Kegiatan sosialisasi pencegahan cyber bullying ini dilakukan mengingat masih banyaknya kalangan remaja yang belum mampu menggunakan internet secara sehat dan rentannya aktivitas bullying di media sosial. 

 

Maraknya cyber bullying di media sosial juga tidak terlepas tingginya angka pengunaan internet di kalangan remaja. Berdasarkan data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Juni 2022 pengguna internet di kalangan usia 13-18 tahun mencapai 99,16 persen dan anak usia 5012 tahun mencapai 62, 43 persen. Sedangkan smartphone atau tablet adalah media yang paling dominan digunakan untuk mengakses internet, yakni mencapai 89,3 persen.

 

“Kehadiran media sosial telah memicu tingginya angka pengunaan internet pada anak-anak remaja termasuk anak-anak. Persoalan kemudian hadir adalah teknologi komunikasi dan informasi ini tidak hanya membawa dampak positif akan tetapi juga, seperti pengunaan media sosial sangat rentan dijadikan sebagai aktivitas cyber bullying,” jelas Al Sukri S.Sos MIKom, Jum’at (26/8/2022).

 

Aktivitas cyber bullying tidak hanya dilakukan secara sadar tetapi juga sering dilakukan tidak secara sadar.

“Mungkin maksudnya hanya sekedar bergurau, tetapi gurauan tersebut menyakiti perasaan orang yang diguraukan,” ungkap Al Sukri.

 

Menurut Al Sukri, cyber bullying adalah bentuk perilaku yang menyakiti perasaan orang lain melalui teknologi digital. Cyber bullying bisa berbentuk percakapan kasar, menghina, memberi ancaman, pelecehan, pemerasan, membuat informasi bohong, termasuk juga memposting sesuatu yang bersifat pribadi dari seseorang yang membuat orang lain tidak nyaman dan dirugikan.

 

Dijelaskan Al Sukri, penyebab bullying umumnya dilakukan karena balas dendam, biar terlihat keren atau anak gaul, ingin menunjukkan dominansi, merasa iri terhadap orang lain. 

 

“Orang yang pernah menjadi korban bullying memungkinkan untuk melakukan tindakan serupa. Misalnya dalam game online terjadi dialog antar pemaian. Dalam dialog tersebut sering kali terjadi intimidasi, tindakan membentak, berkata kasar atas ketidak puasan terhadap kawan atau lawan dalam permainan. Orang yang menjadi korban memungkinkan melakukan hal yang sama,” kata Al Sukri. 

 

Yang perlu menjadi perhatian serius, menurut Al Sukri, orang yang menjadi korban cyber bullying bisa menyebabkan korban depresi, bersikap penuh curiga, sensitif, menjadi penyendiri, meraa susah untuk bersosialisasi dan kehilangan motovasi belajar.

 

“Upaya pencegahan yang baik agar tidak terjadi cyber bullying adalah, menguatkan pemahaman literasi digital, selalu mempertimbangkan masak-masak setiap akan memposting sesuatu, selektif dan berhati-hati ketika ingin mengomentari sesuatu dan yang penting lagi jangan pernah memulai aktivitas cyber bullying jika tindak ingin menjadi korban,” tegas Al Sukri.

 

Dijelaskan Al Sukri, kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Fikom Universitas Islam Riau ini, merupakan bentuk tanggungjawab kampus dalam menguatkan kemampuan literasi digital pada masyarakat, sehingga masyarakat mampu menggunakan media sosial secara sehat, bijak dan kreatif.***