MERANTI (CAKAPLAH) - Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Meranti, DR M Tartib SH MSi, resmi melaporkan Mulyono ke polisi. Laporan ini merupakan buntut dari tudingan Mulyono ke Tartib, perihal uang kompensasi suara calon legislatif (Caleg).
Tartib resmi membuat laporan ke Polres Kepulauan Meranti, Sabtu (25/6/2022) pagi. "Sudah membuat aduan secara resmi ke pihak kepolisian. Selesai BAP nya sore hari," kata Tartib kepada CAKAPLAH.com, Sabtu malam.
Tartib menjelaskan, unsur yang dilaporkan dari masalah tudingan tak membayar uang kompensasi suara Caleg Gerindra adalah pencemaran nama baik, fitnah hingga pembunuhan karakter. Upaya ini diambil untuk mengcounter isu yang belakangan mulai simpang siur di tengah-tengah masyarakat.
"Ini menyangkut pencemaran nama baik, fitnah dan pembunuhan karakter. Kita selaku politisi, ini menjadi persoalan dasar sehingga kalau itu tidak dicounter akan menjadi isu liar," ujar Tartib.
Disampaikan Politisi Gerindra ini lagi, Senin (27/6/2022) dia akan memenuhi panggilan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kepulauan Meranti. Sebab, sebelum ini Mulyono juga melayangkan surat ke BK untuk menyelesaikan persoalan uang kompensasi Caleg Gerindra periode 2019-2024.
"Kemarin waktu BK mengagendakan pemanggilan, saya tidak berada di tempat. Saya ada urusan di luar kota. Nanti Senin (hari ini) saya ke BK, saya akan jelaskan duduk persoalannya," kata Tartib lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Mulyono mengaku telah mengetahui bahwa dirinya dilaporkan ke polisi. Hanya saja, menurut Mulyono, dia tidak tahu pasti unsur-unsur apa saja yang dilaporkan Politisi Gerindra itu.
"Saya sudah tahu adanya laporan tersebut," kata Mulyono.
Dijelaskan Mulyono, apa yang dia dan Syamsul Mungin lakukan adalah untuk memperjuangkan hak sebagaimana telah dijanjikan sebelum Pileg 2019. Hak yang seharusnya diterima tiap bulan, ternyata tidak terealisasi. Atas persoalan ini lah, Mulyono menempuh beberapa jalan penyelesaian. Baik melalui internal DPC Gerindra Meranti, somasi langsung dan melapor ke BK.
"Kami memperjuangkan apa yang menjadi hak kami. Kan sudah dibuat perjanjian sebelumnya," kata Mulyono lagi.
Mulyono menyampaikan, sebelum pemilihan legislatif 2019 silam, mereka dari Dapil Meranti III membuat perjanjian. Perjanjian yang belakangan dikatakan tidak ditepati Tartib itu, ditandatangani 7 dari 8 orang Caleg.
"Bisa ditanyakan kepada caleg yang lain. Dia (Tartib, red) orang paling pertama menandatangani perjanjian itu. Kalau tak ada surat perjanjian, mana pula kami bisa menuntut hak (kompensasi, red)," ungkap Mulyono.
Dalam berita acara perjanjian disebutkan, bagi caleg yang memperoleh suara minimal 300 akan menerima kompensasi sebesar Rp 1,5 juta perbulan. Apabila dalam satu Dapil ada 2 anggota legislatif, maka anggota (caleg, red) yang tidak jadi berhak menerima insentif sebesar Rp 2,5 juta. Selain itu, bagi yang tidak jadi anggota DPRD, berhak mendapatkan kegiatan aspirasi atau pokir minimal satu kali selama satu periode (5 tahun).
"Perjanjian ini bertujuan agar kawan-kawan caleg berusaha sepenuh hati dan maksimal mencari suara, demi membesarkan partai. Tartib orang yang pertama menandatangani itu, di atas materai," ujar Mulyono.
Sementara, M Tartib mengaku tidak pernah menandatangani perjanjian yang berisikan poin-poin sebagaimana disampaikan Mulyono.
"Saya tandatangan terakhir, di lembaran terpisah. Seingat saya, waktu itu saya bikin nama sendiri dan ditandatangani sesuai permintaan Ketua DPC Gerindra yang waktu itu dijabat Pak Taufikurrohman," kata Tartib kepada CAKAPLAH.com.
Penulis | : | Rizal |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Serantau |