(CAKAPLAH) - Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan bahwa visibilitas hilal awal Ramadan masih di bawah standar baru MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), sehingga kemungkinan tidak dapat diamati (rukyat).
"Di seluruh wilayah Indonesia, pada 29 Syakban 1445 H, posisi hilal sudah berada di atas ufuk. Namun demikian, masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat MABIMS," ungkap anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag, Cecep Nurwendaya, di kantor Kemenag dalam presentasi mengenai hilal awal Ramadan di Jakarta, Ahad (10/3/2024) dikutip dari Beritasatu.com.
Kriteria baru MABIMS menegaskan, secara astronomis, hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Menurut Cecep, saat magrib pada 10 Maret 2024, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia berkisar antara - 0° 20‘ 01“ (-0,33°) hingga 0° 50‘ 01“ (0,83°) dan elongasi antara 2° 15‘ 53“ (2,26°) hingga 2° 35‘ 15“ (2,59°).
"Dari data tersebut, secara teoritis hilal menjelang awal Ramadan 1445 H pada hari rukyat ini diprediksi tidak akan teramati, karena posisinya masih di bawah kriteria Imkan Rukyat," ujar Cecep.
Oleh karena itu, Cecep menambahkan, jika data tersebut dikaitkan dengan potensi rukyatul hilal, secara astronomis atau hisab, kemungkinan awal bulan Ramadan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Hasil hisab ini kemudian akan diverifikasi melalui pengamatan hilal (rukyatulhilal).
"Rukyatulhilal adalah tahap konfirmasi. Jika ada yang dapat mengamati hilal, maka Ramadan dimulai esok hari. Namun, jika tidak ada yang teramati, maka bulan Syakban akan digenapkan menjadi 30 hari, sehingga 1 Ramadan dimulai pada 12 Maret 2024," tambah Cecep.
Hari ini, Kemenag mengadakan pemantauan hilal awal Ramadan di 134 lokasi di seluruh Indonesia. Rukyatul hilal dilaksanakan oleh kantor wlayah Kemenag dan di tingkat kabupaten/kota, bekerja sama dengan pengadilan agama, organisasi keagamaan Islam, dan lembaga lainnya di daerah masing-masing.
Sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadan 1445 H dilakukan dengan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan perhitungan astronomis atau hisab, serta hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan hilal.**