Kepala Inspektorat Provinsi Riau, Evandes Fajri
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah menginventarisir temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Pemprov Riau tahun-tahun lalu yang belum ditindaklanjuti.
Demikian diutarakan Kepala Inspektorat Provinsi Riau, Evandes Fajri kepada CAKAPLAH.COM, Kamis (19/12/2019) saat dikonfirmasi soal temuan BPK yang belum ditindaklanjuti.
"Kita sudah mendapat arahan dari pak Gubernur dan pak Sekda terkait bagaimana temuan BPK tahun-tahun sebelumnya yang belum ditindaklanjuti," katanya.
Dia mengatakan, temuan yang diinventarisir merupakan temuan BPK dari mulai tahun 2010 sampai 2019. Bahkan masih ada juga temuan yang di bawah tahun 2010. Hanya saja dia tak ingat apa-apa saja temuannya.
"Ada beberapa, tak ingat saya. Tapi secara administratif sudah kita selesai bersama tim BPK. Cuma untuk penyetoran ke kas daerah atas temuan itu yang belum," ujarnya.
Kondisi ini terjadi, sebut Evandes, akibat keteledoran pejabat sebelumnya tidak ditindaklanjuti dengan cepat. Sehingga kepala dinas yang sekarang merasa kesulitan mencari pejabat penanggung jawab kegiatannya.
"Ini yang kita inventarisir, dan nanti kita sampaikan laporannya ke pak Sekda. Nanti pak Sekda akan panggil semua kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait," terangnya.
"Dari temuan itu apakah nantinya bisa ditindaklanjuti dengan penyetoran atau dimasukan ke Majelis Pertimbangan Tuntutan Ganti Rugi (MPTGR) akan dibahas," sambungnya.
Untuk MPTGR ini, kata Evandes, sudah ada aturannya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Dari Permendagri tersebut bisa diturunkan menjadi Peraturan Gubernur (Pergub).
"Sekarang Pergub MPTGR ini yang sedang disusun Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD). Kalau MPTGR ini ada semacam sidang yang diketuai pak Sekda, dan sekretarisnya BPKAD," paparnya.
Namun sebelum disidang, terlebih pihaknya akan melakukan menyisir temuan itu. Karena sebagai dari temuan itu ada sebagian yang meninggal dunia.
"Kalau meninggal dunia berarti dilimpahkan ke ahli waris. Kalau pensiun kita akan minta kesanggupan untuk menyetor ke kas daerah," ucapnya.
Ditanya berapa banyak temuan BPK, Evandes menyatakan cukup banyak, dan angkanya mencapai ratusan miliar rupiah.
"Miliaran rupiah angkanya. Ada ratusan miliar. Tapi kita belum tahu angka pastinya. Yang jelas sampai angka itu, karena adanya pembiayaran dari tahun-tahun sebelumnya," cakapnya.
Dari ratusan miliar temuan itu, Evandes mengakui ada yang harus dikembalikan oleh rekanan. Sehingga proses sedikit sulit, karena harus mengejar rekanan yang bersangkutan.
"Mengejar rekanan ini sedikit kompleks masalah. Karena persoalan ada indikasi persekongkolan saat lelang kegiatan sehingga berdampak terhadap pelaksanaannya," terangnya.
"Kalau persoalan seperti itu, BPK menegaskan tidak akan memberi keuntungan ke rekanan karena adanya pengaturan proyek. Misalnya proyek gedung laboratorium RSUD Arifin Achmad. Jadi keuntungan BUMN yang mengerjakan proyek itu tak dikasih lagi sebesar invoice yang dibarengi dengan sub kontrak atau barang-barang yang dibeli rekanan. Persoalan ini jadi dilema di RSUD, kalau mau setor tentu harus kejar rekanan. Tapi infonya rekanan mau banding ke BPK pusat, karena angkanya mencapai Rp10 miliar," tukasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |