasus sekaligus yakni dugaan tindak pidana korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi atau penerimaan fee jasa umrah dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.
Ali menyebut, M Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 % sampai dengan 10 % untuk
setiap SKDP," jelas Ali.
Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligua orang kepercayaan M
Adil.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk
maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," ungkap Ali.
M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M
Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh
Wajar Tanpa Pengecualian. "MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali.
Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26, 1 miliar dari berbagai pihak,. "Ini akan ditindaklanjuti dan didalami
lebih detail oleh Tim Penyidik," tutur Ali.
Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yqkni sebagai penerima suap, M Adil melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai pemberi suap,, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.