Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau
|
Do’a adalah senjata kaum muslimin yang semakin ditinggalkan dan dilupakan. Semakin banyak kaum muslimin yang tidak lagi berdo’a, atau hanya berdo’a ketika ditimpa musibah dan bencana. Bahkan yang lebih menyedihkan ketika ditimpa musibah dan bencana saja sudah lupa berdo’a, justru pergi ke dukun.
Bahkan cinta ditolakpun, dukun bertindak. Atau yang lebih menyedihkan lagi terjun ke Sungai Siak, gantung diri. Kenapa tidak berdo’a? Padahal dulunya, guru-guru mengaji di kampung mengajarkan do’a dan diwajibkan kepada para murid untuk menghafalnya untuk kemudian diamalkan dalam keseharian.
Sejatinya, seluruh aktivitas umat Islam tidak terlepas dari do’a, mulai dari bangun pagi hingga tidur, mulai dari keluar rumah hingga masuk rumah, mulai dari masuk toilet hingaa masuk masjid, namun malangnya hal ini semakin tergerus dan ditinggalkan. Do’a hanya untuk dihafal anak sekolah dasar (SD) dan para pelajar untuk menghadapi ujian sekolah, namun dilupakan setelah itu.
Bahkan saking modernya zaman, ada di antara kaum muslmin yang berani mengatakan (karena kebodohannya) bahwa kini berdo’a itu hanya 5 persen saja, selebihnya 95 persen adalah bekerja keras.
Lihatlah berbagai bencana dan musibah yang silih berganti menimpa negeri ini, namun umat jarang diingatkan untuk berdo’a. Bahkan yang sering terjadi justeru hujat-menghujat, salah-menyalahkan, mencari kambing hitamnya, antara satu pihak terhadap pihak lainnya. Masyarakat menyalahkan pemimpin yang tidak cakap dan berpihak kepada rakyat, alias salah urus. Mereka juga menuding, jika tidak ada pemerintahpun kami dapat juga berusaha, cari makan, sehingga mereka dengan lancang mengatakan bahwa negeri ini adalah negeri autopilot, yang bermakna tanpa kehadiran pemerintahpun bisa jalan sendiri.
Apa iya demikian? Sebagian ustadz dan mubalighpun ikut-ikutan mencela dan menghujat pemimpin di mimbar-mimbar dan masjid-masjid. Pemerintah juga menuding masyarakat yang kerap membangkang, tidak patuh dan mau enaknya sendiri. Mana yang benar?
Mendoakan Pemimpin
Jarang sekali yang menyerukan supaya umat dibimbing dan diajak untuk mendo’akan kebaikan dan keselamatan para pemimpinnya. Padahal di antara sunnah di dalam ajaran Islam adalah mendo’akan kebaikan kepada pemimpinnya secara tulus dan ikhlas. Tidak ada dicontohkan di dalam ajaran Islam, rakyat dibenarkan menghujat atau mencaci maki para pemimpinnya, apalagi di depan umum, mimbar-mimbar dan bahkan di mesjid. Jika para pemimpin ada yang sudah menyimpang dari jalan yang lurus, silahkan diberikan peringatan oleh pihak yang berkompeten secara elegan sehingga tidak menghilangkan wibawa dan air muka pemimpin. Dilakukan bersemuka (face toface).
Nasehat juga dapat dilakukan secara bertulis, disampaikan dengan bahasa yang sopan dan penuh hikmah. Jika kita tidak mampu berbuat seperti hal di atas, berarti kita tidak berkompeten untuk menasehati. Lalu bagaimana? Yah silahkan berdo’a semoga pemimpin diberikan petunjuk dan pemikiran cemerlang untuk kebaikan bersama.
Oleh karena itu, bulan Ramadhan yang kita jalani sekarang adalah momentum yang kembali mengingatkan kita akan arti penting do’a dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah ketika berbuka puasa kita disunnahkan membaca do’a yang telah diajarkan semenjak SD? Padahal kita sebenarnya akan menyantap makanan dan minuman yang sedang terhidang, dan bukan dalam kesulitan dan dilanda musibah. Artinya berdo’a dilakukan ketika senang dan terlebih lagi ketika ditimpa musibah dan bencana.
Melazimkan Berdo’a
Memanjatkan segala kebutuhan melalui do’a yang tulus dan ikhlas termasuk ibadah lisan yang paling mulia setelah membaca Al-Qur’an dan berzikir kepada Allah. Bukankah sholat lima waktu yang diwajibkan kepada kita, juga penuh dengan permohonan dan do’a di dalamnya?
Bulan Ramadan adalah bulan yang paling mulia dan dilipatgandakan amalannya termasuk berdo’a memohon kebaikan dan keberkahan hidup dunia dan akhirat kepada Allah. Do’a orang yang sedang berpuasa termasuk keadaan yang mendapatkan keutamaan untuk dikabulkannya do’a seorang hamba, terlebih lagi ketika puasa di bulan Ramadan. Maka berdo’alah ketika itu, sesuai hajat kita masing masing. Tidak hanya kebaikan akhirat dan agama, juga kebaikan hidup di dunia dan urusan-urusan duniawi lainnya.
Termasuk kemurahan rezeki, mendapatkan suami/istri yang saleh/salehah, dipermudahkan urusan bisnis, dipermudahkan pemahaman keilmuan bagi yang sedang belajar, mendapatakan anak-anak dan keturunan yang saleh/salehah, dipermudahkan urusan pekerjaan, dan seterusnya sesuai hajat masing-masing individu.
Pada bulan Ramadan juga terdapat malam Lailatul Qadar, yaitu sebaik-baik malam dalam setahun. Tidak diragukan lagi berdo’a ketika malam tersebut adalah keadaan yang sangat mulia, khususnya mohon ampunan atas dosa dan maksiat yang dilakukan selama ini dan dibebaskan dari siksaan api neraka plus dimasukkan ke surga.
Pernah dikisahkan bahwa ada seseorang yang menginginkan bantuan dari seorang yang kaya dan saleh. Kemudian dia pergi mendatangi orang kaya tersebut. Dia kemudian menjumpainya di mesjid. Lalu orang tersebut menunggunya, namun dia menunggu orang kaya tersebut sangat lama karena panjangnya do’a yang dipanjatkannya kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu orang tersebut berfikir, jika orang kaya saja berdo’a demikian lama, kenapa saya tidak langsung saja meminta dan berdo’a langsung kepada Allah. Kemudian orang tersebut pulang dan berdo’a meminta hajatnya langsung kepada Allah.
Semoga ini dapat menjadi pelajaran dan i’tibar kepada kita semua, untuk senantiasa berdo’a dan berdo’a, apapun keadaan kita, baik ketika diberikan karunia dan nikmat maupun ketika ditimpa bencana dan musibah, ketika miskin ataupun kaya, ketika sakit maupun sehat, dan seterusnya. Tiada hari tanpa do’a kepada Allah, terkhusus di bulan Ramadan yang penuh keberkahan. Allah senantiasa mendengar permohonan dan do’a para hambanya.
Dan Rabbmu berfirman “Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Aku Kuperkenan bagimu (Surat Al Mukmin Ayat 60).
Wallahu a’lam
Penulis | : | Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau |
Editor | : | Unik Susanti |
Kategori | : | Cakap Ramadan, Riau |