Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyikapi perkembangan terkait putusan MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu, 8 November 2023. (Beritasatu.com / Hidayat Azriel)
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat. Oleh karena itu, MKMK memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Putusan Anwar itu membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) pun mendapat sorotan.
Banyak pihak memprediksi persoalan di MK ini akan membuat pasangan Prabowo-Gibran bisa terjegal pencalonannya. Meski begitu, Golkar Riau sebagai partai pengusung Prabowo-Gibran mengaku tak khawatir.
Menurut Wakil Ketua DPD I Bidang Pemenangan Pemilu Golkar Riau Ikhsan, MKMK hanya menindak kode etik bukan soal putusan yang telah dikeluarkan Ketua MK.
"Enggak lah. Kita mengikuti itu seluruh apa yang disampaikan hakim MK. Itu tidak menyangkut soal keputusan MK nomor 90 itu tapi soal etikanya saja," kata Ikhsan, Kamis (09/11/2023).
"Itu kan Majelis Kehormatan MK keputusannya jelas, yang pertama terkait dengan pemberhentian Ketua MK, bukan soal keputusan (syarat cawapres). Majelis Kehormatan MK itu kan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim MK atas adanya laporan," cakapnya lagi.
Oleh karena itu, Golkar Riau tetap optimis pada pasangan Prabowo-Gibran dan akan fokus untuk memenangkan keduanya di Pilpres 2024.
Sementara itu, putusan MKMK tersebut mendapatkan apresiasi dari Nasdem Riau sebagai partai pengusung asangan capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
"Yang pertama tentu kita hormati putusan MKMK terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim yang dilakukan oleh ketua MK, hal ini patut diapresiasi," kata Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Bappilu DPW Nasdem Riau Dedi Harianto Lubis.
"Namun tentunya kita dihadapkan dengan situasi yang harus tetap menerima apa yang sudah diputuskan oleh MK sebelumnya," cakapnya.
Terhadap putusan MK itu kembali digugat yang menuntut agar batasan usia cawapres itu diperbaharui, boleh di bawah 40 tahun namun cukup berpengalaman sebagai Gubernur, sedangkan jabatan di bawahnya alias walikota/bupati tidak masuk kategori, Dedi berharap MK sebagai Guardian of Constitution atau Penjaga Konstitusi untuk dapat memeriksa dan mengadili serta memutuskan perkara berdasarkan kaidah-kaidah hukum dan bersikap independen atau tidak diintervensi kepentingan siapapun.
"Ini demi menegakkan hak-hak warga negara berdasarkan UUD NRI 1945 serta mengedepankan kebebasan hakim, tanpa ada kepentingan tertentu di dalamnya," tukasnya.
Diberitakan CAKAPLAH.COM sebelumnya, putusan pemecatan Anwar Usman dalam Putusan MK nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa (7/11/2023).
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimly.
Jimly juga mengatakan, Wakil Ketua MK diperintahkan dalam waktu 2x24 jam sejak putusan MKMK dibacakan untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir," jelas Jimly.
Selain itu, hakim terlapor juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.**