PEKANBARU (CAKAPLAH) - Webinar 'Pantun Puncak Budi Bahasa dan Sastra' yang digelar oleh Salmah Creative Writing (SCW), Sabtu (3/4/2021) mendapat sambutan yang luar biasa dengan menghadirkan Dr. SPN GP Ade Darmawi, M.Ag (Indonesia) dan Dato' Prof. Rahman Shaari (Malaysia).
Terbatasnya ruang karena digelar secara daring lewat aplikasi zoom, banyak yang akhirnya kecewa karena tak bisa mengikuti webinar ini.
Siti Salmah, Founder SCW, pun merasa senang dengan sambutan itu, namun dia juga meminta maaf karena memang diakuinya banyak yang ingin ikut akhirnya tak bisa karena memang ruang yang terbatas.
Tak cuma di Indonesia, dari pihak Malaysia pun luar biasa, apalagi dengan adanya suguhan penampilan pantun lintas suka dari Melayu, China dan juga India, waktu lebih kurang 3 jam terasa pendek dan tak cukup untuk menjawab semua pertanyaan peserta.
"Ke depan nantinya, melihat antusiasme ini, kami dari SCW berkeinginan untuk melakukan webinar seperti ini lagi dengan bahasan lain, tentunya dengan ruang yang lebih luas agar semakin banyak yang bisa ikut," katanya.
Terkait dengan kegiatan ini, dia menyatakan kalau ini juga bagian dari upaya SCW melestarikan keberadaan pantun dengan bekerja sama dengan Komunitas Menulis Malaysia, persatuan penyair Malaysia, Dewan Kesenian Riau, Rumah Sunting, dan Gedau Production.
Siti Salmah juga mengingatkan kalau belum lama ini Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), telah menetapkan pantun sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia dan Malaysia.
"Hal ini tentu saja membuat kita bangga, namun di sisi lain kita juga diingatkan untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar tetap ada dan menjadi bagian dari kehidupan ini," harapnya.
Sementara itu, sebagai pembicara dalam webinar ini, Dr. SPN GP Ade Darmawi, M.Ag, menyampaikan terima kasih kepada SCW dan juga pihak Malaysia karena menurutnya kegiatan ini luar biasa.
"Dengan mengangkat soal Pantun, di mana Saya dengan Dato' Prof. Rahman Shaari bersepaham bahwa sebenarnya pantun yang berkembang, yang pernah ada sejak zaman ke zaman hingga hari ini bahkan sampai nanti akan kita jadikan akar tradisi," katanya.
Sehingga keberadaan pantun sebagai warisan bundaya tak benda dunia betul-betul terakui oleh negara-negara luar, tapi kita juga menghayati, bahwa kebenaran itu benar adanya.
"Kita jadikan pantun jadi bahagian dari perkembangan sastra terutama sastra klasik seperti lisan maupun tulisan," ujarnya.
"Saya tadi mencoba mencuil sedikit Dato' Rahman, ternyata beliau sebelum masuk ke puisi atau sastra modern, beliau juga sudah bertungkus lumus menggeluti sastra klasik diantaranya pantun, itu terbukti saat beliau menulis puisi, unsur pantun itu masih ada jejak dan rekamnya," jelasnya.
"Sehingga saya merasa bahagia sekali, ternyata keberadan pantun, dengan keyakinan, tak akan terikis, tak akan lekang oleh panas, tak akan lapuk oleh hujan," harapnya.
Di samping itu, dia mengharapkan kegiatan ini tak berhenti sampai di sini, harus terus dilanjutkan, dia berharap SCW akan tetap melakukan kegiatan seperti ini, bisa dalam bentuk daring, kelas pantun dan sebagainya.
"Kita libatkan lebih banyak pihak, mudah-mudahan apa yang kita lakukan semakin mengukuhkan pantun sebagai warisan budaya tak benda dunia. Kita dari Riau, Kepri dan Malaysia berhak mengakui dan menjulang marwah itu," pungkasnya.
Sementara itu, respon positif juga diutarakan Wacana Minda, Setiausaha Agung Persatuan Penyair Malaysia dan pengasas Komuniti Menulis Malaysia.
Menurutnya, acara ini mendapat sambutan dan respons yang cukup baik dari semua pihak.
"Rata-rata peserta ingin acara ini diadakan lagi buat kali kedua," katanya.
Pantun sebagai Warisan budaya bangsa Melayu seharusnya senantiasa disuburkan kembali untuk menarik minat anak-anak Muda agar terus menghargainya.
"Acara ini juga menjadi simbolisme kesatuan tekad negara Malaysia dan Indonesia sebagai saudara Serumpun," ucapnya.
Sementara itu, pemateri lainnya, Dato' Prof. Rahman Shaari, Presiden Persatuan Penyair Malaysia, menyebut kalau Pantun memang perlu dibicarakan.
"Seperti yang disebutkan oleh Dr Ahmad Darmawi, keistimewaan pantun jauh lebih daripada yang ditanggapi umum. Bicara kali ini telah membongkar sebahagian daripada kelebihan dan kehebatan pantun," ujar Dato' Rahman.
"Perlu dibicarakan lagi, bersiri dan berulang kali kerana pantun memuatkan segi-segi lain yang belum dicungkil. Tidak ada genre lain yang lebih popular daripada pantun, itu semua tahu," tambahnya.
Namun, kekuatan pantun-pantun yang merentasi dekad, seperti Pulau Pandan, Pisang emas, Tinggi-tinggi matahari, dan banyak lagi, perlu diserlahkan dari masa ke masa. Usaha sebegini sewajarnya diteruskan dan disokong semua.***
Penulis | : | Rilis |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |