SIAK (CAKAPLAH) - Sinaran matahari pagi itu, Rabu (30/11/2022), menambah semangat tim peneliti kehutanan internasional (CIFOR-Center for International Forestry Research) bersama mitra dan rombongan media massa skala internasional, nasional dan lokal bersiap turun ke lapangan meninjau hasil riset aksi partisipatif yang dilakukan sejak setahun belakangan di Kabupaten Siak.
Rombongan pagi itu bertolak dari Hotel Harmoni di Kota Siak menuju lokasi riset yang berada di dua kampung (sebutan desa di Siak) di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak yakni kampung Penyengat dan Kayu Ara Permai. Tentunya rombongan mengawali kegiatan dengan sarapan bersama sebelum berangkat.
Menempuh sekitar satu setengah jam perjalanan dari titik awal menggunakan mini bus, akhirnya rombongan tiba pada lokasi tujuan pertama yaitu kampung Penyengat sekitar pukul 10.00 WIB. Di sana rombongan disambut hangat oleh Penghulu (kepala desa) di Aula Kantor kampung Penyengat.
Sebelum meninjau lokasi riset yang disebut arena aksi oleh tim CIFOR, rombongan mendapat wejangan dan sambutan dari pemangku kepentingan yang hadir di Aula itu.
Di sana Penghulu kampung Penyengat, Abok memaparkan sedikit tentang kondisi kampungnya kepada rombongan yang notabene adalah awak media yang diboyong tim CIFOR dalam rangka kegiatan Kunjungan Lapang dan Lokakarya Media bertema "Mengapa Masyarakat Penting dalam Pencegahan Kebakaran dan Restorasi Lahan Gambut: Menuju FOLU Net Sink 2030 dan Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19".
Abok menyampaikan di kampung Penyengat secara garis besar berlahan gambut, hampir setiap tahunnya ada saja lahan terbakar di wilayah itu, entah ulah manusia secara sengaja atau tidak sengaja. Namun sejak lima tahun terakhir, titik api di Penyengat mulai berkurang secara signifikan.
Ditambah lagi kehadiran tim CIFOR yang menawarkan solusi melalui riset aksi partisipatif, mengubah cara pandang masyarakat terhadap pelestarian lahan gambut dengan metode-metode yang menjanjikan.
Tim CIFOR-ICRAF bersama mitra dari Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Riau, Pemkab Siak dan forum Non Govermen Organization (NGO) lokal Sedagho Siak pada 2021 akhir telah melaksanakan riset aksi partisipatif melalui pendekatan intens ke masyarakat setempat. Hal yang dilakukan ialah meninjau prilaku masyarakat dalam menjaga kebakaran dan restorasi gambut, menawarkan pengembangan membuka lahan tanpa membakar dan bereksperimen dengan komoditi tanaman yang layak dan cocok pada gambut serta bernilai ekonomis.
Projek Leader yang juga Deputy Country Director & Senior Scientist CIFOR-ICRAF Indonesia, Prof Dr Harry Purnomo mengatakan pihaknya telah bekerjasama dengan PSB UNRI sejak tahun 2018 dengan dukungan dari Temasek Foundation Singapura dan Singapore Cooperation Enterprise (SCE).
Ia menjelaskan kelompok masyarakat yang dibina kemudian difasilitasi untuk pembangunan sekat kanal, pembuatan embung, pengembangan kebun bibit dan penanaman komoditi yang bernilai ekonomis.
"Kita memang konsennya lebih kepada perubahan prilaku masyarakat," cakap Harry kepada media.
Peneliti Senior CIFOR ini menegaskan bahwa pihaknya bukanlah penyuluh untuk menentukan tanaman apa yang baik ditanam selain Sawit. Namun menawarkan solusi dan didiskusikan bersama-sama apa yang bagus untuk perubahan iklim di masing-masing lokasi kepada kelompok masyarakat.
Untuk di kampung Penyengat, CIFOR menentukan 4 titik arena aksi yang menjadi lokasi risetnya.
Pada arena aksi 1, terdapat kelompok masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Api (MPA) beranggotakan 5 orang diketuai oleh Aseng, mengelola lahan milik pemerintah kampung seluas 2 Ha dengan kedalaman gambut 11,5 meter. Kelompok tani itu dipercaya untuk mengembangkan model bisnis penghijauan lanskap dengan penanaman 30 bibit lengkeng dan 200 bibit matoa.
Ketua kelompok arena aksi 1 kampung Penyengat, Aseng mengaku banyak program bermanfaat yang dibawa CIFOR terhadapnya. CIFOR terus mendorong bagaimana masyarakat untuk membuka lahan dengan manual (membabat) agar tidak merusak sistem dan unsur hara gambut.
"Tim CIFOR membantu kami dengan bibit lengkeng dan matoa, dan kami juga menanam nanas di sekitar area lahan. Saat ini rata-rata usia pada tumbuhan sudah kurang lebih tiga bulan, dan sejauh ini kami dibimbing juga oleh teman-teman dari Sedagho Siak dalam projek ini," cakap Aseng.
Selain pembibitan, pemupukkan dan perawatan tanaman, CIFOR juga mengajarkan petani di sana untuk membuat sekat kanal air yang baik guna menjaga kadar air di lahan gambut. Tentu saja projek tersebut disupport dana oleh CIFOR.
Rombongan juga berkesempatan untuk memanen nanas yang kebetulan saat itu ada sebagian nanas siap panen di areal tersebut. Nanas yang dihasilkan tampak besar dan rasanya juga manis.
Kemudian rombongan beralih ke arena aksi 2 kampung Penyengat, di sana kelompok binaan itu diketuai oleh Kehong. Model pengembangan tanaman di sana adalah matoa dan kelapa hibrida. Menariknya, bukan lahan yang luas yang dikelola melainkan hanya perkarangan belakang rumah Kehong.
Tak jauh dari lokasi tadi, rombongan kemudian bergeser sedikit ke lahan arena aksi 3 yang dikelola oleh Karang Taruna Suku Anak Rawa, Alexander. Komoditi yang ditanamnya ialah pisang dan pohon lengkeng. Namun bukan jenis tanamannya yang menjadi perhatian namun adanya pembuatan sekat kanal permanen yang dibuat swadaya oleh kelompok tani itu sendiri, dengan design yang sesuai untuk pengairan di gambut.
Puas meninjau arena aksi di Penyengat, terik matahari yang kian panas membuat rombongan kelaparan, dengan gerak cepat CIFOR beserta rombongan menuju Kantor kampung Kayu Ara Permai untuk istirahat sambil makan siang yang telah disiapkan oleh pemerintah kampung di sana.
Usai menyantap makan siang, rombongan bergerak meninjau sejumlah lokasi riset yang ada di Kayu Ara Permai. Di sana terbagi menjadi 5 arena aksi.
Tak jauh dari kantor kampung Kayu Ara Permai, terdapat kelompok wanita tani binaan CIFOR yang terdiri dari 20 orang emak-emak aktif berladang. Kelompok wanita tani itu bernama Permai Indah Duo yang diketuai oleh Yusniati yang mengelola lahan pribadinya seluas seperempat atau 0,25 Ha di belakang rumahnya.
Kelompok wanita tani itu memilih pengembangan model bisnis wanatani jahe merah yang saat ini rata-rata berumur 2 bulan. Total bibit yang diberikan CIFOR sebanyak 1.500 bibit unggul.
"Kami mendapat bantuan berupa jahe merah yang kemudian kami kelola bersama ibu-ibu anggota kelompok. Selain itu kami juga dibantu pupuk dan pembimbingan untuk pengembangan jahe ini," cakapnya diwawancarai media.
Cita-cita serta harapan Yusniati dan kawan-kawan dari projek itu adalah pengembangan produksi jahe olahan. Ia sepakat bersama kelompoknya dari hasil panen jahe merah mendatang tidak akan dijual mentah-mentah ke pasaran, melainkan akan diolah menjadi minuman serbuk jahe kristal yang kaya akan khasiat produksi rumahan kelompok mereka.
"Karena kami menilai jahe olahan lebih bernilai ekonomis ketimbang di jual begitu saja. Meskipun sekarang harga jahe merah di pasaran mencapai Rp30 ribu per kilonya, tapi kami yakin produk minuman jahe kristal kami akan laku di pasaran sehingga lebih banyak omsetnya," cakap Yusniati.
Kendati demikian, Yusniati mengungkapkan memang sedikit sulit dalam pengembangan jahe merah itu, terlebih lahan yang dikelolanya sering banjir jika hujan terus menerus membuat tanamannya menjadi rusak. Namun itu tak menyurutkan semangat emak-emak dan mereka tetap berinovasi bagaimana membuat sekat kanal yang bagus untuk pengairan di ladangnya.
Setelah berbincang santai bersama kelompok wanita tani di arena aksi 4 itu, rombongan kemudian menuju arena aksi 3 yang jaraknya cukup dekat dengan pesisir laut. Di lokasi yang menjadi lokasi terakhir peninjauan ternyata bermedan sedikit ekstrim, sebab kedalaman gambut lebih tebal, permukaan lebih basah mirip rawa.
Pada arena aksi 3 itu, ada dua kelompok tani yang saling berkolaborasi yakni Poktan Naga Permai dipimpin Yulius dan Permai Bertuah dipimpin Syarifudin, Masing-masing beranggotakan hampir 20 orang.
Lahan yang mereka kelola merupakan lahan pemerintah kampung Kayu Ara Permai seluas 2 Ha. Komoditi yang ditanam kopi dan pohon karet.
Untuk menuju lokasi tanaman kopi dan karet di sana, rombongan dihadapkan dengan rintangan medan jalan setapak yang cukup becek dan melewati hutan yang lembab. Tak sedikit lumpur gambut naik ke sepatu hingga celana masing-masing pejalan. Jarak tempuh hampir sekitar 2 kilometer untuk sampai ke kebun yang dimaksud.
Setiba di lokasi, rombongan langsung diperlihatkan kebun pohon karet yang sudah hampir siap panen, di antara pohon karet itu barulah ditemui tumbuhan kopi Liberika yang masih berumur 3 bulanan dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 1.900 bibit kopi.
Ketua Poktan Naga Permai dan Permai Bertuah, Yulius dan Syarifudin optimis bahwa projek mereka berhasil, sejauh ini perawatan dilakukan dengan maksimal dan tersistem. Menurutnya jika projek mereka berhasil, kabupaten Siak untuk pertama kali bisa budidaya kopi Liberika, dan pemerintah harus mengembangkan projek tersebut dengan skala besar.
"Potensinya sangat besar, karena dari beberapa survey lokasi ini cocok ditanam kopi Liberika. Kami berharap besar dengan keberhasilan projek ini karena bisa menjadi contoh untuk pengembangan selanjutnya," kata Syarifudin.
Ia mengatakan sebelumnya memang lokasi arena aksi 3 itu sering mengalami kebakaran yang cukup parah, namun berkat bimbingan CIFOR dan NGO lainnya masyarakat di dua kelompok itu mengubah pandangan terhadap pelestarian gambut, program membuka lahan tanpa membakar juga terus digaungkan kepada masyarakat sekitar agar gambut tetap terjaga.
Sementara itu, Peneliti Senior CIFOR, Prof Dr Herry Purnomo mengemukakan alasan mengapa memilih kampung Penyengat dan Kayu Ara Permai sebab di dua kampung itu pernah mengalami kebakaran hebat, menghanguskan puluhan Hektare hutan dan lahan kebun sawit di areal tersebut.
Sejatinya kata Prof Dr Herry Purnomo, tujuan riset aksi partisipatif yang dilakukan CIFOR dalam rangka pencegahan kebakaran dengan membuka lahan tanpa bakar, sekaligus merestorasi gambut berbasis masyarakat. Artinya masyarakat yang berperan penting memilih untuk bereksperimen terhadap komoditi yang sesuai di lahan gambut sehingga masyarakat mampu mendongkrak perekonomian dengan tumbuhan bernilai jual tinggi selain Kelapa Sawit.
"Dan kami melihat ini peluang untuk memperluas model ini ke seluruh wilayah Kabupaten Siak ke depannya sebagai bagian dari mendukung program Siak Hijau yang dicanangkan Pemkab setempat," katanya.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |