Kompleks Istana Kepresidenan (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
|
Jakarta (CAKAPLAH) - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menilai wacana presiden cukup menjabat satu periode dengan masa jabatan 7 tahun sebagai hal yang berlebihan. TKN mengingatkan periode jabatan presiden diatur dalam UUD 1945, sehingga perlu ada amendemen jika ingin ada perubahan.
"Jadi saya kira berlebihan lah ya. Menurut saya kenapa berlebihan karena itu amendemen UUD lagi dan jalannya masih panjang," ujar Direktur Komunikasi Politik TKN, Usman Kansong, di Posko Cemara, Jl Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).
Usman mengatakan, masa jabatan presiden selama 7 tahun dan hanya satu kali periode tidak menjamin kinerja presiden, ia juga mencontoh undang-undang yang ada di Filipina. Menurutnya ketentuan masa jabatan presiden dan wakil presiden ada pada UUD 1945.
"Di Filipina itu 7 tahun, tidak menjamin kemudian presidennya benar juga. Jadi harus ada amandemen UUD dulu, karena UUD mengatur itu bahwa presiden dipilih untuk menduduki jabatan selama lima tahun dan bisa dipilih kembali untuk satu periode berikutnya," kata dia.
Diketahui UUD 1945 sudah empat kali diamendemen. Usman menilai amendemen terakhir menunjukkan kemajuan.
"Sementara amendemen UUD kita ini kan juga masih banyak dipersoalkan. Ini kan sudah ke-4 amandemen kita. Apakah kita mau kembali lagi ke UUD yang awal atau cukup. Saya kira amendemen ada kemajuan. Misalnya presiden ialah orang Indonesia, dulu kan presiden ialah orang Indonesia asli, sekarang presiden ialah orang Indonesia," lanjutnya.
Lebih lanjut Usman menjadikan Amerika Serikat sebagai contoh. Menurutnya, di Amerika didominasi oleh presiden petahana.
"Di Amerika kita lihat, di Amerika itu 4 tahun kemudian bisa dipilih kembali pada periode berikutnya. Bahkan umumnya dia mewakili itu presiden menjabat dua periode pada umumnya. Ya kita lihat Obama, kemudian Bush, kemudian sebelumnya itu Clinton dalam tanda petik separah apapun presidennya," tutur Usman.