PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau masih melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pengelolaan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Dalam waktu dekat, hasil penyelidikan akan disimpulkan untuk mengetahui kasus dilanjutkan ke penyidikan atau tidak.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Imran Yusuf mengatakan, ditargetkan dalam waktu dekat hasil kesimpulan sudah didapat.
"Sekarang lagi perampungan laporan hasil penyelidikan untuk simpulannya," ujar Imran, Rabu (11/10/2023).
Seperti diketahui, proses penyelidikan dilakukan guna mencari peristiwa pidana dalam perkara itu.
Dalam tahap itu, Korps Adhyaksa Riau melakukan pengumpulan data (puldata) serta pengumpulan
bahan dan keterangan (pulbaket).
Mengingat telah rampungnya proses tersebut, saat ini tim penyelidik tengah menyusun laporan hasil penyelidikan. Selanjutnya, tim akan melakukan gelar perkara untuk memastikan kelanjutan penanganan perkara.
"Tim lagi usahakan (laporan hasil penyelidikan) selesai dalam waktu yang tidak lama," ucap Imran.
Sebelumnya, Imran pernah memaparkan konstruksi perkara. Dikatakannya, pada periode tahun 2002 sampai dengan 2012, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing menggelontorkan sejumlah anggaran yang totalnya mencapai belasan miliar rupiah.
"Kalau saya tak salah, totalnya itu hampir 14 miliar atau 16 miliar (rupiah). Sekitar itu lah," sebut Imran beberapa waktu yang lalu.
Anggaran itu diperuntukkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di salah satu desa di Kota Jalur tersebut.
"Mengapa bangun kebun kelapa sawit? Karena saat itu, ninik mamak di salah satu desa, menganggap wilayah ini kalau tidak dijaga, itu akan dirambah oleh kabupaten lain. Sehingga ingin ada ketegasan batas," sebut Aspidsus.
"Oleh karena itu, (ninik mamak) meminta pemerintah kabupaten (Kuansing) untuk intervensi dengan membangun perkebunan kelapa sawit," sambung dia.
Dari total anggaran itu, sebut Imran, terealisasi pembangunan kebun hampir 500 hektare. Adapun tujuan lain dari pembangunan kebun sawit itu agar ada penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kabupaten Kuansing.
"Dibangun perkebunan itu salah satu yang ingin dicapai adalah adanya penambahan PAD. Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada penambahan PAD. Sekarang kebun itu tidak jelas pengelolaannya. Sekarang dikelola oleh sekelompok orang. Seharusnya (hasilnya) masuk menjadi PAD," jelas Imran.
Imran menyampaikan, anggaran yang dikeluarkan itu berupa belanja modal. Di mana lahan kebun itu merupakan tanah adat yang letaknya berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Dharmasraya.
"Itu awalnya tanah adat yang diserahkan ninik mamak kepada pemerintah. Itu berupa belanja modal, tapi oleh pemerintah kabupaten, pencatatan asetnya untuk tanah belum tercatat. Yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya," tutur Imran.
Dalam pengusutan perkara, tim penyelidik telah berkoordinasi dengan Auditor pada Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.
Sementara dari informasi yang dihimpun, kebun kelapa sawit itu berada di Desa Perhentian Sungkai, Kecamatan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuansing.
Perkara dilaporkan seorang warga Kuansing yang menyebut pengelolaan kebun kelapa sawit itu
diduga menyalahi aturan hukum yang mengakibatkan kerugian negara miliaran rupiah. Disebutkan, hasil kebun seluas 500 hektare itu diambil secara tidak sah oleh pihak-pihak tertentu.
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |