Sedangkan PT Riau Petroleum menjadi BUMD yang paling merugi karena belum pernah sama sekali memberikan deviden kepada Pemprov Riau.
Sementara PT Riau Airlines yang saat ini sedang dalam persoalan serius dan belum melakukan RUPS Luar Biasa, tercatat baru sekali memberikan keuntungan kepada daerah yakni 2007 sebesar Rp655, 942 Miliar.
"Sejak didirikan memang BRK memberikan deviden terbesar, terhitung sejak 2002 sampai 2016, itu devidennya sudah mencapai satu triliun lebih," ujar Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau Rudyanto.
Dijelaskannya, deviden yang diberikan BRK, terus meningkat meski terkadang berfluktuatif. Pada tahun 2002 deviden sebesar, Rp37 M lebih, kemudian 2003 Rp67 M lebih. Namun 2005 menurun menjadi Rp36 M. Tahun 2010 Rp82 M lebih, tahun 2011 menjadi Rp100 miliar lebih. Tapi 2012 deviden yang diterima hanya sebesar Rp84 miliar lebih.
Selanjutnya, tahun 2014 meningkat Rp111 miliar lebih, meningkat ditahun 2015 menjadi Rp130 miliar lebih, kemudian drastis menurun pada 2016 hanya Rp73 miliar lebih.
Sedangkan untuk PT RAL dijelaskan Rudyanto, pihaknya berkonsultasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau untuk mengaudit kembali RAL.
Tujuannya tidak lain, untuk mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi dengan perusahaan penerbangan plat merah tersebut, yang awalnya sempat menjadi kebanggan masyarakat Riau tersebut.
Seperti aset, inventaris kantor, pengelolaan keuangan yang dijalankan manajemen RAL dulu, termasuk soal sisa hutang-hutang yang kini masih membelit RAL.
"Pailit itu ada aturan, ada syarat-syaratnya, harus ada pertanggung jawabannya. Makanya harus diaudit dulu atau diperiksa untuk melihat apa sesungguhnya terjadi. Contoh asetnya sekarang dimana. Pegawainya dimana, belum lagi masalah gaji dan hutang. Kalau pun ada kecurangan inilah yang ingin dilihat," jelasnya.
Sedangkan untuk BUMD lainnya, seperti, PT Riau Investment Corporation (RIC) atau biasa juga disebut dengan PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), sudah tidak pernah memberikan keuntungan sejak 2014 lalu.
Begitu juga dengan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sejak 2013 juga tak memberikan keuntungan, kecuali pada 2011 Rp3 miliar serta 2012 Rp7 miliar.
Sementara untuk PT Bumi Siak Pusako (BSP), PT Penjaminan Perkreditan Daerah (Jamkrida) serta PT Askrida, PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER) terus berkelanjutan memberikan devidennya, meski yang diberikan tidak terlalu besar. (ck4)
Penulis | : | Bhimo |
Kategori | : | Ekonomi |