Muhammad Toyeb
|
Kota Pekanbaru kembali sering mengalami hujan lebat dari pagi hingga sore hari. Berdampak terjadinya musibah banjir di sebagian wilayah kota dan menggenangi jalan. Banyak kendaraan mengalami mogok dan merusak jalan aspal. Musibah yang menjadi langganan masyarakat dan seakan-akan tidak ada solusi konkret untuk penyelesaiannya. Menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat dari harta, benda maupun nyawa. Padahal bila ingin serius untuk menyelesaikan masalah banjir ini oleh pemerintah kota Pekanbaru dan provinsi Riau tentunya tidaklah sesulit yang dibayangkan. Asalkan punya komitmen yang kuat dan kontinuitas program penanganan masalah banjir. Apalagi masyarakat sudah mempunyai partisipasi yang tinggi untuk bisa bersama-sama menuntaskan masalah banjir.
Bila kita sering melintasi dalam kota, maka banyak dilihat sungai yang membelah kota Pekanbaru, seperti sungai Siak yang merupakan sungai primer dan menjadi muaranya sungai Sail, sungai Air Hitam, sungai Sago dan sungai kecil lainnya. Terdapatnya sungai-sungai ini tentu menjadi modal utama dalam manajemen pengelolaan banjir. Kota Pekanbaru merupakan wilayah yang kontur tanahnya relatif datar yang tidak memungkinkan air mengalir lebih cepat menuju sungai. Kondisi ini membuat derasnya air hujan yang turun tidak sebanding dengan pergerakan air menuju sungai primer. Air hujan seolah-olah berkumpul menunggu antrean untuk dapat berjalan menuju muara sungai. Dimana tempat berkumpulnya air selalu bersinggungan dengan pemukiman masyarakat. Dikutip dari laman web Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, untuk data curah hujan tahunan kota Pekanbaru dari tahun 2019-2022.
Dapat disimpulkan bahwa curah hujan tertinggi berkisar antara ± 300-400 mm (https://riau.bps.go.id/indicator/151/145/1/curah-hujan.html). Data curah hujan tertinggi ini menunjukkan bahwa jumlah air yang turun setiap tahunnya berpotensi menjadikan kota Pekanbaru menjadi langganan banjir. Mitigasi bencana banjir diperlukan untuk dapat mengurangi potensi musibah yang terjadi.
Pertumbuhan jumlah penduduk juga memberikan pengaruh dalam terjadinya musibah banjir. Jika mencoba melihat kembali ke masa 20 tahun ke belakang kota Pekanbaru, mungkin kita jarang sekali mendengar berita masyarakat terkena musibah banjir. Penduduknya yang belum padat seperti sekarang masih banyak berdomisili di dataran yang lebih tinggi. Hubungan antara hujan dan masyarakat berlangsung harmonis. Masyarakat memilih tempat tinggal ditanah yang lebih tinggi dan air memilih ke tempat asalnya di daerah yang lebih rendah.
Namun seiring berkembangnya kota Pekanbaru yang diiringi dengan pertambahan jumlah penduduk pada saat ini lebih dari 1 juta jiwa dan bertumbuhnya bangunan, membuat konflik antara masyarakat dan air menjadi nyata. Masyarakat yang semakin ramai mulai bergeser mencari tempat tinggal di daerah baru dan kawasan tangkapan air. Tanah yang menjadi resapan air ditutupi dengan berbagai macam bangunan yang tidak mungkin air meresap lagi ke tanah. Daerah resapan yang menjadi tempat berkumpulnya air diubah menjadi timbunan tanah yang memindahkan air untuk mencari tempat baru. Bangunan drainase di depan pertokoan dibangun seadanya tanpa memperhatikan petunjuk teknis yang benar. Dampaknya jumlah air yang mestinya terbagi dalam beberapa tempat seperti meresap ke dalam tanah, berkumpul di dataran rendah dan mengalir ke sungai tidak lagi terjadi. Semua jumlah air dipaksa mengalir kesatu tempat yaitu drainase di pinggir jalan atau parit. Akibatnya drainase eksisting tidak mampu menampung seluruh debit air dan menciptakan suatu genangan yang besar. Drainase dipaksa untuk melayani jumlah air yang besar. Ditambah lagi kapasitas sungai-sungai yang membelah kota Pekanbaru semakin kecil disebabkan oleh buangan sampah secara sembarangan dan pendangkalan.
Keadaan ini tidak mungkin dielakkan karena telah menjadi sebab akibat dari perkembangan kota. Pemerintah harus mengantisipasi dari sekarang terhadap konsekuensi yang ditimbulkan. Kejadian banjir bukan hanya berupa tindakan pasca bencana seperti mendatangkan petugas bencana, membangun tenda, membuat dapur umum dan memberikan bantuan makanan serta pakaian. Tetapi lebih dari itu, harus ada konsep tindakan preventif dalam pengelolaaan banjir. Sehingga membuat penanganan banjir lebih modern dan masyarakatnya menjadi lebih tenang. Sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai harus terus menerus disampaikan, tapi ini hanya cukup untuk jangka pendek saja.
Solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah banjir ini yang bisa diberikan untuk pemerintah kota adalah 1) Membuat regulasi standarisasi ukuran drainase jalan perkotaan dan jalan lingkungan; 2) Meremajakan drainase di wilayah langganan banjir sesuai ukuran standar; 3) Melakukan integrasi seluruh jaringan drainase yang memastikan seluruh aliran air hujan menuju waduk/ embung dan sungai. Sehingga ke depan tidak ada lagi masyarakat yang memberikan kesan tidak adanya peduli pemerintah kepada warganya. Tetapi berubah menjadi partisipasi aktif warga masyarakat dalam mendukung program pembangunan kota Pekanbaru yang kita cintai ini.
Penulis | : | Muhammad Toyeb, S.T., M.T. (Dosen Teknik Sipil Universitas Abdurrab & Pemerhati Kota Pekanbaru) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |