Sontang Sawit Perma (SSP) berinisal Er sebagai tersangka kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ia sudah diperiksa sebagai tersangka, beberapa waktu lalu.
"Penetapan tersangka sudah lama. Sudah kita panggil (mintai keterangan, red). Sudah penetapan tersangka, Siapa, (inisial) Er," ujar Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Rivai Sinambela, Kamis (22/12/2016)
Sinambela mengatakan, Er meruoakan salah satu direktur di PT SSP. Ia dinilai bertanggung jawab atas kebakarah lahan perkebunan sawit di perusahaannya seluas 40 hektar di Kabupaten Rokan Hulu.
Secara korporasi, PT SSP telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu bersamaan dengan PT Wahana Sawit Subur Indah (WSSI).
Namun, penetapan tersangka perorangan PT WSSI terlebih dahulu dilakukan penyidik yakni Direktur Operasional berinisia OA.
"Yang bersangkutan sudah tua, umurnya 82 tahun, dia sakit lumpuh tidak bisa jalan, makanya belum datang (diperiksa)," kata Rivai.
Rivai menjelaskan, penetapan kedua orang pejabat yang bertanggung jawab di masing-masing perusahaan itu dilakukan dengan merujuk akta pendirian perusahaan. Kedua tersangka memegang jabatan yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab akan persoalan yang terjadi, pidana Karhutla.
Rivai mengungkapkan, penyidik sudah melakukan gelar perkara. Tidak lama lagi penyidik akan menyerahkan berkasnya kepada kejaksaan untuk diteliti apakah sudah lengkap atau tidak.
"Kita akan berpedoman pada akta pendirian perusahaan, Jadi kita menunggu petunjuk jaksa jika nanti berkas sudah dilimpahkan," tegas Rivai
Rivai menargetkan penanganan kasus kedua perusahaan ini tuntas tahun 2016. Ia menegaskan tidak akan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Ljaman saya tidak akan ada SP3," janjinya.
Lahan PT WSSI sebenarnya terbakar pada 2015 lalu. Namun, penyidik baru dapat meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada tahun ini setelah menemukan sejumlah bukti dan memeriksa saksi-saksi.
PT WSSI yang mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan pada 2005 dengan luas lahan mencapai 5.720 hektare itu dipastikan sengaja membakar lahan di area semak belukar. Luas lahan terbakar mencapai 80 hektar.
Sementara lahan PT SSP terbakar pada Agustus 2016 lalu. Hasil penyelidikan disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki luas lahan 1.500 haktare itu sengaja membakar lahan di area tertentu.
"Modusnya adalah dengan membuat sekat kanal pada area tertentu sehingga lahan yang dibakar tidak meluas ke lahan yang telah ditanami sawit," tutur Rivai.
Setidaknya ada dua area yang terbakar di perusahaan itu, masing-masing adalah Blok A18 dan A19. Kedua blok itu berada di antara dua lahan yang telah ditanami sawit. Ia mengatakan perusahaan telah begitu rapi merangkai kanal sehingga api tidak menyebar ke lahan yang ditanami sawit.(ck7)
Penulis | : | Bhimo |
Kategori | : | Hukum |