Sejumlah pendemo protes kebijakan Gubernur Riau, Syamsuar yang mengangkat Ekky Ghadafi menjadi Kepala Bagian (Kabag) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Status Ekky Ghadafi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Riau (Unri) masih jadi teka-teki. Belum diketahui, apakah dia masih jadi tersangka atau tidak.
Ekky Ghadafi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru pada medio awal 2018 silam. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga telah dikirim ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.
Hampir tiga tahun, pengusutan kasus ini tidak ada kejelasan. Terakhir, pada pertengahan 2019, penyidik mengaku akan meminta keterangan saksi ahli untuk melengkapi berkas tapi hingga kini penanganan kasus tidak terdengar lagi.
Nama Ekky Ghadafi kembali terdengar setelah dirinya diangkat Gubernur Riau, H Syamsuar, menjadi Kepala Bagian (Kabag) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau. Penunjukan itu jadi sorotan karena dirinya diketahui masih berstatus tersangka.
Terkait penanganan kasus, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru, Yunius Zega, ketika dikonfirmasi terkait kasus itu membenarkan telah menerima SPDP dari penyidik. Penyidik juga pernah menerima berkas perkara.
Berdasarkan hasil Laboratorium Forensik Medan, tanda tangan Ekky Ghadafi di dokumen dinyatakan tidak identik. Hal itu membuat kejaksaan meminta mencari petunjuk dan bukti lain.
Namun penyidik tidak pernah menyerahkan kembali berkas perkara ke kejaksaan. Akhirnya, Kejari Pekanbaru mengirim P-17, mempertanyakan perkembangan penyidikan perkara ke penyidikan tapi tidak ada perkembangan.
"Dalam perkembangannya, sudah ada P-17 sebanyak tiga kali penagihan pada penyidik dan tidak ada perkembangan," ujar Zega, di Pekanbaru, Selasa (4/5/2021).
Tidak ada tindak lanjut, akhirnya Kejari Pekanbaru mengembalikan SPDP ke penyidik. "Kami sudah kembalikan SPDP. Artinya kalau SPDP tidak ada di kami lagi, sepenuhnya jadi tanggung jawab penyidik," tegas Zega.
Terkait penetapan Ekky Ghadafi sebagai tersangka, Zega menyatakan kewenangan dari penyidik Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru. "Tersangka dan tidak tersangka, kami tidak ada domain," ucap Zega.
Begitu juga dugaan kalau kasus sudah dihentikan dengan dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan (SP3), Zega tidak mau berkomentar. "Yang ambil kesimpulan bukan kami, tapi penyidik," ucap Zega.
Namun Zega mengungkapkan, pada 28 Juli 2020, penyidik dan jaksa melakukan gelar perkara. Saat itu dinyatakan penyidik sudah maksimal menangani kasus tersebut.
Dengan dikembalikannya berkas, tegas Zega, pihaknya menganggap penanganan kasus tidak ada lagi perkembangan. Sejauh ini juga tidak ada tembusan dari penyidik, jika kasus sudah di-SP3.
Terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru, Kompol Juper Lumban Toruan, menyatakan pihaknya masih menangani kasus tersebut. Dia juga membantah kalau kasus sudah di-SP3. Yang jelas, kasusnya di kami belum di-SP3," tegas Juper.
Disinggung terkait perkembangan kasus saat ini, Juper tidak memberikan jawaban. Begitu juga kepastian status Ekky Ghadafi, apakah masih tersangka atau tidak.
Proyek pembangunan gedung pascasarjana Fisipol dikerjakan pada 2012 lalu. Saat itu, Ekky Ghadafi menjabat selaku Kepala Bagian (Kabag) Umum dan Perlengkapan Fisipol Unri sekaligus anggota tim Kelompok Kerja pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Unri.
Perkara ini juga menyeret Dr Zulfikar Djauhari, dosen di Unri selaku Ketua Tim Teknis pembangunan proyek. Lalu, Direktur CV Reka Cipta Konsultan, Benny Johan sekalu konsultan perencana.
Sebelumnya, Polresta juga menetapkan Hery Suryadi, mantan Pembantu Dekan II Fisipol Unri, dan Ruswandi, mantan karyawan PT Waskita Karya (WK) selaku Komisaris PT Usaha Kita Abadi yang mengerjakan proyek pembangunan gedung Fisip Unri.
Dr Zulfikar dan Heri sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negari Pekanbaru. Keduanya dinyatakan terbukti bersalah.
Dugaan penyimpangan pada proyek pembangunan gedung Fisipol Unri terjadi pada 2012 lalu dan gagal hingga dua kali. Akibatnya, panitia lelang melakukan penunjukkan langsung untuk menentukan pelaksana kegiatan.
Padahal, proyek hanya boleh dikerjakan oleh peserta lelang yang telah mendaftar karena dalam pendaftaran, peserta pastinya membuat surat keterangan penyanggupan. Namun oleh panitia lelang dipilih rekanan yang sama sekali tidak mendaftar.
Bahkan, proses penunjukkan tersebut dilakukan oleh panitia lelang bersama ketua tim teknis kegiatan. Kontrak kerja ditandatangani oleh direktur rekanan yang diduga dipalsukan di depan panitia lelang.
Dalam pengerjaannya, pada akhir Desember 2012 pekerjaan hanya selesai 60 persen tapi anggaran tetap dicairkan 100 persen. Diduga ada kongkalikong antara tim teknis yang menyatakan kalau pengerjaan sudah 100 persen.
Perusahaan rekanan tidak diblacklist oleh panitia dan juga tidak dikenakan denda meski bermasalah. Menurut aturan, besaran denda adalah 5 persen dari total anggaran yang diyakini sebesar Rp9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan tahun 2012.
Berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, tindakan itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp940.245.271,82.