Warga Palestina mencari korban selamat pascaserangan Israel di Jalur Gaza di Rafah pada Senin, 30 Oktober 2023. (AP)
|
(CAKAPLAH) – Salah satu kementerian di Israel dilaporkan telah menyusun proposal upaya memindahkan 2,3 juta warga Jalur Gaza ke Semenanjung Sinai di Mesir. Proposal yang terungkap ini langsung mendapat kecaman dari Palestina dan memperburuk hubungan Israel dengan Kairo.
Namun kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menganggap proposal ini hanyalah sebuah konsep atau latihan hipotesis dari pihak intelijen di negaranya. Hanya saja, pembuatan proposal tersebut telah menimbulkan kecurigaan dari Mesir, kalau Israel ingin menjadikan Gaza sebagai masalah di negaranya.
Rakyat Palestina juga punya trauma masa lalu, ketika mereka diusir dari wilayah Israel pada tahun 1948 sebagai bagian dari pendirian negara zionis tersebut.
“Kami menentang pemindahan ke tempat mana pun, dalam bentuk apa pun, dan kami menganggapnya sebagai garis merah yang tidak akan kami izinkan untuk dilintasi. Apa yang terjadi pada tahun 1948 tidak boleh terulang lagi,” ungkap juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh.
Menurutnya, rencana Israel tersebut sama saja dengan pernyataan perang baru.
Dokumen berisi proposal tersebut tertanggal 13 Oktober 2023, atau enam hari setelah militan Hamas menyerang Israel selatan, yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera 240 orang di Gaza.
Laporan mengenai proposal itu pertama kali diterbitkan oleh sebuah situs media Israel, Sicha Mekomit.
Dalam laporannya, Kementerian Intelijen Israel ini menawarkan tiga alternatif untuk menghasilkan perubahan signifikan dalam realitas sipil di Jalur Gaza sehubungan dengan kejahatan Hamas. Penulis dokumen tersebut menganggap alternatif ini sebagai pilihan yang paling diinginkan demi keamanan Israel.
Dokumen tersebut mengusulkan untuk memindahkan penduduk sipil Gaza ke kota-kota tenda di Sinai utara, kemudian membangun kota-kota permanen dan koridor kemanusiaan. Sebuah zona keamanan akan dibentuk di wilayah Israel untuk menghalangi masuknya pengungsi Palestina.
Laporan tersebut tidak menyebutkan apa yang akan terjadi dengan Gaza setelah ditinggalkan warganya.
Kementerian Luar Negeri Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai laporan tersebut. Namun Mesir telah menegaskan, mereka tidak ingin menerima gelombang pengungsi Palestina.
Mesir telah lama khawatir bahwa Israel ingin memaksa pengusiran permanen warga Palestina ke wilayahnya, seperti yang terjadi selama perang kemerdekaan Israel. Mesir memerintah Gaza antara tahun 1948 dan 1967, ketika Israel merebut wilayah tersebut, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Mayoritas penduduk Gaza adalah keturunan pengungsi Palestina yang mengungsi dari wilayah yang sekarang menjadi wilayah Israel.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Beritasatu.com |
Kategori | : | Internasional |