PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kementerian Hukum dan HAM hadir di Universitas Riau melalui Kumham Goes to Campus, Rabu (16/5/2023). Kegiatan ini mensilosialisasikan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang sudah disahkan pada 6 Desember 2022.
KUHP nasional diundangkan pada 3 Januari 2023 sebagai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023. Kendati begitu, KUHP ini baru akan diberlakukan efektif pada 2 Januari 2026, hingga perlu disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjadi keynote speaker mengatakan, KUHP nasional menjalani proses panjang yang mulai sejak 1958. Draf masuk ke DPR pada 1963 hingga mengalami perubahan lebih dari 25 kali. Sesuai perkembangan zaman dan masyarakat.
"Memakan waktu untuk disahkan, kalau dilihat masuk ke DPR, kurang labih 60 tahun. Artinya KUHP nasional ini telah melibatkan publik dalam pembuatannya. Kami sadari bahwa kami tidak bisa membuat KUHP nasional yang sempurna, apalagi di tengah masyarakat yang multi etnis, reliji dan multi tafsir," kata Edward di gedung M Diah, FKIP Unri.
Edward menjelaskan, KUHP nasional terdiri dari dua buku, berbeda dari KUHP sebelumnya yang ada tiga buku. Buku satu tentang ketentuan hukum dan buku dua tentang tindak pidana.
"Visi KUHP nasional berorientasi pada hukum pidana moderen, yaitu keadilan korektif, restoratif, dan rehabilatatif," kata Edward.
Keadilan korektif artinya tidak lagi menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam tetapi mengutamakan keadilan korektif bahwa ada sanksi yang diberikan pada pelaku kejahatan. Sanksi tidak hanya pidana tapi juga tindakan.
"Selain koreksi terhadap seseorang melakukan tindak pidana juga rehabilitasi terhadap pelaku, demikian juga kepada korban, dia dipulihkan. Orientasi keadilan reatoratif tapi juga diperbaiki," jelas Edward.
Visi KUHP kedua mencegah penjatuhan pidana dalam waktu yang singkat. Diharap dapat menangani masalah terbesar di Kemenkumham yakni over kapasitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia.
"Saat ini 270 ribu sementara kapasitas 160 ribu. Jadi kita kelebihan 100 ribu lebih. Dengan KUHP ini diharapkan dapat mengurangi over kapasitas," kata Edward.
Selain visi, juga ada lima misi dari KUHP nasional yakni demokratisasi, dekolonisasi, modifikasi alternatif pidana, konsolidasi, dan harmonisasi.
Demokratisasi KUHP masional tidak untuk mengekang kebebasan berbicara, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berdemokrasi.
Sebaliknya menjamin semua itu dengan batas-batas yang telah ditentukan sebagaimana yang terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi ketika berbagai pasal dalam KUHP yang lama itu diuji di Mahkamah Konstitusi.
Misi Kolonisasi ini diartikan sebagai upaya-upaya untuk menghilangkan nuansa kolonial dalam KUHP lama. Ini dijelaskan dalam buku satu pada KUHP nasional yang tidak hanya berorientasi pada kepastian hukum tapi juga kemanfaatan dan keadilan.
"Dalam Pasal 53 bahkan disebutkan jika dalam mengadili perkara ada pertentangan antara kepastian dan keadilan maka hakim wajib mengutamakan keadilan," tutur Edward.
Selanjutnya, Edward mengatakan bahwa dalam KUHP baru, ada istilah standar absensi atau standar kepidanaan atau pedoman pembinaan. "Di sisi lain hakim dibatasi oleh ukuran oleh parameter oleh standar sehingga putusan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik," pungkasnya.
Ketiga, modifikasi alternatif menandakan bahwa meskipun pidana penjara ini masih merupakan pidana pokok tetapi tidak lagi yang utama di dalam KUHP nasional. Keempat, konsolidasi ini dimaksudkan untuk menghimpun kembali berbagai tindak pidana di luar KUHP nasional.
Terakhir harmonisasi, ini sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law).
Edward menegaskan, pentingnya sosialisasi KUHP nasional yang terus digencarkan selama tiga tahun ke depan. Tujuan utamanya adalah mengubah mindset masyarakat dan penegak hukum, serta memastikan bahwa penerapan hukum pidana berorientasi pada keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif.
"Sosialisasi kepada aparat penegak hukum agar ada kesamaan standar, parameter, pemahaman dalam penerapan KUHP nasional. Ini baru bisa dilakukan setelah Juni 2023 karena sekarang tim ahli sedang membuat modul yang akan jadi acuan bagi hakim, jaksa, polisi, advokad dan lembaga pemasyarakatan untuk menerapkan KUHP nasional," papar Edward
Rektor UNRI Prof Dr Sri Indarti menyampaikan terima kasih. Menurutnya Kumham Fose To Campus ini jadi mementum untuk memahami dan melaksanakan aturan-aturan hukum yamg berlaku.
Di kegiatan ini juga hadir sebagai pembicara Bambang Sagitanto, Analisis Hukum Madya DJKI, Asep Achmad dari Pemeriksa Desain Industri Madya DJKI. Prof. Topo Santoso dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. M. Arief Amrullah dari Universitas Jember.***