
![]() |
PEKANBARU(CAKAPLAH) - Eks Kepala Kantor Wilayah (kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir, dituntut hukuman 11 tahun 6 bulan penjara. Syahrir dinilai terbukti melakukan suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Fandi dan kawan-kawan pada sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (7/8/2023) petang. Syahrir mengikuti persidangan melalui video conference dari Rutan KPK.
JPU menyatakan Syahrir bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Menuntut terdakwa Muhammad Syahrir dengan pidana penjara selama 11 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani," ujar JPU di hadapan majelis hakim yang
dipimpin Dr Salomo Ginting dengan hakim anggota Adrian HB Hutagalung dan Yelmi.
Selain penjara, JPU juga menghukum Syahrir membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Dengan
ketentuan jika denda tidak dibayarkan dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan.
Tidak hanya itu, JPU membebankan Syahrir membayar uang pengganti kerugian negara sebesar SGD112.000 (Dollar Singapura-red) dan Rp21.130.375.401. Apabila tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Dalam pertimbangannya, JPU menyebutkan hal yang memberatkan hukuman terhadap Syahrir adalah mengakui terus terang perbuatannya, padahal telah menikmati hasil kejahatannya. Sementara yang meringankan bagi terdakwa yakni memiliki tanggungan keluarga dan belum belum pernah dihukum.
Atas tuntutan itu, Syahril melalui penasehat hukumnya yang hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru menyatakan keberatan dan akan menyampaikan pembelaan atau pledoi. Majelis hakim mengagendakan sidang dengan agenda pembacaan pledoi pada Senin (14/8/2023).
Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya menyebut Syahrir menerima uang sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan, dari Sudarso selaku General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari Sudarso dan Frank Wijaya (keduanya sudah divonis-red) selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari. Uang itu diberikan untuk mempermudah pengurusan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa mempermudah pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau," kata JPU.
Syahrir juga diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya ketika menjabat Kepala Kanwil BPN Riau dan Kepala Kanwil BPN Maluku Utara. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Rincian gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
Di Provinsi Riau, M Syahrir menerima uang untuk pengurusan hal atas tamah di Kanwil BPN Riau dari perusahaan seperti PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PTPN V, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, PT Meridan Sejati Surya Plantation.
M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau, untuk pengurusan izin HGU perusahaan, pengurusan tanah dan pihak lainnya yang memiliki hubungan kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Riau. Di antaranya, dari Risna Virgianto yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2019 sampai tahun 2021 sebesar Rp15 juta.
Kemudian dari Satimin terkait pengurusan tanah terlantar/permohonan HGU PT Peputra Supra Jaya pada tahun 2020 sebesar Rp20 juta. Jusman Bahudin terkait pengurusan pendaftaran HGU PT Sekarbumi Alam Lestari sebesar Rp80 juta. Lalu dari Ahmad Fahmy Halim terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Eka Dura Indonesia sebesar Rp1 miliar. Siska Indriyani selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kampar sebesar Rp30 juta.
Dari Indra Gunawan terkait pengurusan HGU PT Safari Riau/PT ADEI Plantation & Industry sebesar Rp10 juta. Suhartono terkait pengurusan perpanjangan HGU First Resource Group (antara lain PT Riau Agung Karya Abadi, PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation) sebesar Rp15 juta dan menerima uang terkait jabatannya Rp15.188.745.000.
Uang miliaran itu kemudian dialihkannya ke rekening lain dan digunakan untuk membeli sejumlah aset. Di antaranya, sejumlah bidang tanah, rumah toko (Ruko), kendaraan dan lainnya.

















01
02
03
04
05



