
![]() |
(CAKAPLAH) - Upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia diantaranya adalah bagaimana kebiasaan menulis menjadi tradisi dalam meningkatkan pengetahuan seseorang. Di era milineal saat ini, peningkatan pengetahunan mesti menjadi kebutuhan yang di dalamnya adalah kemampuan untuk menulis baik sesuai bidang tugasnya maupun tentang pengetahuan yang menjadi minatnya. Masih lemahnya dalam hal menulis tersebut salah satunya adalah masih minim dan kurangnya pelatihan-pelatihan dalam rangka membangun kebiasaan tersebut.
Tradisi menulis sebenarnya telah lama di warisi oleh tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Sebutlah seperti Soekarno, Mohamad Hatta dan juga Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Tokoh tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia tersebut telah mewarisi tradisi dalam hal menulis sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Kebiasaan menulis telah menjadi tradisi dalam perjuangan khususnya bagi perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Tokoh seperti Buya HAMKA yang dalam aktivitas kesehariannya selalu menulis, menulis dan menulis. Kualitas tulisan Buya HAMKA tidak diragukan lagi. Tokoh pejuang kemerdekaan dan penulis tersebut juga dikenal sebagai ulama besar dari Muhammadiyah. Buya HAMKA tidak saja dikenal sebagai tokoh politik, Ulama besar, Filsuf dan Sastrawan namun juga seorang penulis yang memiliki kualitas penulisannya yang cukup hebat. Kualitas kehebatan Buya HAMKA dalam hal tradisi menulis tersebut adalah lahirnya mahakarya yaitu Tafsir Al-Azhar. Beliau menyelesaikannya di penjara lebih kurang 2 tahun 4 bulan. Beberapa hasil karya beliau seperti tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Tasawuf Modern, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, Pandangan Hidup Muslim dan beberapa karya beliau lainnya.
Dalam Film perjuangan Buya HAMKA yang sudah tayang di beberapa bioskop (Pawagam : bahasa Malaysia) dapat diamanati dan dipelajari bahwa tradisi menulis merupakan salah satu kekuatan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam perjuangan Buya HAMKA tersebut dapat diambil pelajaran bahwa tradisi menulis telah menjadi kekuatan oleh tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak lagi tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang tradisi menulis menjadi kekuatannya seperti Tan Malaka.
Membangun sumber daya manusia dengan menulis.
Tradisi dan kebiasaan menulis merupakan suatu keniscayaan dalam hal peningkatan kompetensi dan dalam upaya membangun generasi yang cerdas akan ilmu pengetahuan. Di banyak negara, tradisi menulis telah menjadi terobosan di lembaga-lembaga yang berhubungan dengan peningkatan sumber daya manusia. Hasil penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal dan majalah akan menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan untuk di rumuskan dan seterusnya di aplikasikan. Penulis berkeyakinan, tradisi dalam hal menulis akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis untuk berupaya memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada selama ini.
Ketersediaan insfrastruktur yang memadai juga menjadi hal yang penting dalam upaya meningkatkan tradisi menulis tersebut. Ketersediaan infrastruktur berupa internet dan perangkat yang mendukungnya seperti ruangan dan ketersediaan buku-buku merupakan faktor yang juga penting dalam upaya peningkatan tradisi menulis tersebut. Tingkat pembangunan suatu bangsa yang di dalamnya peningkatan pengetahunan literasinya sangat berkaitan pula dengan dukungan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan dorongan akan pengetahuan menulis tersebut. Oleh sebab itu, mulailah dengan tradisi menulis yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya agar rentetan sejarah tidak akan hilang dan dilanjutkan dengan generasi selanjutnya. ***
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, MA; Alumni IKMAS, UKM. Malaysia/Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |















01
02
03
04
05




