

PEKANBARU (CAKAPLAH) - Sebulan terakhir kasus konflik antara manusia dan hewan masih terjadi di Provinsi Riau. Beberapa waktu lalu, seorang wanita diterkam harimau saat menemani suaminya mandi di kanal.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi menyebut, kerusakan hutan yang semakin masif, mengganggu kelangsungan ekosistem yang ada di dalam hutan. Satu dampak dari praktik pembabatan hutan dan alihfungsi lahan yakni terjadinya konflik antara satwa liar dengan manusia.
Ia juga menyinggung, banyak gajah yang merusak kebun masyarakat akibat habitat hewan dilindungi itu sudah menipis. Kemudian ada kawanan monyet yang masuk perkampungan, hingga konflik manusia dengan harimau Sumatera.
"Wajar mereka seperti itu. Karena memang lahan untuk hidup itu digarap oleh orang. Kalau gajah itu masuk perkampungan, sah-sah saja karena tempatnya tidak ada lagi. Tidak itu saja, kemarin saya pulang ke Rohil. Di kampung kami itu bahkan kawanan monyet saja sudah masuk pemukiman. Kami mendesak agar ada perbaikan ekosistem hutan," kata Husaimi, Kamis (15/9/2022).
Instansi terkait harus mengembalikan ekosistem satwa liar. Ia minta, kawasan hutan lindung yang ada di berbagai daerah di Riau, agar dapat dihijaukan kembali. Bila memang sebelumnya marak aksi deforestasi berupa ilegal logging, pemda harus melakukan penghijauan kembali.
"Jadi kalau memang kemarin itu ada yang garap hutan lindung itu kembalikan ke ekosistemnya. Tapi kalau dibiarkan hutan lindung itu digarap, ya habis. Kepastian hukum tentang hutan lindung itu juga harus ditegakkan. Ada yang garap itu dikembalikan ke habitat sebagai hutan kalau kita mau selamatkan negeri ini," jelasnya.
DPRD Riau juga sudah membuat panitia khusus (Pansus) sebagai respon kondisi tersebut. Pansus ini juga berfungsi membuat payung hukum, bagaimana lahan itu bisa dikelola dengan baik oleh masyarakat setempat.
Husaimi Hamidi yang juga Ketua Pansus pengelolaan hutan mengatakan, pansus akan langsung bekerja menyusun rancangan terhadap perda pengelolaan hutan. Pansus akan belajar ke Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah untuk mempelajari payung hukum tersebut.
"Kita bisa contoh Sulawesi Tengah dan NTB. Mereka sudah sejak 2019 kemarin sudah memiliki Perda Pengelolaan Hutan. Nanti kita akan berkunjung ke sana untuk mengambil perbandingan," kata Husaimi Hamidi.
Kata Husaimi, Provinsi Riau sangat membutuhkan regulasi pengelolaan hutan. Mengingat lebih dari setengah kawasan yang ada di Riau merupakan kawasan hutan. Hal ini tentunya juga memiliki potensi besar yang bisa didapat masyarakat maupun pemerintah daerah.
"Jadi pengelolaan hutan ini supaya ada payung hukumnya. Hari ini kan banyak dari kawasan hutan yang ada potensi pendapatan daerah, tapi tidak bisa kita gunakan karena tidak ada hukumnya. Oleh karena itu pemerintah daerah memutuskan untuk mengusulkan Ranperda ke DPRD," jelas Husaimi.
Lanjut dia, Pansus mulai bekerja sesuai batas waktu yang telah ditentukan melalui tata tertib dewan. Ia berjanji akan bekerja maksimal agar Perda Pengelolaan Hutan bisa benar-benar bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat Provinsi Riau.
"Kami akan kerja secara maksimal ya gunanya adalah untuk sebagai hukum ketika nanti ada satu daerah hutan ada potensi yang bisa kita kelola," jelasnya.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Serantau |













01
02
03
04
05






