(CAKAPLAH) - Pemerintah Zionis Israel bakal menggunakan cara kekerasan untuk meluaskan kekuasaan mereka di Tepi Barat. Selepas penembakan di Yerusalem akhir pekan lalu, rencana penguatan permukiman Yahudi di Tepi Barat langsung diumumkan. Perluasan permukiman itu adalah salah satu penghalang utama perdamaian.
Israel berencana meningkatkan jumlah pemukim Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat menjadi satu juta jiwa. Bethlehem Radio 2000 pada Jumat (27/1) melaporkan pemerintah Israel berencana untuk merelokasi 100 ribu pemukim Yahudi ke Area C di Tepi Barat dalam dua tahun mendatang.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu (28/1) juga menjanjikan hal serupa. Area C adalah salah satu wilayah yang diamanatkan melalui perjanjian Oslo II. Wilayah itu meliputi 61 persen Tepi Barat. Dalam Perjanjian Oslo pada 1995, wilayah itu disepakati untuk diserahkan kepada Palestina secara bertahap.
Sejauh ini, perjanjian itu tak ditaati Israel. Mereka malah terus melakukan pembangunan permukiman ilegal di wilayah itu dan menghancurkan rumah-rumah orang Palestina.
Komunitas internasional sebagian besar sepakat bahwa permukiman yang dibangun Israel di lokasi itu adalah ilegal. Sedangkan PBB berulang kali menegaskan bahwa permukiman yang dibangun Israel di lokasi itu melanggar Konvensi Jenewa ke-4.
Israel berencana untuk merelokasi 500 ribu pemukim Yahudi ke daerah yang sama dalam sepuluh tahun mendatang. Surat kabar Israel Hayom mengungkapkan, dengan rencana tersebut maka jumlah pemukim di wilayah pendudukan Tepi Barat akan mencapai lebih dari satu juta. Total jumlah tersebut sudah mencakup pemukim Yahudi yang saat ini tinggal di Tepi Barat.
Pemerintahan Benjamin Netanyahu akan menghancurkan desa-desa Palestina di Area C dengan dalih dibangun tanpa izin. Langkah ini diambil untuk membuka ruang dan membangun lebih banyak permukiman bagi Yahudi.
Menteri Misi Nasional Orit Strook dari Partai Religious Zionist menyampaikan rencana tersebut dalam pertemuan dengan para kepala permukiman pada Rabu (25/1). Pertemuan itu juga dihadiri oleh Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant.
?
Dalam pertemuan itu disepakati bahwa setelah perombakan yudisial, tentara akan menjauh dari permukiman. Kemudian kementerian Israel akan dapat bekerja di wilayah pendudukan Tepi Barat tanpa perlu "mediator lapangan" atau campur tangan dari tentara Israel.
Kebijakan itu disebut Benjamin Netanyahu sebagai tanggapan atas penembakan yang dilakukan terhadap sejumlah warga Yahudi belakangan. Penembakan itu dilakukan dua warga Palestina yang beraksi sendirian dan tak terkait kelompok perlawanan Palestina manapun.
Setidaknya tujuh warga Israel meninggal dalam penembakan di depan sinagog di Yerusalem Timur pada Jumat (27/1) lalu. Keesokan harinya, seorang Palestina lainnya berusia 13 tahun melakukan penembakan yang melukai sejumlah orang.
Penembakan-penembakan itu terkait dengan penindakan brutal yang dilakukan Israel di Tepi Barat, belakangan. Sebanyak 10 warga Palestina gugur dalam salah satu serangan itu di Pengungsian Jenin di Tepi Barat. Penyerbuan Israel itu dengan dalih menindak kelompok terorisme meski tak jarang warga sipil bahkan wartawan jadi korban.
Arab Saudi memperingatkan, ketegangan antara Israel dan Palestina yang kini sedang berlangsung dapat berlanjut ke tahap eskalasi berbahaya. Riyadh menyerukan agar proses perdamaian antara kedua belah pihak dihidupkan kembali.
“Kerajaan (Saudi) mengutuk semua (tindakan) yang menargetkan warga sipil dan menegaskan pentingnya mengakhiri eskalasi, menghidupkan kembali proses perdamaian serta mengakhiri pendudukan,” kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, Sabtu (28/1), dikutip laman Al Arabiya. Sejumlah negara Arab dan Muslim, termasuk Indonesia, mengutuk operasi pasukan Israel di Jenin.
Keprihatinan
Para pemimpin beberapa organisasi Arab-Amerika bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, pada Jumat (27/1) untuk menyatakan keprihatinan atas meningkatnya kekerasan antara Israel dan Palestina. Mereka juga menuntut agar Amerika mendesak pemerintah Israel bertanggung jawab atas hal itu.
Lebih dari 29 warga Palestina telah terbunuh dalam empat minggu terakhir. Dan banyak warga Palestina yang juga terluka parah. Sebaliknya, beberapa orang Yahudi Israel juga dibunuh.
Blinken berencana melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada Ahad (29/1) dan kemudian dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin Israel pada Senin (30/1) dan para pemimpin Palestina pada Selasa (31/1).
Blinken adalah anggota kedua dari pemerintahan Biden yang mengunjungi wilayah tersebut dalam dua pekan terakhir. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan ada di sana dua minggu lalu.
Jim Zogby, presiden Institut Arab Amerika (AAI) salah satu pemimpin yang menghadiri pengarahan dengan Blinken di Washington DC, mengatakan bahwa kelompok tersebut menekan Blinken untuk memaksakan konsekuensi pada pemerintah Israel atas tindakan kekerasan yang menargetkan warga sipil Palestina.
"Kami senang atas kesempatan untuk menyampaikan pandangan kami kepada menteri, tetapi penekanannya adalah pada perlunya konsekuensi,” kata Zogby seperti dilansir Arab News pada Sabtu (28/1).
“Tidak adanya konsekuensi atas perilaku buruk, Israel beroperasi dengan impunitas dan warga Palestina kehilangan harapan. Kami menawarkan saran khusus tentang hal-hal yang mungkin mereka lakukan. Konsekuensi itu penting. Israel harus dibuat untuk membayar perilaku buruk.” katanya.
Zogby mengatakan bahwa AAI juga menekan Blinken tentang masalah pembangunan Kedutaan Besar AS di Yerusalem, mencatat bahwa tanah tempat kedutaan dibangun adalah milik orang Palestina, termasuk orang Amerika Palestina.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut mengatakan bahwa perjalanan yang direncanakan Blinken dikalahkan oleh serangan militer rahasia Israel baru-baru ini di Jenin yang mengakibatkan pembunuhan 10 warga Palestina, termasuk warga sipil.
Anggota delegasi menyatakan keprihatinan tentang tujuan kebijakan AS dan situasi di Palestina, tidak hanya di Jenin tetapi juga pemindahan massal warga Palestina dari Masafer Yatta di Tepi Barat.
“Kelompok tersebut menjelaskan kepada menlu bahwa Amerika Serikat memiliki tanggung jawab untuk bertindak menahan perilaku agresif Israel terhadap orang-orang Palestina yang ditawan. Beberapa dekade persetujuan AS terhadap kebijakan perluasan permukiman Israel, penyitaan tanah, penghancuran rumah, dan berbagai pelanggaran hak asasi manusia lainnya telah menyebabkan rasa impunitas Israel dan keputusasaan Palestina,” kata pernyataan itu.
“Jika pemerintah ingin memenuhi komitmennya terhadap nilai yang setara antara orang Israel dan Palestina dan hak mereka atas keamanan, kemakmuran, dan martabat, kelompok tersebut bersikeras bahwa sekretaris tersebut menunjukkan ketegasan dan tekad untuk mengendalikan perilaku Israel,” katanya.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Republika.co.id |
Kategori | : | Internasional |